Monday, February 14, 2011

Mengalir

Saya baru saja keluar dari rumah sakit. Saya terpaksa bermalam di "hotel" istimewa itu selama sehari karena tekanan saya tiba-tiba naik menjadi 190/130, maka dokter saya mengatakan sebaiknya "tinggal" sehari saja di sini. Tapi istirahat sehari itu menjadi heboh di antara keluarga dan mereka yang tahu, padahal saya sekarang baik-baik saja. Semua itu adalah akibat "kenakalan" saya terlalu rakus melihat segala macam makanan lezat saat mengaduk-aduk isi Jakarta kota dalam rangka Tahun Baru Cina. Bahkan saya sudah periksa ke dokter Munawar, dokter jantung kepresidenan yang kebetulan saya kenal baik, di Rumah Sakit Jantung Binawaluya dan hasilnya semua baik, cuma ya itu tadi, bandel makan.

Kehebohan ini sedikit banyak disebabkan karena dokter saya berpesan agar saya istrirahat total, tidak menerima telepon atau tamu apa lagi yang berhubungan dengan pekerjaan. Namanya orang Indonesia, semakin dilarang, semakin banyak yang ingin tahu kenapa dan sakit apa. Akibatnya tetap saja saya tak bisa mencegah kakak saya datang bersama serombongan sepupu dan tante saya dan membuat heboh karena suara ketawanya keluar sampai ke lorong rumah sakit. Karena tak sempat menengok, maka Sabtu malam kemarin seorang tante dan om saya kemudian mengambil inisiatif cemerlang menjenguk dan menginap di rumah tanpa memberitahu saya.

Tentu saja saya kagetnya setengah mati. Saya tidak siap, bahkan tidak tampak bekas-bekas sakit, apa lagi saya baru saja bermalam minggu dan baru menginjakkan kaki di rumah sehabis acara dinner dan nonton film. Tapi ya, namanya diberi perhatian, saya ya terima juga dan menyiapkan kamar. Ketika jam menunjukkan waktu lewat tengah malam, saya segera menyudahi acara basa basi dengan alasan besok mau ke gereja jadi saya akan mengantar mereka pulang pagi-pagi sebelum ke gereja. Belum selesai bicara, saya menangkap ada yang janggal di meja makan : kaca penutup candle holder saya pecah. Si Tante cuma bilang, "Iya tadi itu kesenggol om, pecah. Gampanglah semprong kayak gitu banyak di Jelambar nanti tante beliin lagi!" Tanpa banyak mulut saya naik ke kamar tidur.

Saya lalu tak bisa tidur. Cukup rasanya! Buat saya kehadiran om dan tante itu sangat tidak menghargai yang punya rumah, meskipun niatnya baik! Saya yang terbiasa semua terencana dan dibicarakan di awal, tidak suka kejutan. Bahkan ibu atau kakak saya yang mau datang ke rumah saja memberitahu terlebih dahulu. Jangan salah sangka, saya senang sekali kalau ada yang datang bahkan bermalam di rumah, akan saya jamu sebaik-baiknya. Saya juga tentu tak akan pernah menolak siapa yang akan datang ke rumah, untuk bermalam sekalipun, but let me know first so I can prepare and be prepared. Siapa tahu saya sudah ada rencana sebelumnya, atau saya sedang tidak dalam keadaan siap menerima tamu, siapa pun itu. Saya juga dalam hati mengomel atas sikap "bela diri" tante soal semprong yang pecah. That's not the issue. Buat saya, kalau salah ya ngaku saja minta maaf and shut up!

Maka, hari Minggunya saya bangun lebih awal, dan "curhat" pada anak si om tante sambil memintanya untuk membantu menasihati orang tuanya agar lebih "thoughtful". Lalu saya bergegas menyiapkan makan pagi dan mengantar mereka pulang ke rumahnya di daerah Jakarta Pusat. Karena di pusat, saya mengubah rencana untuk ke gereja katedral saja, mengikuti misa yang jam 10.30. Saya terlambat 10 menit dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pergi ke gereja katedral, saya berdiri di pojok belakang. Penuhnya orang dan sirkulasi katedral yang kurang baik membuat saya berkeringat dan ingin agar misa cepat selesai saja.

Tapi justru di akhir misa, pastor memberitahu bahwa museum katedral sedang dibuka setelah misa. Museum ini adalah tempat penyimpanan benda-benda sejarah perjalanan agama Katolik yang tidak dibuka setiap saat. Saya sudah lama ingin berkunjung, tapi waktunya tidak pernah klop. Kali ini, tanpa disangka keinginan yang sudah terpendam bertahun-tahun itu terbuka begitu saja dan menjadi pengalaman dan kenangan yang tak akan terlupakan.

Tiba-tiba saya sekali lagi disadarkan untuk berterima kasih kepada om, tante yang datang tanpa disangka-sangka. Kalau tidak karena mereka, saya tak akan repot-repot mau ke Jakarta pagi-pagi mengantar mereka dan ngebut ke gereja siang. Sepulang dari gereja, saya memutuskan untuk mampir ke Grand Indonesia dan menemukan pengganti semprong yang pecah, bagaikan disimpankan untuk saya, karena tinggal satu-satunya.

Tuhan itu luar biasa. Saya lalu memohon ampun atas kekeraskepalaan saya. Saya seketika menyadari bahwa saya tidak bisa membuat segala sempurna. Ketika ada yang terjadi tidak sesuai dengan kehendak, saya hendaknya ingat untuk mengikuti arus tanpa banyak berontak, karena Tuhan sudah punya rencana buat kita.

Saya lalu jadi ingat : rencanaKu bukanlah rencanamu. dan semuanya akan dijadikan indah pada waktunya. Pagi ini saya menerima pesan bbm :

Life is too short
to wake up with regrets
Love the people who treat you right and
forget the ones who don't!
Believe that everything happens for a reason.
If you get a chance - take it
if it changes your life - let it
Nobody said life would be easy
they just promised
it would be worth it!


It certainly is. Terima kasih Tuhan! Terima kasih Om, Tante. I am the one who should apologize. Thank you for the wonderful experience in life, because of you...

No comments: