Friday, January 28, 2011

Pahlawan Kesiangan

Entah mengapa beberapa hari ini saya disuguhi berbagai peristiwa yang bertema sama. Kemarin, saat sarapan pagi dan melakukan ritual pindah-pindah channel, saya terhenti di Starworld yang menanyangkan film serial komedi "Gary Unmarried" yang saat itu menceritakan Gary merasa hidupnya bagai neraka karena pacarnya yang cantik melakukan berbagai peraturan guna mengubah hidupnya yang suka-suka menjadi teratur dan "berkelas". Puncaknya ia diajak menonton opera yang sama sekali tak dimengertinya, lalu terjadilah pertengkaran sampai keluarlah kata-kata putus. Ia lalu berpikir ulang dan menyadari itikad baik sang pacar maka Gary pun meminta maaf kepada sang pacar dan mengatakan siap untuk dipermak. Reaksi pacarnya? Gembira dan mengajak Gary nonton balet. Seketika itu, padam lah semangat Gary untuk kembali pada sang pacar.

Kemarinnya, pagi-pagi saya mendapat gossip hangat dari seorang teman tentang teman kami yang ingin cerai karena sang suami mata keranjang bahkan berani selingkuh di depan mata. Ternyata teman kami itu sebenarnya tahu kebiasaan sang suami sebelum menikah, hanya saja ia berpikir bahwa perkawinan dan anak akan mengubah semuanya menjadi lebih baik.

Saya heran, kenapa ya kita ini sering mau jadi pahlawan kesiangan? Padahal hati kecil kita tahu bahwa ada kebiasaan atau keadaan buruk yang melekat pada seseorang, tapi kita justru tertantang untuk "membantu" memperbaiki keadaannya, dan berharap berhasil, wah jadi pahlawan yang kemudian dapat tanda jasa besar dari sang pujaan hati, dan si pujaan hati lalu menyerahkan seluruh hidup dan cintanya dan tergantung kepada kita. Well, pengalaman hidup saya mengatakan semuanya mimpi karena kita tahu perubahan itu harus datang dari orangnya sendiri dan bukan dari orang lain yang dengan tegar dan disiplin melakukan pengaturan dan mendirikan pagar-pagar sehingga orang yang ingin kita "tolong" tidak lari dari pakem yang seharusnya dijalani. Face it, that person never change!

Jadi kasusnya adalah, apakah kita mau menerima seseorang seutuhnya, apa adanya. Jangan pernah berpikir, "duuuuh cakeeep ya, sayang suka .... tapi gakpapa deh nanti kalau sudah jadi pacarku, bisa laaaah dididik...." Percayalah, kita sendiri yang akan menyesal karena upaya ksatria kita sia-sia saja. Dan kalau sia-sia, yang dimarahi justru objek kita, yang dibilang nggak bisa mengerti perasaan kita lah, yang ini itulah. Padahal sebetulnya yang perlu disemprot ya kita sendiri. Sudah tahu keadaannya seperti itu, mengapa juga masih cari gara-gara.

Saya jadi ingat film "Object of My Affection" yang dibintangi Jennifer Aniston dan Paul Rudd dimana si cewek jatuh hati pada temannya yang gay, dan berpikir bisa membuat sang pujaan bisa berpaling padanya. Pada akhirnya, ia sendiri yang berurai air mata karena usaha apa pun yang dilakukannya, sang lelaki tetap memilih lelaki lain sebagai pujaannya...

Kembali lagi ke soal teman saya itu, sekarang ia merasa kesal dan tersudut karena ditinggal bersenang-senang oleh suaminya dengan para perempuan lain. Ia lalu mau cerai saja. Saya sih tak berkomentar apa pun karena curhatnya tidak pada saya, dan saya pun tidak memperpanjang masalah ini kepada teman yang bergosip pada saya, tapi kalau saya disodori cerita ini, saya akan bertanya padanya, "waktu elo mau jadi pahlawan, ada plan B nggak kalo gak berhasil, atau di pikiran lo cuma terbayang happy ending seperti film-film Hollywood?" Well, welcome to reality, and ... by the way, what happen to your vow to be there for your spouse in sickness and in health, for better or for worse?

No comments: