BERCERMIN AIR DI PANTAI LOMBOK
Tahun 2009 bukanlah tahun yang baik buat saya. Bukannya kurang bersyukur. Pastinya selalu saja ada hal hal yang patut disyukuri dalam waktu 365 hari ini. Perjalanan yang fun di New Zealand, atau self exploring Singapore, juga berbagai hal kehidupan yang lain. Namun keadaan ekonomi global seperti sekarang yang membuat klien lebih pelit dan menahan diri, serta kehidupan asmara yang sangat memprihatinkan cukup membawa mendung dalam kehidupan tahun ini. Karenanya begitu gejolak mulai mereda, saya memutuskan menghadiahi diri saya sendiri sebuah liburan yang menjanjikan "Me Time" yang cukup banyak.
Karena libur akhir tahun sudah saya dedikasikan untuk mengantar ibu tercinta ke australia dan sekaligus kumpul keluarga natal dan akhir tahun di sana, saya memilih menghilang ke Lombok di long weekend akhir November ini.
Lombok selalu masuk dalam must go destination saya, karena saya belum pernah ke sana. Dulu, Padang Bukittinggi juga masuk dalam daftar, namun tahun lalu saya berhasil menginjakkan kaki di bumi andalas yang sangat indah itu. Dan, kini, untuk domestik, giliran Lombok. Meski sudah berkeliling ke manca negara, saya masih belum pernah ke Lombok! Saya selalu terngiang keindahan Lombok versi media dan teman-teman yang mengatakan bahwa Lombok tempatnya untuk menyepi!
Maka saya pun memanjangkan libur long weekend Jumat Sabtu Minggu, menjadi Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Di sela sela kesibukan kantor, dan jadwal tugas ke luar kota, saya mencari tahu tentang Lombok. Untuk urusan menyepi seperti ini, hotel menjadi unsur yang terpenting. Apa lagi di musim hujan, kalau hotelnya tidak nyaman, bisa rusak liburan kita. Melalui perjuangan susah payah, dan atas kegigihan sekretaris, saya bisa mendapatkan sebuah kamar di Qunci Villa, senggigi. Nama yang belum familiar, namun bila dilihat di website nya, it's definifely the only place I want to spend while in Lombok!
Kamis sore yang cerah, saya menginjakkan kaki pertama kali di bumi Nusa Tenggara Barat, dijemput teman saya dari Jakarta yang sedang bertugas di daerah Tanjung, Lombok Utara. Tujuan pertama, adalah check in di hotel.
Qunci Villa terletak di ujung senggigi utara, melewati semua keramaian senggigi, sheraton dan juga Alang Alang resort. Letaknya yang terlindung, membuat hotel resort milik orang Amerika ini semakin nyaman dan sangat private. Tidak anak kecil, tidak ada ribut ribut, penghuninya sebagian besar orang asing yang sudah mapan. Kamarnya minimalis Zen berpadu dengan sentuhan tradisional yang tidak berlebihan. Dengan teras yang menjorok ke pantai, dan kamar mandi alam terbuka yang eksotis. Exactly the kind of place I need for now!
Setelah mandi (dari kamar mandi bisa mengintip ladang samping hotel lengkap dengan kawanan sapi nya), saya memutuskan untuk berkeliling Mataram.
Mataram sedang gemar mati lampu. Setiap hari selalu saja ada jam mati lampu bergilir. Mataram mengingatkan saya pada Pangkalpinang, Bangka, minus rumah walet. Mataram Mall adalah yang pusat perbelanjaan, yang acak acakan dan seadanya saja. Meski begitu, karena satu satunya, masyarakat tetap saja memenuhi mall yang membanggakan gerai KFC dan McD itu.
Masyarakat Lombok ternyata raja jalanan. Tidak ada yang mau mengalah, apa lagi pengendara motornya. parkir juga sembarangan. Dan ketika di Lombok, kita tak perlu pusing pusing pakai helm atau seat belt. Yang menarik, banyak mobil dan motor yang masih menggunakan plat putih. Rupanya punya kendaraan baru menjadi kebanggaan tersendiri buat mereka. Kalau di Jakarta, pasti sudah ditilang dan jadi santapan empuk polisi.
Saya merasa ditipu oleh majalah dan teman teman yang mengatakan bahwa Lombok adalah tempat menyepi. Semua itu ternyata karena Lombok memang tidak ada apa apanya. Tidak ada transportasi umum yang memadai, dan tidak ada fasilitas wisata yang memadai juga. Jadi, kalau Anda ke Lombok tanpa fasilitas mobil, berani jamin, Anda akan hidup seputar hotel saja.
Jangan main main juga dengan makanan. Teman saya yang dokter di sana, baru sembuh dari berminggu minggu diare karena salah makan. Menurutnya, 2 hal yang tersering ditemuinya di puskesmas adalah tipus dan malaria, karena hidup masyarakat yang jorok. Jadi untuk urusan makanan, saya mencoba untuk lebih selektif dari biasanya. Malam pertama, saya mencoba makan di resto ayam taliwang yang katanya terbaik! Namanya Dua Em Bersaudara di Jl. Transmigrasi 99 Mataram. Lokasinya susah dicari, dan saya sempat putus asa mencarinya.Ayamnya enak, namun pelecing kangkung dan sambal beberoknya kurang cocok di lidah. Selain cenderung manis, terasi lokalnya sangat menyengat. Empat hari ke depan, rasanya dunia lidah saya didominasi dengan masakan taliwang. Sebuah warung tenda Maju Jaya yang bersih di Jl. Pejanggik, Mataram, terusan Mall, menjadi tempat berlabuh saya setiap malam. Ayamnya sangat enak, pelecing enak, sambal enak, ikan juga enak, semuaaaa enak!!! Jangan lewatkan juga sate sapi di dekat sana, yang buka dari jam tiga siang dan membuat puluhan orang rela antre. Sate berbumbu cabe itu dijual seribu per tusuk, dan rasanya empuk manis gurih pedas, membuat yang antre tidak rugi menunggu. Highly recommended!
Hari kedua setelah breakfast nikmat di hotel, saya mulai menyusuri pantai senggigi hingga di daerah Lembar, tempat penyeberangan ke 3 pulau kecil yang terkenal di Lombok. Saya memilih ke Gili Terawangan, pulau terbesar dan terbanyak fasilitasnya. Hati hati bila Anda diminta berhenti parkir di tempat yang jauh, karena sebenarnya kita dapat parkir sampai ke dalam, tepat di depan penyeberangan.
Kalau memilih penyeberangan umum, tidak ada jadwal penyeberangan yang jelas. Bila jumlah penyeberangnya mencapai kuota 21 orang, makan berangkatlah si kapal. Harganya 10 ribu per orang. Saya loncat ke kapal yang sudah menjelang berangkat, tanpa membeli tiket resmi. Butuh waktu 30 menit, untuk menikmati penyeberangan dari Lembar ke Gili Terawangan. Dibuai angin yang nyaman dan ombak yang tenang, saya sempat tertidur!
Gili Terawangan sebuah pulau yang indah dengan pantai putih bersih yang menggoda. Sayang karangnya banyak sehingga harus berhati hati bila ingin berenang di sana. Yang menarik adalah, pulau ini seolah ditujukan untuk wisatawan asing. Makanan dan penginapannya pun dibidik untuk mereka. Setelah kenyang makan pasta, dan dua kali makan gelato, serta puas berenang hingga kulit jadi gosong, saya kembali ke daratan utama. Perjalanan ke hotel saya tempuh melalui rute berbeda, menyusuri gunung dan hutan monyet.
Dari rekomendasi teman dan majalah, saya tergoda ke Tanjung Aan dan pantai Kuta, tempat Novotel Lombok bercokol. Mungkin karena cenayang yang hebat, Novotel Lombok berani berinvestasi di tempat terpencil itu. Bandara Ampenan pun seolah ikut tersedot ke sana, sehingga tahun depan rencananya Bandara Internasional akan hijrah ke Lombok Tengah. Saat melalui bangunan bandara, sulit percaya kalau bangunan setengah jadi ini harus buka bulan Februari 2010.
Adalah Business development manager saya yang begitu mempromosikan Novotel. Namun, buat saya, hotel megah itu terlalu artifisial. Serasa di dufan rasanya. Yang memang mengagumkan adalah alam pantai Nyale dan Kuta yang sangat indah. Berhadapan langsung dengan laut lepas dan pasir yang unik besar besar seperti biji merica, pantai ini tak dapat digambarkan indahnya. Sayang ketenangan terusik dengan hadirnya anak-anak penjaja kalung dan gelang. Saking mengganggunya, saya memutuskan untuk hengkang dari tempat indah itu sambil menggerutu.
Cuma dua tempat wisata itu yang saya datangi, selain menyusuri wilayah Senggigi yang sungguh, tidak ada apa apanya dibanding Bali. Untuk pertama kalinya saya tidak berbelanja. Sisa waktu yang lain, saya gunakan untuk bersantai di kolam renang hotel yang luas, tenang, nyaman dan berbelahan langsung dengan pantai Mangsit. Malam hari selalu saya habiskan duduk di kursi kayu di bawah pohon rindang, di tepi pantai. Deburan ombak yang lirih, dan kesibukan ketam membangun rumah, serta tarian ngengat tergambar jelas dengan sorotan lampu hotel yang diarahkan ke pantai. Kebeningan air tercetak jelas hingga ke dasar dan sampai puluhan meter jauhnya. Romantisme laut berhiaskan gemerlap bintang dan bulan separuh itulah menjadi keramaian yang mengasyikkan dan menyegarkan jiwa dari kelelahan sepanjang tahun silam.
Liburan di Lombok, saya akhiri dengan sempurna dengan santap siang di cafe Alberto. Cantik dilirik di malam hari karena obor obornya, cantik juga di siang hari dengan pantainya. Sesuai namanya, cafe ini lebih mengutamakan masakan itali. Sama dengan cafe Square yang romantis karena setiap malam menampilkan alunan piano...
Lain kali, kalau lagi diserang rasa jenuh, bolehlah saya kembali lagi ke sana, untuk bercermin air di Pantai Mangsit di belakang hotel Qunci...