Perth, 29 Desember 2009
Menghakhiri tahun 2009, saya melakukan refleksi tentang apa yang terjadi selama tahun ini, dan pelajaran apa yang bisa saya petik darinya.
Secara pekerjaan dan karir, tahun 2009 berjalan dengan cukup lancar meskipun karena dampak krisis global, para klien yang tadinya berani menetapkan target jangka panjang, kini lebih waspada dan bersifat jangka pendek.
Yang menarik adalah perjalanan kehidupan pribadi yang sangat bergejolak. Saya bukan orang yang terbuka soal ini, dan tak banyak yang tahu kecuali keluarga dekat saya bahwa hubungan pribadi saya yang terjalin sejak tahun 2000 tepat setelah saya bercerai hancur berantakan di tahun 2008. Penyebabnya? Secara official, saya tidak tahu, namun indera ke enam saya mengatakan karena orang ke tiga. Sejak saat itu, kehidupan pribadi saya sangat bergejolak dan tidak tenang. Ada rasa marah dan dendam yang luar biasa, dan tidak terima diperlakukan secara sepihak seperti itu. Keadaan ini berlangsung sampai tahun 2009 ini. Dan kemudian lagi ditambah adanya seorang yang berusaha menzolimi saya dengan melakukan teror ke keluarga, teman, kantor, klien hingga ke pejabat negara. Semua keadaan ini memberikan tekanan yang sangat besar dalam diri saya, dan membuat saya cukup depresi. Saya jadi mudah marah dan naik darah, dan bobot saya (kalau yang ini sih blessing in disguise hehe) menjadi menyusut drastis.
Namun di luar semua itu saya melihat begitu banyak anugerah yang saya terima dari Allah. Saya memiliki keluarga, teman, rekan kerja, dan klien klien yang tak henti hentinya percaya dan mendukung saya. Semuanya ini saya syukuri dengan amat sangat. Saya kemudian lebih bisa menerima kenyataan, bahwa dalam hidup ini ada hal yang datang dan pergi, dan ada orang orang yang mampir dalam hidup ini untuk menuaikan tujuan tertentu dan setelah itu pergi lagi. Saya merasa hal itu yang terjadi dengan mantan saya. Dia dihadirkan untuk membantu saya mengatasi trauma perceraian. Masalahnya, karena dia begitu menawan, saya tidak rela melepaskannya. Sampai saya disakiti berkali kali dalam delapan tahun itu. Teman dekat saya tidak ada yang percaya. Mereka bilang paling dalam sebulan kami akan kembali lagi. Kenyataannya, saya sudah memutuskan dengan keras kepala tidak akan lagi berhubungan dengan dia. Dan saya memutuskan dengan penuh amarah dan dendam. Begitu marahnya saya, sampai saya menjadi takut sendiri dan berpikir: Ini harus dihentikan, tapi bagaimana?
Orang banyak mengatakan ikhlaskan saja. Ya, betul. Tapi semuanya teori besar! Kenyataannya tak mudah sama sekali. Saya mengingat dia di setiap kejadian hidup sehari hari. Di lagu, di jalanan, di mall, baju, film, restaurant, cafe, majalah, dan di mana saja, bahkan di bau parfum! Dan setiap mengingatnya, antara hati hancur dan amarah yang membara. Saya menjadi pemarah dan pendendam.
Namun kejadian teror, mengubah drastis kehidupan saya. Saya seolah diberi jawabannya.
Tak tahu mengapa, saya jadi mengerti bahwa saya harus menjalani semua tahap kehidupan ini agar saya belajar soal hakiki kehidupan. Dari kejadian tersebut, saya disadarkan, bahwa ketika terjadi masalah, ada dua pilihan yang bisa dilakukan seseorang : pergi mencari Tuhannya dan berserah padaNya, atau mencari jalan pintas dan tanpa disadari masuk ke jurang kegelapan. Saya untungnya masuk dalam kategori yang pertama. Saya tak berhenti berdoa. Dan doa yang saya lakukan pagi dan malam itu membuat saya lebih peka dengan apa yang terjadi sekitar saya. Saya menjadi kagum dan terharu atas dukungan begitu banyak pihak yang tak sedikitpun mempercayai fitnah yang ditebar. Saya bersyukur karena selama ini jalan saya lurus dan tulus kepada mereka. Dari sana saya juga belajar mengikhlaskan. Mengikhlaskan saya dizolimi, mengikhlaskan semua ini terjadi dan bahkan mensyukuri keagungan Tuhan bahwa saya boleh melalui semua ini, agar saya naik kelas.
Sekarang, meskipun sangat saya batasi, saya sudah bisa berkomunikasi dengan lebih baik dengan mantan saya, terlepas apakah dia ingin kembali atau tidak, saya tidak mau tahu dan tidak ambil peduli, karena saya sudah tetap! Tidak mau lagi masuk ke lubang kegilaan yang telah saya alami bertahun tahun. Namun saya juga tidak pernah berputus asa. Saya tetap memiliki mimpi dan teguh dalam menjalani tujuan hidup saya: to live simply happy until the day I die with the one who loves me as much as I love the person.
Maka, di penghujung tahun ini saya belajar mensyukuri semua yang diberikan Tuhan, baik yang terlihat baik dan buruk, mengikhlaskan semua yang terjadi, dan selalu tawakal kepada Yang Kuasa. Saya juga belajar untuk melakukan banyak hal tanpa pamrih dan penuh ketulusan. Meski kadang seringkali perbuatan tanpa pamrih dan ketulusan ini dicurigai dan bahkan dimanfaatkan oleh orang yang tak bertanggungjawab. Namun saya percaya, itu bukan urusan saya. Urusan saya adalah ketulusan hati. Kalau itu dimanfaatkan dengan keliru, itu urusan dia dengan Sang Khalik. Saya belajar untuk berdamai dengan diri sendiri. Memang semuanya membutuhkan waktu. Waktu pulalah yang membantu kita menyembuhkan luka batin. Tapi waktu saja tidak cukup, perlu usaha kita juga untuk menyembuhkannya. Perlu syukur, ketulusan, keikhlasan dan ketawakalan. Selamat mengakhiri tahun 2009. Semoga tahun 2010 menjadi tahun yang penuh berkah dan cinta untuk kita semua.
Welcome to the world of Lawrence Tjandra where you celebrate life to its fullest. Come to see places I've been, read the articles published in media and share thoughts and views on diverse issues of life!
Tuesday, December 29, 2009
Sunday, December 27, 2009
Resolusi Tahun 2010
Perth, Minggu, 27 Desember 2009
INSPIRASI I
Beberapa waktu yang lalu saya menonton film Julie & Julia yang diantaranya diperankan dengan sangat baik oleh Meryl Streep. Bagi Anda yang belum pernah menontonnya, film itu berkisah tentang 2 kisah nyata dari zaman yang berbeda, namun bertaut begitu indahnya menjadi satu alur cerita film. Dalam film ini, Julie adalah seorang petugas call center asuransi yang hidupnya itu itu saja, sedangkan teman temannya hidup sukses. Ia kemudian membahasnya dengan sang suami, dan suaminya menyarankan agar Julie memulai menulis. Julie sempat tak percaya diri karena novelnya tak laku dijual ke penerbit. Namun suaminya membantu membuatkan blog, dan akhirnya Julie mendapat inspirasi untuk menulis pengalamannya memasak dari buku masakan idolanya, Julia Child. Ia kemudian bertekad untuk memasak 526 resep dalam 365hari dan menuliskan pengalaman setiap harinya ke dalam sebuah jurnal di blog nya. Ia kemudian menjadi penulis yang sukses dan kisahnya di film kan.
INSPIRASI II
Kehadiran Julia Roberts ke Bali untuk shooting film Eat Pray Love sedikit banyak mengusik rasa ingin tahu saya, apa sih sebenarnya isi buku tersebut. Saat berada di New Zealand, teman baik saya Petty Fatimah, pemred majalah Femina, pernah sekilas menceritakan inti isi bukunya. Dan saya juga sempat melihat sedikit (karena sudah terlambat) cuplikan obrolah Elizabeth Gilbert dengan Oprah di Oprah Show. Jadilah saya membelinya untuk bahan bacaan liburan saya bersama di Australia. Saya memang belum habis membaca, namun kisah hidupnya yang unik membuat pikiran saya berputar putar .... Anyway, dari seorang editor yang sukses kemudian hidupnya berantakan dan kemudian mulai membangun hidupnya kembali di tiga negara dalam setahun membawanya menjadi penulis terkenal dan kisahnya juga di film kan.
Jadilah saya terinspirasi. Bukan untuk jadi terkenal, atau kisah dan karya saya di filmkan, tapi untuk melakukan sesuatu , sebuah projek yang bisa membakar semangat saya untuk meraih dan melakukan sesuatu dalam hidup ini. Saya pikir, saya mau menulis juga di blog, dan setelah saya pikir pikir lagi, saya mau menulis PENGALAMAN APA YANG SAYA BELAJAR DALAM SATU HARI INI, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2010. One day at a time, one thing for one day. Saya pikir, why not?
Saya juga sempat biasa menulis di majalah, dan saya pikir hidup saya bukan yang biasa biasa juga. Saya bertemu dengan berbagai menteri dan orang penting di dunia ini, dengan presiden dan juga dengan selebriti. Pernah menjadi delegasi Indonesia untuk pertemuan KTT Non Blok. Perjalanan karir saya juga bisa dirangkum menjadi cerita menarik, apa lagi kisah hidup saya yang sangat berliku dan dramatik, bisa menjadi film yang legendaris juga. I guess nobody has gone through this path of life like I do.
Di luar itu semua, saya juga orang yang sangat biasa saja. Yang pernah ketiduran di bis kota, dan yang harus turun di Komdak, ternyata terbangun di Muara Karang. Yang pernah ditodong, tapi malah tawar menawar soal uang dengan si penodong. Yang pernah mencari kos, dan yang menjawab telepon adalah roh Ibu kos yang baru meninggal dunia. Yang doyannya pecel lele. Yang tidak ada yang percaya kalau saya merasa nikmat nongkrong di warung pinggir jalan. Yang cinta kehidupan. yang punya mimpi. yang kerja untuk hidup, dan bukannya hidup untuk kerja.
Jadi, mungkin kalau saya share pengalaman saya dengan Anda, mungkin... ada gunanya buat Anda. So, here we go! Starting 1 January 2010! Semoga saya cukup persistent untuk bisa menulis setiap hari. Tentang apa saja yang saya pelajari dalam sehari itu.
Satu hal lagi, saat mengobrol dengan keponakan saya yang cantik, Nathalie Hudyana, ternyata dia juga punya ide yang sama persis. Saya mengusulkan dia menulis di facebook dan memperhatikan komentar orang lain. Dan kami berjanji untuk saling compare notes :-) It's a niece and uncle bonding haha...
So, that's my resolution in 2010. The one thing that I learn in one day....
INSPIRASI I
Beberapa waktu yang lalu saya menonton film Julie & Julia yang diantaranya diperankan dengan sangat baik oleh Meryl Streep. Bagi Anda yang belum pernah menontonnya, film itu berkisah tentang 2 kisah nyata dari zaman yang berbeda, namun bertaut begitu indahnya menjadi satu alur cerita film. Dalam film ini, Julie adalah seorang petugas call center asuransi yang hidupnya itu itu saja, sedangkan teman temannya hidup sukses. Ia kemudian membahasnya dengan sang suami, dan suaminya menyarankan agar Julie memulai menulis. Julie sempat tak percaya diri karena novelnya tak laku dijual ke penerbit. Namun suaminya membantu membuatkan blog, dan akhirnya Julie mendapat inspirasi untuk menulis pengalamannya memasak dari buku masakan idolanya, Julia Child. Ia kemudian bertekad untuk memasak 526 resep dalam 365hari dan menuliskan pengalaman setiap harinya ke dalam sebuah jurnal di blog nya. Ia kemudian menjadi penulis yang sukses dan kisahnya di film kan.
INSPIRASI II
Kehadiran Julia Roberts ke Bali untuk shooting film Eat Pray Love sedikit banyak mengusik rasa ingin tahu saya, apa sih sebenarnya isi buku tersebut. Saat berada di New Zealand, teman baik saya Petty Fatimah, pemred majalah Femina, pernah sekilas menceritakan inti isi bukunya. Dan saya juga sempat melihat sedikit (karena sudah terlambat) cuplikan obrolah Elizabeth Gilbert dengan Oprah di Oprah Show. Jadilah saya membelinya untuk bahan bacaan liburan saya bersama di Australia. Saya memang belum habis membaca, namun kisah hidupnya yang unik membuat pikiran saya berputar putar .... Anyway, dari seorang editor yang sukses kemudian hidupnya berantakan dan kemudian mulai membangun hidupnya kembali di tiga negara dalam setahun membawanya menjadi penulis terkenal dan kisahnya juga di film kan.
Jadilah saya terinspirasi. Bukan untuk jadi terkenal, atau kisah dan karya saya di filmkan, tapi untuk melakukan sesuatu , sebuah projek yang bisa membakar semangat saya untuk meraih dan melakukan sesuatu dalam hidup ini. Saya pikir, saya mau menulis juga di blog, dan setelah saya pikir pikir lagi, saya mau menulis PENGALAMAN APA YANG SAYA BELAJAR DALAM SATU HARI INI, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2010. One day at a time, one thing for one day. Saya pikir, why not?
Saya juga sempat biasa menulis di majalah, dan saya pikir hidup saya bukan yang biasa biasa juga. Saya bertemu dengan berbagai menteri dan orang penting di dunia ini, dengan presiden dan juga dengan selebriti. Pernah menjadi delegasi Indonesia untuk pertemuan KTT Non Blok. Perjalanan karir saya juga bisa dirangkum menjadi cerita menarik, apa lagi kisah hidup saya yang sangat berliku dan dramatik, bisa menjadi film yang legendaris juga. I guess nobody has gone through this path of life like I do.
Di luar itu semua, saya juga orang yang sangat biasa saja. Yang pernah ketiduran di bis kota, dan yang harus turun di Komdak, ternyata terbangun di Muara Karang. Yang pernah ditodong, tapi malah tawar menawar soal uang dengan si penodong. Yang pernah mencari kos, dan yang menjawab telepon adalah roh Ibu kos yang baru meninggal dunia. Yang doyannya pecel lele. Yang tidak ada yang percaya kalau saya merasa nikmat nongkrong di warung pinggir jalan. Yang cinta kehidupan. yang punya mimpi. yang kerja untuk hidup, dan bukannya hidup untuk kerja.
Jadi, mungkin kalau saya share pengalaman saya dengan Anda, mungkin... ada gunanya buat Anda. So, here we go! Starting 1 January 2010! Semoga saya cukup persistent untuk bisa menulis setiap hari. Tentang apa saja yang saya pelajari dalam sehari itu.
Satu hal lagi, saat mengobrol dengan keponakan saya yang cantik, Nathalie Hudyana, ternyata dia juga punya ide yang sama persis. Saya mengusulkan dia menulis di facebook dan memperhatikan komentar orang lain. Dan kami berjanji untuk saling compare notes :-) It's a niece and uncle bonding haha...
So, that's my resolution in 2010. The one thing that I learn in one day....
Monday, November 30, 2009
Travel Report: Lombok November 2009
BERCERMIN AIR DI PANTAI LOMBOK
Tahun 2009 bukanlah tahun yang baik buat saya. Bukannya kurang bersyukur. Pastinya selalu saja ada hal hal yang patut disyukuri dalam waktu 365 hari ini. Perjalanan yang fun di New Zealand, atau self exploring Singapore, juga berbagai hal kehidupan yang lain. Namun keadaan ekonomi global seperti sekarang yang membuat klien lebih pelit dan menahan diri, serta kehidupan asmara yang sangat memprihatinkan cukup membawa mendung dalam kehidupan tahun ini. Karenanya begitu gejolak mulai mereda, saya memutuskan menghadiahi diri saya sendiri sebuah liburan yang menjanjikan "Me Time" yang cukup banyak.
Karena libur akhir tahun sudah saya dedikasikan untuk mengantar ibu tercinta ke australia dan sekaligus kumpul keluarga natal dan akhir tahun di sana, saya memilih menghilang ke Lombok di long weekend akhir November ini.
Lombok selalu masuk dalam must go destination saya, karena saya belum pernah ke sana. Dulu, Padang Bukittinggi juga masuk dalam daftar, namun tahun lalu saya berhasil menginjakkan kaki di bumi andalas yang sangat indah itu. Dan, kini, untuk domestik, giliran Lombok. Meski sudah berkeliling ke manca negara, saya masih belum pernah ke Lombok! Saya selalu terngiang keindahan Lombok versi media dan teman-teman yang mengatakan bahwa Lombok tempatnya untuk menyepi!
Maka saya pun memanjangkan libur long weekend Jumat Sabtu Minggu, menjadi Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Di sela sela kesibukan kantor, dan jadwal tugas ke luar kota, saya mencari tahu tentang Lombok. Untuk urusan menyepi seperti ini, hotel menjadi unsur yang terpenting. Apa lagi di musim hujan, kalau hotelnya tidak nyaman, bisa rusak liburan kita. Melalui perjuangan susah payah, dan atas kegigihan sekretaris, saya bisa mendapatkan sebuah kamar di Qunci Villa, senggigi. Nama yang belum familiar, namun bila dilihat di website nya, it's definifely the only place I want to spend while in Lombok!
Kamis sore yang cerah, saya menginjakkan kaki pertama kali di bumi Nusa Tenggara Barat, dijemput teman saya dari Jakarta yang sedang bertugas di daerah Tanjung, Lombok Utara. Tujuan pertama, adalah check in di hotel.
Qunci Villa terletak di ujung senggigi utara, melewati semua keramaian senggigi, sheraton dan juga Alang Alang resort. Letaknya yang terlindung, membuat hotel resort milik orang Amerika ini semakin nyaman dan sangat private. Tidak anak kecil, tidak ada ribut ribut, penghuninya sebagian besar orang asing yang sudah mapan. Kamarnya minimalis Zen berpadu dengan sentuhan tradisional yang tidak berlebihan. Dengan teras yang menjorok ke pantai, dan kamar mandi alam terbuka yang eksotis. Exactly the kind of place I need for now!
Setelah mandi (dari kamar mandi bisa mengintip ladang samping hotel lengkap dengan kawanan sapi nya), saya memutuskan untuk berkeliling Mataram.
Mataram sedang gemar mati lampu. Setiap hari selalu saja ada jam mati lampu bergilir. Mataram mengingatkan saya pada Pangkalpinang, Bangka, minus rumah walet. Mataram Mall adalah yang pusat perbelanjaan, yang acak acakan dan seadanya saja. Meski begitu, karena satu satunya, masyarakat tetap saja memenuhi mall yang membanggakan gerai KFC dan McD itu.
Masyarakat Lombok ternyata raja jalanan. Tidak ada yang mau mengalah, apa lagi pengendara motornya. parkir juga sembarangan. Dan ketika di Lombok, kita tak perlu pusing pusing pakai helm atau seat belt. Yang menarik, banyak mobil dan motor yang masih menggunakan plat putih. Rupanya punya kendaraan baru menjadi kebanggaan tersendiri buat mereka. Kalau di Jakarta, pasti sudah ditilang dan jadi santapan empuk polisi.
Saya merasa ditipu oleh majalah dan teman teman yang mengatakan bahwa Lombok adalah tempat menyepi. Semua itu ternyata karena Lombok memang tidak ada apa apanya. Tidak ada transportasi umum yang memadai, dan tidak ada fasilitas wisata yang memadai juga. Jadi, kalau Anda ke Lombok tanpa fasilitas mobil, berani jamin, Anda akan hidup seputar hotel saja.
Jangan main main juga dengan makanan. Teman saya yang dokter di sana, baru sembuh dari berminggu minggu diare karena salah makan. Menurutnya, 2 hal yang tersering ditemuinya di puskesmas adalah tipus dan malaria, karena hidup masyarakat yang jorok. Jadi untuk urusan makanan, saya mencoba untuk lebih selektif dari biasanya. Malam pertama, saya mencoba makan di resto ayam taliwang yang katanya terbaik! Namanya Dua Em Bersaudara di Jl. Transmigrasi 99 Mataram. Lokasinya susah dicari, dan saya sempat putus asa mencarinya.Ayamnya enak, namun pelecing kangkung dan sambal beberoknya kurang cocok di lidah. Selain cenderung manis, terasi lokalnya sangat menyengat. Empat hari ke depan, rasanya dunia lidah saya didominasi dengan masakan taliwang. Sebuah warung tenda Maju Jaya yang bersih di Jl. Pejanggik, Mataram, terusan Mall, menjadi tempat berlabuh saya setiap malam. Ayamnya sangat enak, pelecing enak, sambal enak, ikan juga enak, semuaaaa enak!!! Jangan lewatkan juga sate sapi di dekat sana, yang buka dari jam tiga siang dan membuat puluhan orang rela antre. Sate berbumbu cabe itu dijual seribu per tusuk, dan rasanya empuk manis gurih pedas, membuat yang antre tidak rugi menunggu. Highly recommended!
Hari kedua setelah breakfast nikmat di hotel, saya mulai menyusuri pantai senggigi hingga di daerah Lembar, tempat penyeberangan ke 3 pulau kecil yang terkenal di Lombok. Saya memilih ke Gili Terawangan, pulau terbesar dan terbanyak fasilitasnya. Hati hati bila Anda diminta berhenti parkir di tempat yang jauh, karena sebenarnya kita dapat parkir sampai ke dalam, tepat di depan penyeberangan.
Kalau memilih penyeberangan umum, tidak ada jadwal penyeberangan yang jelas. Bila jumlah penyeberangnya mencapai kuota 21 orang, makan berangkatlah si kapal. Harganya 10 ribu per orang. Saya loncat ke kapal yang sudah menjelang berangkat, tanpa membeli tiket resmi. Butuh waktu 30 menit, untuk menikmati penyeberangan dari Lembar ke Gili Terawangan. Dibuai angin yang nyaman dan ombak yang tenang, saya sempat tertidur!
Gili Terawangan sebuah pulau yang indah dengan pantai putih bersih yang menggoda. Sayang karangnya banyak sehingga harus berhati hati bila ingin berenang di sana. Yang menarik adalah, pulau ini seolah ditujukan untuk wisatawan asing. Makanan dan penginapannya pun dibidik untuk mereka. Setelah kenyang makan pasta, dan dua kali makan gelato, serta puas berenang hingga kulit jadi gosong, saya kembali ke daratan utama. Perjalanan ke hotel saya tempuh melalui rute berbeda, menyusuri gunung dan hutan monyet.
Dari rekomendasi teman dan majalah, saya tergoda ke Tanjung Aan dan pantai Kuta, tempat Novotel Lombok bercokol. Mungkin karena cenayang yang hebat, Novotel Lombok berani berinvestasi di tempat terpencil itu. Bandara Ampenan pun seolah ikut tersedot ke sana, sehingga tahun depan rencananya Bandara Internasional akan hijrah ke Lombok Tengah. Saat melalui bangunan bandara, sulit percaya kalau bangunan setengah jadi ini harus buka bulan Februari 2010.
Adalah Business development manager saya yang begitu mempromosikan Novotel. Namun, buat saya, hotel megah itu terlalu artifisial. Serasa di dufan rasanya. Yang memang mengagumkan adalah alam pantai Nyale dan Kuta yang sangat indah. Berhadapan langsung dengan laut lepas dan pasir yang unik besar besar seperti biji merica, pantai ini tak dapat digambarkan indahnya. Sayang ketenangan terusik dengan hadirnya anak-anak penjaja kalung dan gelang. Saking mengganggunya, saya memutuskan untuk hengkang dari tempat indah itu sambil menggerutu.
Cuma dua tempat wisata itu yang saya datangi, selain menyusuri wilayah Senggigi yang sungguh, tidak ada apa apanya dibanding Bali. Untuk pertama kalinya saya tidak berbelanja. Sisa waktu yang lain, saya gunakan untuk bersantai di kolam renang hotel yang luas, tenang, nyaman dan berbelahan langsung dengan pantai Mangsit. Malam hari selalu saya habiskan duduk di kursi kayu di bawah pohon rindang, di tepi pantai. Deburan ombak yang lirih, dan kesibukan ketam membangun rumah, serta tarian ngengat tergambar jelas dengan sorotan lampu hotel yang diarahkan ke pantai. Kebeningan air tercetak jelas hingga ke dasar dan sampai puluhan meter jauhnya. Romantisme laut berhiaskan gemerlap bintang dan bulan separuh itulah menjadi keramaian yang mengasyikkan dan menyegarkan jiwa dari kelelahan sepanjang tahun silam.
Liburan di Lombok, saya akhiri dengan sempurna dengan santap siang di cafe Alberto. Cantik dilirik di malam hari karena obor obornya, cantik juga di siang hari dengan pantainya. Sesuai namanya, cafe ini lebih mengutamakan masakan itali. Sama dengan cafe Square yang romantis karena setiap malam menampilkan alunan piano...
Lain kali, kalau lagi diserang rasa jenuh, bolehlah saya kembali lagi ke sana, untuk bercermin air di Pantai Mangsit di belakang hotel Qunci...
Tahun 2009 bukanlah tahun yang baik buat saya. Bukannya kurang bersyukur. Pastinya selalu saja ada hal hal yang patut disyukuri dalam waktu 365 hari ini. Perjalanan yang fun di New Zealand, atau self exploring Singapore, juga berbagai hal kehidupan yang lain. Namun keadaan ekonomi global seperti sekarang yang membuat klien lebih pelit dan menahan diri, serta kehidupan asmara yang sangat memprihatinkan cukup membawa mendung dalam kehidupan tahun ini. Karenanya begitu gejolak mulai mereda, saya memutuskan menghadiahi diri saya sendiri sebuah liburan yang menjanjikan "Me Time" yang cukup banyak.
Karena libur akhir tahun sudah saya dedikasikan untuk mengantar ibu tercinta ke australia dan sekaligus kumpul keluarga natal dan akhir tahun di sana, saya memilih menghilang ke Lombok di long weekend akhir November ini.
Lombok selalu masuk dalam must go destination saya, karena saya belum pernah ke sana. Dulu, Padang Bukittinggi juga masuk dalam daftar, namun tahun lalu saya berhasil menginjakkan kaki di bumi andalas yang sangat indah itu. Dan, kini, untuk domestik, giliran Lombok. Meski sudah berkeliling ke manca negara, saya masih belum pernah ke Lombok! Saya selalu terngiang keindahan Lombok versi media dan teman-teman yang mengatakan bahwa Lombok tempatnya untuk menyepi!
Maka saya pun memanjangkan libur long weekend Jumat Sabtu Minggu, menjadi Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Di sela sela kesibukan kantor, dan jadwal tugas ke luar kota, saya mencari tahu tentang Lombok. Untuk urusan menyepi seperti ini, hotel menjadi unsur yang terpenting. Apa lagi di musim hujan, kalau hotelnya tidak nyaman, bisa rusak liburan kita. Melalui perjuangan susah payah, dan atas kegigihan sekretaris, saya bisa mendapatkan sebuah kamar di Qunci Villa, senggigi. Nama yang belum familiar, namun bila dilihat di website nya, it's definifely the only place I want to spend while in Lombok!
Kamis sore yang cerah, saya menginjakkan kaki pertama kali di bumi Nusa Tenggara Barat, dijemput teman saya dari Jakarta yang sedang bertugas di daerah Tanjung, Lombok Utara. Tujuan pertama, adalah check in di hotel.
Qunci Villa terletak di ujung senggigi utara, melewati semua keramaian senggigi, sheraton dan juga Alang Alang resort. Letaknya yang terlindung, membuat hotel resort milik orang Amerika ini semakin nyaman dan sangat private. Tidak anak kecil, tidak ada ribut ribut, penghuninya sebagian besar orang asing yang sudah mapan. Kamarnya minimalis Zen berpadu dengan sentuhan tradisional yang tidak berlebihan. Dengan teras yang menjorok ke pantai, dan kamar mandi alam terbuka yang eksotis. Exactly the kind of place I need for now!
Setelah mandi (dari kamar mandi bisa mengintip ladang samping hotel lengkap dengan kawanan sapi nya), saya memutuskan untuk berkeliling Mataram.
Mataram sedang gemar mati lampu. Setiap hari selalu saja ada jam mati lampu bergilir. Mataram mengingatkan saya pada Pangkalpinang, Bangka, minus rumah walet. Mataram Mall adalah yang pusat perbelanjaan, yang acak acakan dan seadanya saja. Meski begitu, karena satu satunya, masyarakat tetap saja memenuhi mall yang membanggakan gerai KFC dan McD itu.
Masyarakat Lombok ternyata raja jalanan. Tidak ada yang mau mengalah, apa lagi pengendara motornya. parkir juga sembarangan. Dan ketika di Lombok, kita tak perlu pusing pusing pakai helm atau seat belt. Yang menarik, banyak mobil dan motor yang masih menggunakan plat putih. Rupanya punya kendaraan baru menjadi kebanggaan tersendiri buat mereka. Kalau di Jakarta, pasti sudah ditilang dan jadi santapan empuk polisi.
Saya merasa ditipu oleh majalah dan teman teman yang mengatakan bahwa Lombok adalah tempat menyepi. Semua itu ternyata karena Lombok memang tidak ada apa apanya. Tidak ada transportasi umum yang memadai, dan tidak ada fasilitas wisata yang memadai juga. Jadi, kalau Anda ke Lombok tanpa fasilitas mobil, berani jamin, Anda akan hidup seputar hotel saja.
Jangan main main juga dengan makanan. Teman saya yang dokter di sana, baru sembuh dari berminggu minggu diare karena salah makan. Menurutnya, 2 hal yang tersering ditemuinya di puskesmas adalah tipus dan malaria, karena hidup masyarakat yang jorok. Jadi untuk urusan makanan, saya mencoba untuk lebih selektif dari biasanya. Malam pertama, saya mencoba makan di resto ayam taliwang yang katanya terbaik! Namanya Dua Em Bersaudara di Jl. Transmigrasi 99 Mataram. Lokasinya susah dicari, dan saya sempat putus asa mencarinya.Ayamnya enak, namun pelecing kangkung dan sambal beberoknya kurang cocok di lidah. Selain cenderung manis, terasi lokalnya sangat menyengat. Empat hari ke depan, rasanya dunia lidah saya didominasi dengan masakan taliwang. Sebuah warung tenda Maju Jaya yang bersih di Jl. Pejanggik, Mataram, terusan Mall, menjadi tempat berlabuh saya setiap malam. Ayamnya sangat enak, pelecing enak, sambal enak, ikan juga enak, semuaaaa enak!!! Jangan lewatkan juga sate sapi di dekat sana, yang buka dari jam tiga siang dan membuat puluhan orang rela antre. Sate berbumbu cabe itu dijual seribu per tusuk, dan rasanya empuk manis gurih pedas, membuat yang antre tidak rugi menunggu. Highly recommended!
Hari kedua setelah breakfast nikmat di hotel, saya mulai menyusuri pantai senggigi hingga di daerah Lembar, tempat penyeberangan ke 3 pulau kecil yang terkenal di Lombok. Saya memilih ke Gili Terawangan, pulau terbesar dan terbanyak fasilitasnya. Hati hati bila Anda diminta berhenti parkir di tempat yang jauh, karena sebenarnya kita dapat parkir sampai ke dalam, tepat di depan penyeberangan.
Kalau memilih penyeberangan umum, tidak ada jadwal penyeberangan yang jelas. Bila jumlah penyeberangnya mencapai kuota 21 orang, makan berangkatlah si kapal. Harganya 10 ribu per orang. Saya loncat ke kapal yang sudah menjelang berangkat, tanpa membeli tiket resmi. Butuh waktu 30 menit, untuk menikmati penyeberangan dari Lembar ke Gili Terawangan. Dibuai angin yang nyaman dan ombak yang tenang, saya sempat tertidur!
Gili Terawangan sebuah pulau yang indah dengan pantai putih bersih yang menggoda. Sayang karangnya banyak sehingga harus berhati hati bila ingin berenang di sana. Yang menarik adalah, pulau ini seolah ditujukan untuk wisatawan asing. Makanan dan penginapannya pun dibidik untuk mereka. Setelah kenyang makan pasta, dan dua kali makan gelato, serta puas berenang hingga kulit jadi gosong, saya kembali ke daratan utama. Perjalanan ke hotel saya tempuh melalui rute berbeda, menyusuri gunung dan hutan monyet.
Dari rekomendasi teman dan majalah, saya tergoda ke Tanjung Aan dan pantai Kuta, tempat Novotel Lombok bercokol. Mungkin karena cenayang yang hebat, Novotel Lombok berani berinvestasi di tempat terpencil itu. Bandara Ampenan pun seolah ikut tersedot ke sana, sehingga tahun depan rencananya Bandara Internasional akan hijrah ke Lombok Tengah. Saat melalui bangunan bandara, sulit percaya kalau bangunan setengah jadi ini harus buka bulan Februari 2010.
Adalah Business development manager saya yang begitu mempromosikan Novotel. Namun, buat saya, hotel megah itu terlalu artifisial. Serasa di dufan rasanya. Yang memang mengagumkan adalah alam pantai Nyale dan Kuta yang sangat indah. Berhadapan langsung dengan laut lepas dan pasir yang unik besar besar seperti biji merica, pantai ini tak dapat digambarkan indahnya. Sayang ketenangan terusik dengan hadirnya anak-anak penjaja kalung dan gelang. Saking mengganggunya, saya memutuskan untuk hengkang dari tempat indah itu sambil menggerutu.
Cuma dua tempat wisata itu yang saya datangi, selain menyusuri wilayah Senggigi yang sungguh, tidak ada apa apanya dibanding Bali. Untuk pertama kalinya saya tidak berbelanja. Sisa waktu yang lain, saya gunakan untuk bersantai di kolam renang hotel yang luas, tenang, nyaman dan berbelahan langsung dengan pantai Mangsit. Malam hari selalu saya habiskan duduk di kursi kayu di bawah pohon rindang, di tepi pantai. Deburan ombak yang lirih, dan kesibukan ketam membangun rumah, serta tarian ngengat tergambar jelas dengan sorotan lampu hotel yang diarahkan ke pantai. Kebeningan air tercetak jelas hingga ke dasar dan sampai puluhan meter jauhnya. Romantisme laut berhiaskan gemerlap bintang dan bulan separuh itulah menjadi keramaian yang mengasyikkan dan menyegarkan jiwa dari kelelahan sepanjang tahun silam.
Liburan di Lombok, saya akhiri dengan sempurna dengan santap siang di cafe Alberto. Cantik dilirik di malam hari karena obor obornya, cantik juga di siang hari dengan pantainya. Sesuai namanya, cafe ini lebih mengutamakan masakan itali. Sama dengan cafe Square yang romantis karena setiap malam menampilkan alunan piano...
Lain kali, kalau lagi diserang rasa jenuh, bolehlah saya kembali lagi ke sana, untuk bercermin air di Pantai Mangsit di belakang hotel Qunci...
Subscribe to:
Posts (Atom)