Thursday, March 31, 2011

Dealing with the Devil

Beberapa hari ini ramai diberitakan bahwa sejumlah wanita cantik menggerogoti uang nasabahnya sendiri di Citibank hingga 17 milyar. Saya bahkan mendengar kabar bahwa jumlahnya sebetulnya melampaui angka tersebut. Di saat yang sama kita mendengar penipuan yang dilakukan oleh Selly, perempuan muda yang menggunakan uang tipuannya untuk kepentingan hura-hura dan membeli simpati teman-temannya. Kejadian fenomenal ini kemudian jadi pergunjingan dari berbagai sudut. Teman saya Petty yang pemimpin redaksi sebuah majalah wanita melihat dari sudut pandang kewanitaan. Saya kok melihatnya dari sudut pengalaman saya pribadi.

Ketika saya mendapat teror dari seseorang yang ternyata sudah terencana rapi, tanpa disengaja kami yang menyelidiki perkara ini menemukan sebuah "lubang" kecil yang menjadi titik naas sang pelaku. Kejadian itu lalu terbongkar dan ketahuan siapa sesungguhnya orang yang tega menyebarkan fitnah. Kejadian Citibank pun demikian juga. Kegiatan yang sudah rapi dilakukan bertahun-tahun akhirnya tergelincir di ujung jalan.

Saya lalu merenungkan semua kejadian ini dengan sebuah analisa : ooo begini ya kalau bersahabat dengan setan. Dirasakan nikmatnya sekali, lalu ketagihan, lalu lupa diri. Kenikmatan yang kita peroleh membuat kita terbuai dan lupa bahwa semuanya itu tidaklah cuma-cuma. Semakin kita terperosok di dalamnya, semakin dalam dan sakit pula imbalan yang diminta setan. Saya juga lalu berpendapat bahwa tak ada rencana setan yang sempurna. Seperti prinsip yin dan yang, di setiap bagian hitam pasti ada titik putihnya, dan di setiap lubang putih ada juga titik hitamnya. Prinsip ini mengingatkan agar kita selalu waspada dan tidak takabur.

Saya juga memperhatikan bahwa semuanya ini tidak terjadi hanya untuk perkara harta, tapi untuk semua unsur kehidupan. Semua yang berurusan dengan setan, pasti sama saja ritmenya. Mau urusan cinta, narkoba, jabatan, kekuasaan semua rawan berjabat tangan dengan setan. Sekali kita tergoda, akan tergoda lagi...

Saya lalu mengerti pentingnya selalu membina komunikasi dengan Allah pencipta. Agar kita selalu ingat akan tujuan kita hidup di dunia ini. Belajar dari proses kehidupan agar menjadi roh yang lebih baik setelah kita meninggal nanti. Sengsara, kesakitan, kesedihan, perjuangan, keringat, kekaguman, syukur, kerelaan, ketawakalan, kearifan, keikhlasan dan ketulusan merupakan berbagai unsur yang membuat kita belajar dan memahami kehidupan. Hendaklah kita tidak berniat keluar dari unsur-unsur itu, karena dari sanalah kita ini hidup...

Hari ini melalui berbagai liputan media mengenai kejahatan, saya belajar mengenai hakikat hidup.

Thought of the day : communication

It's not enough to just put out a message and hope people "get it."
We have to follow up to be certain we connected -
to make sure the messages received was the same one we intended to give.

- David Cottrell

Friday, March 25, 2011

Memberi

Kemarin saya menerima sebuah cerita yang sangat inspiratif dari teman baik saya, Andreas. Semoga cerita ini juga bisa memberi inspirasi bagi Anda :


Seorang pria paruh baya mempunyai sebuah toko makanan ternak yg tidak begitu laku.Makin hari makin sedikit orang yg beli pakan ternak di toko tsb. Dalam keputusasaanya, Pria tersebut mendapat ide yaitu menginvestasikan 5.000 $ (uang yg cukup banyak pada zaman itu) untuk membeli 1.000 ekor Anak ayam.

Para tetangganya langsung mengejek & menganggap pria itu gila.
Jual pakan ayam saja, Tidak bisa, apalagi jual anak ayam. Mereka lebih heran lagi ketika tahu bahwa anak ayam tersebut diberikan secara GRATIS kepada pembeli pakan ternaknya.
Benar 2x Gila ! Toko mau bangkrut, malah beli banyak anak ayam. Terus membagi bagikan anak ayam tersebut secara Gratis.

Mana ada pebisnis waras yg melakukan itu ?
Nyatanya, setelah ada program gratis anak ayam tersebut, mulai banyak orang membeli ditokonya.
Semakin hari ternyata tokonya semakin laris saja. Setelah diselidiki ternyata pembeli yg menerima Anak ayam gratis itu, kembali lagi.

Mengapa bisa demikian ?
Tentu saja mereka beli makanan ayam untuk anak ayam gratisan itu.

Apa pesan moral dari cerita ini ?
Jangan pernah takut untuk memberi karena memberi adalah langkah pertama untuk menerima.
"Sayangnya banyak orang selalu berpikir yg sebaliknya. Menerima dulu, baru memberi"
Ini yg membuat kita tidak mengalami kemajuan dalam hidup ini.

Mana ada petani yg bisa menuai jika tidak pernah menabur sebelumnya ?
Selama ada kesempatan, jadilah orang yg murah hati.
Beri kebaikan. Beri perhatian. Beri dan beri...
Jangan hanya mau memberi jika ada keuntungan saja.
Ingatlah bahwa hidup ini seperti Gema.

Apa yg kita keluarkan akan kembali kepada kita.
Apa yg kita berikan akan kita dapatkan kembali bahkan berkali kali lipat dari apa yg diberikan.
Mari selalu melakukan kebaikan.

Tuesday, March 15, 2011

Harta Karun Lemari Jadoel

Sabtu kemarin saya bebenah, membereskan dua ruang kerja saya di rumah yang berantakan penuh barang dan buku, dan memasukkan sekaligus merapikannya kembali dalam ruang perpustakaan pribadi yang baru jadi. Saya sudah mau putus asa melihat begitu banyaknya buku yang harus saya rapikan, belum lagi tumpukan kertas dan barang-barang yang dulunya berhasil saya sembunyikan di antara sela-sela laci lemari buku yang lama tapi tekad saya agar semuanya selesai dalam waktu setengah hari membuat saya terbangun pagi-pagi dan mulai membongkar satu per satu mulai dari tumpukan buku terdekat.

Saya cukup kaget sekaligus kagum melihat harta karun yang saya temukan dari onggokan kertas di dua ruangan. Saya menemukan setumpuk surat cinta yang saya kumpulkan dari waktu saya masih di sekolah menengah pertama hingga menjelang kuliah, sebelum akhirnya putus dari kisah asmara jarak jauh yang tak tentu ujung pangkalnya. Tumpukan itu langsung saya buang tanpa saya baca lagi karena tak sanggup membayangkan betapa konyol isinya penuh dengan janji-janji cinta monyet. Saya juga menemukan beberapa surat mendiang ayah dan nenek saya yang seketika itu juga membawa kembali kenangan indah bersama mereka. Saya lalu membuat sebuah file khusus untuk menyimpan surat-surat tersebut. Saya juga cukup kaget bahwa di sela-sela tumpukan kertas itu menyembul pas foto tetangga dan teman baik saya sejak SD yang hingga detik ini masih intens bertukar kabar. Saya lalu memotret pas foto itu dan mengirimkan lewat blackberry messenger kepada teman saya yang sekarang sudah menjadi seorang ibu yang cantik jelita dengan dua anak menjelang dewasa dan ketawa ketiwi atas foto yang sudah berumur lebih dari 30 tahun itu.

Secara ringkas, saya kagum dan terpesona, atas banyaknya "sampah" dan "harta karun" yang saya kumpulkan selama ini. Barang-barang itu memiliki "nilai historis" tersendiri bagi saya dan saya bawa-bawa dari Malang ke Salatiga ke Malang ke Jakarta dan berpindah rumah dari tempat kakak saya ke tempat kos ke rumah pertama saya di Cinere dan akhirnya di rumah yang sekarang. Tadi pagi, saya juga membongkar sebagian lemari pakaian saya, dan menghasilkan dua kantong pakaian yang juga saya bawa-bawa dari rumah ke rumah.

Saat melihat semua harta karun yang sudah saya tata ulang dan sebagian (besar) masuk dalam dus dan kantong plastik, tiba-tiba terbersit : waaaah, kalau dibilang bahwa rumah dan isinya itu cerminan kehidupan kita, aduh betapa runyamnya kehidupan saya : isinya sebagian besar "sampah" dan "harta karun" dari masa lalu yang saya bawa ke mana-mana dan sebagian besar sudah kadaluarsa, usang, tidak pernah saya pakai lagi, tapi for the sake of memory, saya membebani diri saya untuk membawanya kemana saya pergi. Kira-kira begitu juga kah hidup saya?

Jawabnya kurang lebih sama dengan isi lemari saya. Saat saya terdiam sejenak selama 10 menit di pagi hari tadi sebelum berangkat kantor, saya menyadari bahwa pikiran dan hidup saya saat ini isinya sebagian adalah "sampah" dan "harta karun" masa lalu yang membebani dan membuat berat langkah sehingga hidup ini terasa berat, terseok dan tidak memiliki energi lagi. Saya lalu berpikir, kalau semua "sampah" dan "harta karun" masa lalu itu saya buang seperti yang saya lakukan dengan barang-barang dan baju ini, bagaimana ya jadinya? Sejujurnya, saya sungguh lega melihat lemari perpustakaan saya sekarang bersih, rapi dan ringkas. Rasanya ruangan juga menjadi lega dan saya juga memperoleh berbanyak space kosong untuk buku-buku baru saya kelak. Mungkin itu yang akan terjadi kalau saya membuang semua ketakutan, kegagalan dan kepahitan masa lalu : saya menjadi lega, dan punya space untuk berbagai hal baru. Karena semua beban itu "dibuang", maka saya akan merasa ringan dan punya tenaga lagi untuk melangkah...

Saya jadi semangat! Pulang nanti saya melanjutkan aksi sapu jagad yang tadi terhenti karena harus berangkat kantor. Saya juga mau menyapu jagad ruang yang ada di jiwa ini agar punya tempat bagi masa depan dan kehidupan yang lebih exciting ketimbang dibebani masa lalu dan ketakutan-ketakutan yang tak beralasan. Saya membayangkan, hati dan kehidupan saya jadinya lebih bersih, lebih rapi dan lebih legaaa....