Saya mendapat pesan di blackberry messenger yang berisi informasi bahwa seorang teman sekelas di SD akan (akhirnya) menikah bulan Mei ini. Diceritakan pertemuan sang dokter spesialis yang super nerd ini bertemu dengan calon pengantinnya yang ternyata puteri guru SMA kami. Ketika itu si dokter tengah dipanggil untuk mengobati seorang pasien dan ternyata sang calon nyonya ada di sana. Teman saya yang sudah ibu-ibu itu berkomentar,"Ooo so sweet...."
Saya tertawa melihat komentarnya lalu segera mengetik balasan pesan, "you make it sounds sooooo romantic!" Kenyataannya mungkin jauh dari itu. Saya jadi teringat ketika dunia tersihir uforia berita pernikahan Pangeran Charles dan Puteri Diana. Semua hati mata pikiran dan pembicaraan tertuju pada pernikahan akbar itu. Seolah-olah pernikahan kerajaan yang adanya di dongeng-dongeng menjadi kenyataan. Kenyataannya sang pangeran dan sang puteri tidak hidup "happily ever after." Yang ada hanyalah perselingkuhan, balas dendam, pertengkaran dan intrik. Kini setelah puluhan tahun cerita dongeng itu terkubur bersama tewasnya sang Puteri di lorong kota Paris, dunia pun jatuh cinta pada kisah cinta dan pernikahan Pangeran William dan kekasih putus sambungnya Kate Middleton. Sekali lagi angan dan khayalan melambung, menghidupkan pernikahan impian ini.
Terus terang, saya yang hidup dan mengikuti kisah mereka, sedikit banyak terkena kehebohan persiapan pernikahan akbar tahun ini. Kemarin saya melihat iklan program televisi yang didedikasikan khusus bagi pernikahan Will & Kate. Koran Kompas pun setiap hari menurunkan berita yang tidak kecil mengenai perkembangan persiapan pesta akbar ini.
Di tengah kemeriahan fairy tale royal wedding, saya tiba-tiba terhenyak. Iya ya, kita ini senang sekali hidup dalam khayalan. Rasanya nyaman dan nikmat sekali. Karena itu sinetron glamor dan percintaan remeh temeh sangat digemari, tak peduli usia. Apa salahnya membumi? mensyukuri dan menikmati realita walaupun tak seindah mimpi? Justru dengan melihat realita kita tidak tertipu oleh bayangan yang menipu sehingga kita tidak salah hidup atau salah langkah. Tapi tampaknya rakyat dunia memang sedang perlu cuti dari realita. Kita letih dengan resesi yang berkepanjangan, perang tak berkesudahan, kerserakahan dan semua berita negatif yang berputar di sekeliling kita. Belum lagi berbagai kejadian yang bersinggungan dengan kita pribadi.
Saya lalu berpikir, apakah saya terlalu serius menanggapi kehebohan remeh temeh yang ditunjukkan dunia terhadap berita baik pernikahan ini? Rasanya sih iya. Padahal orang cuma sedang butuh hiburan saja, refreshing. Jadi, kalau saya ikutan menikmati berita gembira ini, tak ada salahnya juga. Asal tidak kebablasan, bisa tak bisa kembali dari alam khayali...
No comments:
Post a Comment