Wednesday, January 19, 2011

Membabat Kebiasaan

Jamie Oliver, penulis dan presenter memasak yang kondang di Inggris ternyata diminta oleh pemerintah Inggris untuk membenahi pola makan generasi muda di sana dengan menghampiri sekolah dan mengubah pola makan murid sekolah yang cenderung tidak sehat. Kini pola makan generasi muda di Inggris dinilai telah berubah lebih banyak mengonsumsi buah dan sayuran serta cenderung memilih menu lokal yang lebih sehat ketimbang junk food.

Melihat keberhasilan pemerintah Inggris mengubah pola makan generasi mudanya, pemerintah Amerika lalu mengundangnya untuk membenahi pola makan generasi muda Amerika yang cenderung obes. Jamie terkaget-kaget melihat para siswa menyantap pizza ukuran raksasa untuk sarapan pagi mereka, segala macam goreng-gorengan seperti chicken nugget dan french fries untuk makan siang serta minuman bersoda. Tak satu pun menu sayur dan buah muncul di sana. Ketika ditanya, pengurus kantin mengatakan semuanya sudah sesuai dengan standar USDA yang tak lain kementerian pertanian.

Reaksi murid, guru, dan penduduk setempat? Curiga, marah dan tersinggung. Para pengurus kantin menanyakan apa perlunya Jamie datang ke sekolahnya dan mengganti menu. Mengapa diganti kalau selama ini semuanya baik-baik saja? Murid-murid terkejut dan melongo ketika Jamie mengumumkan tidak ada lagi menu french fries. Radio setempat yang mewawancarainya bahkan mengejek siapa Jamie sampai punya otoritas mengobrak-abrik tatanan yang selama ini dianggap baik dan nyaman.

Kenyataannya sebagian besar anak usia dini dan remaja di Amerika yang terserang obesitas dan tak sedikit yang berakhir dengan food addiction alias ketagihan makan, berakibat bobot rata-rata usia muda Amerika meningkat tak wajar sehingga mengurangi produktivitas negara. Segala macam imbauan sampai Oprah Winfrey sudah melakukan upaya namun tetap tak ada hasil karena rupanya pola makan yang diperkenalkan di usia dini tidak benar sehingga timbul pemikiran mengubah kebiasaan harus dimulai dari sekolah di mana anak menghabiskan hampir 2/3 harinya.

Melihat liputan ini dan bagaimana Jamie tetap optimis bisa melakukan perubahan, saya jadi berkaca. Iya yah, kalau mau mawas diri, saya yakin saya punya kecenderungan ketagihan berbagai kebiasaan buruk. Bukan cuma soal makanan, tapi juga yang berhubungan dengan tabiat yang tanpa saya sadari menghambat perkembangan diri saya, baik batiniah maupun berbagai kemampuan saya yang lain. Saya lalu melakukan kilas balik dan menemukan bahwa di setiap akhir perjalanan hidup yang buruk dan traumatis, ternyata saya mengalami lonjakan pembelajaran, pendewasaan dan sudut pandang yang jauh lebih bijaksana dari sebelumnya.

Saya ingat, setiap awal tahun, saya selalu menatap tahun yang baru ini dengan berbagai pertanyaan apakah saya dapat melampauinya sebaik atau lebih baik dari tahun sebelumnya. Saya selalu merasa bahwa tahun yang ada di hadapan saya adalah tahun yang lebih berat dari sebelumnya. Tapi sekarang saya menyadari, itulah esensi "naik kelas". Saya jadi ingat bagaimana perusahaan saya melakukan evaluasi kinerja karyawan setiap tahunnya. Kami membaginya menjadi kategori set back, stagnan, achiever, star. Set back adalah kalau terjadi kemunduran dari kinerja tahun lalu, stagnan kalau datar-datar saja, achiever kalau bisa menghasilkan lebih dari yang distandarkan, dan star kalau pencapaiannya sangat cemerlang - semuanya dibandingkan dengan performa tahun sebelumnya, dengan demikian diharapkan setiap tahunnya terjadi peningkatan kinerja. Hasil evaluasi itu kemudian dikaitkan dengan peningkatan renumerasi berdasarkan kinerja. Bisa dipastikan mereka di kelompok set back dan stagnan tidak mendapat peningkatan renumerasi yang bisa dibawa pulang.

Hidup ini ternyata seperti itu. Kalau tidak mengalami peningkatan, kita tidak maju. Dan peningkatan itu dicapai ketika kita mau bersakit-sakit dahulu. Karenanya sekarang saya paham pepatah bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian. Hanya saja, dalam hidup, semuanya terjadi dalam siklus yang selalu bergulir sepanjang hidup.

Maka, sebagai kesimpulan semua yang saya tonton di televisi pagi ini dan pemeriksaan batin hari ini, saya mengutip sebuah kalimat yang ditulis di sebuah gelas :

"Life begins at the end of your comfort zone"

Mulai sekarang, ketika dalam situasi sulit, saya akan mengingatkan diri sendiri bahwa apa yang terjadi justru merupakan esensi kehidupan, bukan duri atau hambatan karena dari situlah kita belajar dan naik kelas...

No comments: