Tuesday, April 25, 2006

Badan Sehat Bisnis Sehat (a+ October 2003)

BADAN SEHAT BISNIS SEHAT



Dalam berbagai kesempatan di sela-sela coffee break dan business lunch, sering saya ditanya soal olah raga. Bukan karena berat badan yang proporsional dengan tinggi badan saya, tapi pertanyaannya sesungguhnya lebih pada olah raga apa yang saya mainkan untuk membina hubungan bisnis. Jawaban saya tentu mengecewakan si penanya, karena yang diharapkan keluar dari mulut ini tentu “golf”, sedangkan olah raga saya adalah olah raga “selfish” : renang, jogging, dan kalau pun mau ramai-ramai dengan handai tolan, olahraganya ya jalan…. di mall ! (bayangkan berapa kilometer yang harus ditempuh kalau berkeliling mal, apalagi sambil angkat beban menenteng barang belanjaan)

Bukannya saya anti golf. It’s just a matter of choice. Kalau memang tidak tertarik, kenapa harus dipaksakan? Saya cukup prihatin melihat teman saya terkilir karena ngotot mau belajar golf supaya bisa lobbying. Memangnya tak ada cara lain untuk lobbying tanpa menyakiti diri sendiri? Sebetulnya, inti yang diharapkan dari berjam-jam di terik matahari sambil menemani klien memukul bola adalah kedekatan. Lagi pula pemilihan pendekatan melalui olah raga dianggap tepat, karena olah raga adalah sesuatu yang sifatnya pribadi. Kalau sudah dekat secara pribadi, mencairlah semua batu es dan bisnis jadi lancar. Pertanyaannya, iya kalau jadi lancar, kalau kurang? Memangnya membina hubungan bisa terjalin dengan sekali permainan saja. Dan lagi pula apakah betul Anda jadi main sepenuh hati? Saya yakin Anda akan mengalah untuk memenangkan partner bisnis Anda demi meng-golkan transaksi. Dan jangan jangan Anda cuma dijadikan alat aji mumpung saja.

Pada akhirnya semua berpulang pada diri kita pribadi. Seperti yang saya katakan tadi, it’s a matter of choice. Your choice. Hakikatnya, kita berolah raga agar tubuh menjadi bugar. Kalau pun ada tujuan lain yang dititipkan di dalamnya, mungkin perlu kita telaah ulang. Bisa jadi tujuan tersebut sekedar menggunakan olah raga menjadi sarana pendekatan. Kalau Anda tanya saya, jawabannya pasti tak berubah. Saya lebih memilih renang dari olah raga yang lain, and the only reason to it is just because I like swimming. Golf is just not for me. Buat saya, olah raga ya olah raga, yang bisa buat badan saya segar dan bergairah, dan menghilangkan semua lemak yang tak perlu. Soal lobbying, well, saya cari jalan keluar lain…


T/J

Akhir bulan ini adalah awal puasa. Tolong masukan bila saya ingin menyelenggarakan acara buka bersama.

Niat Anda berbuka puasa bersama sungguh mulia. Rencanakan agar acara Anda tidak dilakukan di hari pertama puasa, karena ummat biasanya ingin berbuka puasa dan bertarawih bersama keluarga. Usahakan pula dilakukan di hari kerja dari Senin hingga Kamis. Beri kesempatan hari Jumat, untuk keluarga. Biasanya acara buka puasa diselenggarakan di minggu pertama hingga minggu ke tiga, karena di minggu terakhir, banyak ummat yang sudah mulai sibuk dengan persiapan menjelang Lebaran. Soal menu, yang penting halal, dan menyediakan makanan / minuman manis untuk membatalkan puasa. Jangan lupa menyediakan ruangan Sholat.



CARD TALKS

Saya sering berjumpa kenalan baru yang segera menguap dari ingatan karena kenalan baru tersebut tidak memberikan kartu namanya. Alasannya, lupa atau kehabisan. Sebenarnya, kalau kita lupa membawa kartu, sama saja dengan kita membiarkan kesempatan berlalu. Mungkin kiat yang berikut bisa jadi pegangan:

Coba bongkar isi dompet Anda. Jangan hanya tampak gaya di depan, isinya pun harus bermanfaat. Keluarkan semua kartu dan kertas yang tidak terpakai. Selalu selipkan paling tidak 5 kartu nama Anda.
Pastikan kartu nama Anda mencantumkan nama perusahaan, nama dan jabatan Anda dan alamat serta alamat kontak yang jelas. Soal handphone, terserah Anda. Saya pribadi, lihat-lihat. Tidak semua orang saya beri nomor handphone saya. Karenanya saya sengaja nomor sakti itu tak tercetak di kartu nama. Kalau mau memberi, tinggal ditambah dengan pena.
Biasakan setiap awal pertemuan memberikan kartu nama, dan kalau bisa meminta kartu nama kenalan baru Anda. Ingat kiat : “Semakin luas network, semakin besar kesempatan untuk berhasil”.
Kartu nama juga membantu mengenal lebih dekat kenalan baru kita. Sebaliknya, kartu dapat membantu mengenalkan usaha kita.
Secara regular, periksa lagi isi dompet Anda. Kalau sudah terlalu penuh, seleksi ulang isinya, dan kalau kartu nama sudah habis, isi lagi persediaannya.
untuk acara yang banyak dikunjungi calon kenalan, sediakan kartu nama ekstra banyak. Kali ini tak perlu dimasukkan dompet, cukup kantongi di saku saja.

Inspirasi Dunia Layar (a+ September 2003)

Inspirasi Dunia Layar


Dari keseluruhan film “How to Lose A Guy in 10 Days,” yang paling saya ingat adalah bagaimana sebuah perusahaan perhiasan mengadakan suatu acara untuk memperkenalkan, dan menjual barang-barangnya ke khalayak sasaran. Dalam sebuah adegan di film itu, si pengusaha mengambil resiko besar untuk mengenakan koleksi termahalnya di badan para tamu terpilih sehingga para tamu cantik itu tidak hanya bisa mengkhayal, tapi benar-benar merasakan menggunakan permata pilihannya, selama acara berlangsung. Dan kalau kilauannya menambah cemerlang penampilannya lalu membuat ratusan pasang mata lain kian berkilau karenanya, bukan tak mungkin si pemakai dibuat tak berdaya untuk membawa pulang sang perhiasan, dan meninggalkan setumpuk uang bagi si pengundang.

Sepulang nonton, saya bukannya mendiskusikan jalan cerita si film, malah berkhayal untuk melakukan yang sama untuk produk berbeda di Indonesia. Semakin berkhayal, semakin detil dan seru rencana yang saya buat, lalu tinggal menunggu “korban” siapa klien yang mau membeli ide cemerlang ini.

Ide membuat suatu launch dengan gaya “Moulin Rouge” juga hampir terjual bila klien saya tidak mengubah strategi karena budget yang turun terpaksa berkurang. Tadinya kita sudah berdebat seru, siapa yang akan menjadi Nicole Kidman, bergelantungan menyisir para tamu dengan gaya yang seronok.

Dalam banyak hal, film yang kita saksikan saat ingin lari dari kejenuhan sehari-hari, justru merangsang otak kita untuk menghubungkannya dengan hidup dan pekerjaan kita. Banyak film yang bercerita tentang profesi tertentu, dokter, konsultan hokum, praktisi bursa, sampai ke dunia iklan dan kehumasan. Dalam film ringan “the American President” misalnya, saya banyak mendapat masukan tentang cara kerja tim humas kepresidenan dalam menangani suatu issue tertentu.

Saya juga pernah sangat terinspirasi dengan film “Father of the Bride” dan menerapkan keindahan dan keromantisannya untuk pesta pernikahan saya sendiri. Nobody ever forgets that beautiful moment, bahkan setelah semuanya berakhir.

Tukang mimpi kah saya? Maybe yes, maybe not. Mungkin saya sekedar menyerap beberapa hal sekaligus saat menonton film. Kerenyahan ceritanya, keindahan bintang dan settingnya, dan hal-hal lain yang kadang hanya pendukung, namun memberi banyak masukan untuk kehidupan keseharian dan pekerjaan saya.

Saya pernah sebal setengah mati dengan film macam Matrix Reloaded dan The Lord of the Ring yang main potong saja untuk mengakhiri filmnya. Tapi dari situ saya jadi terinspirasi, bahwa inilah hidup. Kadang kita tidak bisa menerima kenyataan, bahwa sesuatu yang berakhir terpotong di tengah jalan tetaplah akhir dari suatu kejadian. Inspirasi yang sebetulnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan film yang saya tonton!
So, the next time you watch a movie, broaden your horizon. Jangan terpatok pada dimensi cerita saja, tapi perhatikan unsur lain yang mendukungnya. Siapa tahu muncul ide segar, bukan dari cerita utama, tapi detil yang terkecil dari film itu, atau sebersit kalimat yang diucapkan “sambil lalu” oleh seorang peran pembantu, yang kalau diwujudkan, bisa menambah tebal dompet Anda..

You are Who You are (a+july 2003)

YOU ARE WHO YOU ARE



Rekan kerja saya di kantor orangnya luar biasa smart, tajam dalam berpikir dan visinya selalu melompat ke depan. Sejak perusahaan ini dipegangnya, tak terhitung pembenahan dan penyegaran yang dilakukannya sehingga prestasi kami pun melesat pesat.

Berbagai kegiatan kami lakukan untuk peningkatan performa perusahaan, termasuk melakukan benchmarking dengan perusahaan sejenis. Buat saya, mulanya the benchmarking sounds a very good and important idea. Kita jadi tahu apa yang kurang dalam diri kita dan sekaligus tahu bagaimana meningkatkannya. Lama kelamaan, acara ini lebih jadi beban, karena akhirnya, rekan saya merasa kita harus melakukan ini seperti perusahaan “A”, karena ternyata klien-kliennya suka sekali dengan cara laporan mereka, dan kita harus melakukan itu seperti perusahaan “B” karena point itu menjadi selling point mereka dalam menggaet konsumen. Sampai pada suatu titik tertentu, saya bilang, “Stop this!”

Akhirnya, tumpah juga uneg uneg saya. Pembenahan untuk peningkatan mutu layanan, sah-sah saja, dan harus dilakukan. Tapi jangan sampai semuanya ini mengubah identitas diri kita. Klien memilih kita bukan karena kita adalah B, atau C atau D. Klien memilih kita karena kita adalah kita. Kalau Klien memilih kita karena alasan B,C, D, they might as well hire those people, and not us! Akhirnya kami melakukan SWOT analysis dan melakukan berbagai penyegaran tanpa kehilangan jati diri. Hasilnya, langsung terasa. Kami tampil lebih berkarakter dan kepercayaan yang diberikan kepada kami pun semakin bertambah banyak.

Dalam kehidupan sehari hari, hal ini sering terjadi. Bahkan pepatah pun mengungkapkan “rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau”. Sering kita tergoda untuk menjadi si ini dan si itu. Mungkin yang harus kita lakukan adalah mawas diri untuk mengenali siapa jati diri kita sebenarnya supaya identitas diri kita tidak terkoyak, sehingga pengembangan diri atau perusahaan kita menjadi cemerlang tetapi masih bisa dikenali ciri ciri utamanya yang positif dan bukannya malah ditinggalkan karena mereka sudah “tak mengenal” kita lagi. Mungkin ada baiknya kita melihat saat kita merawat bunga. Ada kalanya kita memangkas ranting yang mengganggu, atau melekuk tangkai yang menjulur, memberi pupuk sehingga bentuk dan bunga merekah lebih indah, namun ia tetap bunga mawar dan bukannya berubah menjadi anggrek….

Berkacalah padaku (a+ may 2003)

BERKACALAH PADAKU!



Belakangan ini, saya mulai mengalihkan perhatian saya dari media-media serius yang hampir seluruh isinya tersita perang Irak, ke media-media hiburan yang cenderung bergosip ria. Rasanya seperti siraman air es di tengah kejenuhan gempuran informasi yang isinya membuat suram hidup. Kali ini, yang saya buka adalah majalah lokal yang isinya lebih mirip katalog untuk menjajakan tubuh model yang penutup tubuhnya pun terasa tak muat menanggung beban. Tiba-tiba mata saya tertumbuk pada iklan sebuah mobil mewah yang menawarkan model terbarunya. Wow! What is this! In the middle of all of these? Dasar orang komunikasi, adrenalin saya yang tadinya terpacu oleh gambar mulus, jadi beralih ke iklan ini.

Coba sekarang kita buat role-play. Kalau Anda jadi marketing manager nya, di (media) mana Anda akan memasang iklan Anda (baca: mengkomunikasikan produk Anda)? Sering kali, kalau saya meeting dengan klien untuk membahas target media, mereka cenderung memberi usulan berdasarkan pengalaman pribadi mereka. Mungkin ada kepuasan dan kebanggaan tersendiri bila melihat produk yang ditanganinya, dimuat di majalah atau koran kesayangannya. Kalau tidak, rasanya program pemasaran dan komunikasi yang sudah disusun kurang efektif, karena “tidak terbaca” oleh kita. Atau soal pemilihan tempat pameran. Sepertinya pameran kita hebat kalau diadakan di klub atau mall yang biasa kita datangi, karena nanti pasti ada respons dari teman teman kita yang melintas di depan counter pameran. As for the ad above, argumen yang saya dapat adalah, “nggak usah munafik lah, banyak lho eksekutif berduit, yang membaca majalah kayak gini.” Ya mungkin, benar, tapi sudahkah terpikir apakah majalah itu sesuai dengan “positioning” produk Anda? Apakah betul, pembaca majalah itu adalah profil yang tepat bagi produk Anda? Jangan-jangan itu hanya karena diam-diam Anda sendirilah fans fanatik majalah itu?

Kalau sudah begitu, mungkin ada baiknya kita back to basic. Yang dimaksud komunikasi itu: “siapa berkata apa kepada siapa dengan sarana apa dengan cara apa dan dengan reaksi apa yang diharapkan dari si pendengar.” Yang jadi fokus kita kali ini adalah siapa, sarana apa, dan reaksi apa. Sarana jadi penting karena mau tidak mau majalah, atau koran atau teve yang menjadi sarana kita, juga punya positioning dan personifikasi sendiri, yang harus sesuai pula dengan positioning dan personifikasi produk kita. Kedua unsur ini kemudian menyatu dengan profil, positioning dan personifikasi pembaca yang menjadi target audience kita.

Majalah yang kita baca contohnya, a+. Majalah ini memiliki positioning dan attitude dan personifikasi tersendiri. Itulah mengapa, walaupun target pembacanya dan distribusinya sangat fokus, majalah ini tetap diminati oleh berbagai produk yang memiliki profil dan positioning yang sama dengan profil majalah dan pembacanya. Sayangnya banyak media yang kurang jaga diri. Setelah profil terbentuk, mata mulai hijau, dan iklan apapun diterima, jadilah lembaran majalahnya seperti pasar kelontong, apa juga ada.

Di sinilah pentingnya kita meneliti dulu semua aspek sebelum menentukan pilihan. Kalau perlu, adakan riset dulu. Kini, mari kita simulasi lagi, kalau Anda jadi Marketing Manager, media mana yang Anda pilih untuk keperluan Anda? Tips saya hanya satu, yang mau Anda ajak bicara adalah target audience Anda, bukannya Anda sendiri. Jadi, pilih sarana yang merupakan cerminan sinergi profil dan positioning produk dan target pembelinya.

T/J

T. Saya baru saja kembali dari luar negeri dan akan meneruskan usaha ayah di Indonesia. Saya punya gelar doktoral dan pengalaman kerja di sana. Anda punya saran buat saya?
J. Kalau Anda punya daya tawar pada ayah Anda dan punya kemewahan dari segi waktu, saran saya : bekerjalah dahulu di sebuah perusahaan nasional yang dasarnya adalah perusahaan keluarga, barang dua atau tiga tahun. Jangan melamar di perusahaan publik yang sudah established, apa lagi yang multi nasional. Juga jangan melamar kerja atas dasar KKN. Ini penting buat Anda. Amati, rasakan, dan resapkan semua kejadian di sana, suka dan dukanya. Saat Anda bekerja, Anda akan ditempa untuk memiliki cara pandang down to earth dan mengerti benar masalah yang dialami sebuah perusahaan keluarga di negeri tercinta ini. Setelah itu, saat masuk ke perusahaan Ayah, kalau bisa, mulailah bukan dari posisi puncak. Kalau Anda tak punya kesempatan “magang”, saran saya: banyak lah bergaul dengan karyawan bawah hingga atas, pasang mata, telinga, hati dan pikiran. Jangan terburu-buru menerapkan teori dan pengalaman yang pernah Anda dapat di luar negeri. Dijamin, semua angan dan idealisme saat Anda baru menjejak kaki di pertiwi, berganti menjadi kedewasaan seorang pemimpin yang bijaksana, yang memiliki pengetahuan mendunia, tapi dengan keteguhan dan mata hati yang membumi.


I am My Own Boss

Kata sebagian orang, you have to have guts untuk memutuskan keluar dari perusahaan untuk kerja sendiri. Saya pernah mengalaminya, dan terkaget-kaget karena banyak hal yang ternyata tidak masuk dalam perhitungan professional saya:
1. Memilih partner yang tepat. Kalau partner usaha Anda adalah sahabat atau saudara, bersiap-siaplah pada kemungkinan terburuk: Anda kehilangan sahabat dan saudara Anda. Pilih partner yang Anda kenal karena hubungan kerja, bukan karena hubungan pribadi. Banyak bukti menunjukkan, mereka yang “fun” di ajak jalan, malah jadi partner kerja yang paling “irritating”, apalagi kalau sudah bicara soal duit dan kedudukan.
2. Banyak tetek bengek yang tidak masuk hitungan karena di tempat kerja kita, semuanya beres berkat sistem dan posedur yang sudah mapan. Mulai dari pengurusan izin, sampai urusan mengatur office boy yang bikin pusing.
3. Percaya diri perlu, optimisme apalagi, tapi jangan terlalu mengandalkan angan-angan matematika Anda soal billing yang akan masuk ke kantong setelah Anda hengkang dari kantor Anda yang sekarang. Siapkan diri juga untuk yang terburuk. Baiknya, singsingkan lengan baju. Lihat Peluang. Peluang. Peluang. Dan Kerja Keras. Kerja Keras. Kerja Keras. Klien yang biasa setia kita dampingi, akan berpikir panjang sebelum memutuskan meng”hire” Anda. Mungkin karena mereka memahami, bahwa keberesan kerja seseorang, ada kaitannya juga dengan keseluruhan kinerja perusahaan yang menaungi Anda. Sebagai perusahaan baru, kita harus membuktikan dulu kinerja kita.
4. Kerja sendiri bukan berarti semaunya sendiri. Kini Anda pemilik, yang punya tanggung jawab atas anak buah, dan berkembangnya usaha Anda. Tanggungan Anda juga tidak sebatas anak buah, ada sekian puluh perut yang bergantung atas ketangguhan Anda. Jargon “enak, bisa mengatur waktu kerja sendiri” jadi lebih tricky.
5. Despite everything happened, jaga bara semangat dan percaya diri kelompok kerja Anda, tapi jangan terbakar karenanya.
6. Satu ini, pegangan teguh saya dalam berkarya. Bekerja dengan tulus dan jujur, dan jangan pernah “maruk”. Saya selalu ingat pepatah “God loves the needy, not the greedy”.
7. Last but not least. Doa. Doa. Doa. Bukan melempar tanggung jawab pada Tuhan, tapi mohon bimbingan dan restuNya. Bekerjalah menurut ridhoNya dan berserahlah padaNya. Kata-kata “ora et labora” tidak diciptakan sekenanya. Karena itu berbuatlah sesuai urutan. Berdoalah (ora) dahulu, baru bekerja (labora).

Up Hill Down Hill ( a+ april 2003)

UP HILL DOWN HILL

Selama bekerja, saya berjumpa berbagai orang yang luar biasa suksesnya dan from time to time, memberi inspirasi kepada saya. Dalam suatu kesempatan silaturahmi, saya pernah mengobrol santai dengan Bpk. William Soeryadjaya, pendiri Astra International, dan mendapat masukan berharga darinya, bahwa apa yang dimiliki, patut disyukuri, dan kalau suatu saat lepas dari genggaman kita, kitapun patut mensyukuri bahwa kita pernah diberi kesempatan untuk memilikinya. Itu karena semua yang ada di dunia ini, bukan milik kita, melainkan dipinjamkan olehNya. Pengalaman ini diperoleh, saat Beliau “bangun kembali” setelah terpental dari perusahaan tersebut. Bahkan, Beliau mengaku kini dapat berkata dengan bangga bahwa perusahaan otomotif nasional nomor satu di negeri ini toh lahir dan menjadi besar dari hasil keringatnya. Nasihat Beliau sampai saat ini menjadi pegangan, saat kehilangan sesuatu yang sangat saya sayangi.

Ada satu lagi yang ingin saya bagikan dengan Anda. Di awal karir, saya banyak berurusan dengan Bpk. Djoenaedi Joesoef, pendiri PT Konimex Indonesia yang terkenal dengan obat-obatan over the counternya. Sampai detik ini banyak pengalaman dan nasihat Beliau yang menjadi pijakan saya. Pernah Beliau mengatakan, “Bila kita sedang mendaki ke atas bukit, jangan pernah mendorong atau menyingkirkan orang yang kita lalui, karena kalau kita tergelincir, orang yang kita dorong akan membiarkan kita terjerembab, sambil mengejek dan mencemoohkan, sedang orang yang kita lalui dengan baik, akan menahan kita sehingga kita tidak terjatuh.”

Gambaran yang diberikan Beliau menjadi pegangan saat saya menapaki tangga karir. Kini, sesibuk apapun, saya selalu berusaha menyediakan waktu bila ada teman atau adik kelas, mantan tetangga belasan tahun lalu atau siapapun juga yang pernah bersinggungan dalam hidup ini, ingin berjumpa atau sekedar menelepon. Saya tak mau jadi orang “lain” saat sudah di tangga atas. Kalau bisa membantu, kenapa harus membiarkan? Toh suatu saat nanti, siapa tahu, giliran kita yang dibantu. Kalau bisa bersahabat dengan siapa saja, kenapa kita harus cari musuh? Toh kita tak pernah tahu kapan dan siapa yang akan kita hadapi. Seringkali, hidup kita justru terselamatkan oleh mereka yang “bukan orang (penting)”. Saya justru merasa ada artinya dan bahagia, saat teman sekolah yang sudah sekian tahun tak berjumpa dapat bersenda gurau nyeletuk, “aduh, kamu itu ya tetep saja ya seperti dulu, tukang guyon (becanda)!” meskipun dia menggenggam dua kartu nama saya yang berbeda, direktur ini dan direktur itu. Toh, di hadapannya, saya memang teman berantemnya saat main gundu dulu. Lagi pula, kalau dihitung, orang yang jauh lebih berhasil dari saya jumlahnya tak terhitung, dan saya toh bukan apa apa. Jadi, tak ada alasan untuk berlagak “berbeda”.

Karena itu, meskipun di dunia ini banyak sekali teori sukses, saya akhirnya merumuskan tiga kriteria. Di luar faktor untung, kesempatan dan segala macamnya, menurut kilas balik kerja saya yang sekian belas tahun itu, sukses tergantung dari keberhasilan kita berkomunikasi (kemampuan kita mengutarakan pesan kunci kita ke khalayak pendengar, apakah itu seorang direktur, atau tukang sapu), keluasan jaringan kenalan kita (network. Semakin luas network kita, semakin besar kemungkinan keberhasilan kita) dan kemampuan kita memposisikan diri kita, alias self-positioning (kalau kita memposisikan diri sebagai seorang winner, then we will act as a winner, think as a winner, dress as a winner, talk as a winner, and so forth…). Begitulah yang saya petik dari pengalaman orang lain. Mungkin,siapa tahu, kini giliran Anda memetik sesuatu dari pengalaman hidup saya.



Meja Kerja Cermin Pribadi Anda

Dari sekian email yang di forward kepada saya, salah satu yang menarik adalah mengenai tatanan meja kerja. Liza Kanarek dalam bukunya “Everything’s Organized” mengatakan bahwa tatanan atau susunan barang di meja bisa mengungkapkan siapa diri Anda sebenarnya. Paling tidak ada empat jenis meja kerja :

Meja Berantakan
Di atas meja ini, kertas, buku, dokumen, alat tulis, dan surat dibiarkan dalam keadaan “semrawut”, tapi herannya pemilik meja tidak merasa terganggu.
Pengguna meja ini adalah pekerja kreatif, tapi sayangnya mereka kurang bisa diandalkan dan sulit membagi pekerjaan berdasarkan skala prioritas. Namun, juka moodnya sedang bagus, mereka bisa menyelesaikan tugas dengan tuntas dan memuaskan.

Meja Kosong
Meja ini nyaris selalu terlihat kosong melompong. Di atasnya hanya terdapat komputer dan telepon. Sema peralatan kerja lainnya seperti kertas dan alat tulis diletakkan dalam laci meja, sekalipun pemakainya sedang bekerja. Mereka baru mengambilnya bila ingin menggunakannya.
Pemilik meja ini menunjukkan pribadi yang serius dan disiplin dalam bekerja, sehingga kadang terkesan kaku dalam pergaualn.

Meja Bersahabat
Meja jenis ini terlihat semarak. Di atasnya terdapat foto pribadi dan keluarga, boneka lucu dan berbagai pernak pernik.
Pemilik meja ini adalah orang yang terbuka dan humoris. Walau terlihat santai, mereka cukup kretif dan dapat diandalkan sera bertanggungjawab atas semua tugas yang dibebankan kepadanya. Mereka umumnya menjadi sahabat bagi rekan kerjanya.

Meja Formal
Meja ini tampak rapi bersih. Buku dan file tersusun rapi di atas meja. Apa yang terlihat di meja adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan.
Mereka yang memiliki meja ii termasuk orang yang serius dalam bekerja, tetapi bukan orang yang “kaku”. Mereka cukup fleksibel menghadapi rekan kerjanya. Mereka bisa membedakan kapan waktu bekerja dan kapan untuk bercanda. Mereka juga cukup dewasa dalam menghadapi berbagai permasalahan di kantor.

Sekarang, kalau Anda diundang rapat di kantor rekan kerja, Anda bisa menebak lebih dahulu, macam mana orang yang Anda jumpai lewat lirikan ke meja kerjanya.

T/J : Man vs Woman

T : Atasan saya yang baru adalah seorang wanita. Sulit rasanya menerima kehadirannya, karena sebagai seorang pria, mestinya kami memimpin, bukan dipimpin. Bagaimana saya harus mengatasi situasi ini? Apakah sebaiknya saya keluar saja?

J : Wake up, man! Jaman sudah berubah, mengapa Anda masih terhenti di seputar issue gender? Pria dan wanita sama saja. Atasan Anda terpilih bukan karena dia seorang pria atau wanita, tetapi karena dianggap (paling) layak menduduki jabatan itu. Sebaiknya Anda membuang jauh-jauh pikiran yang membeda-bedakan itu, dan mulai berkonsentrasi mewujudkan prestasi kerja Anda dan bekerjasama dengannya dalam mewujudkan target perusahaan. Kalau tidak, jangan-jangan, jika atasan Anda pria, Anda mulai meng-complain nya karena dia masih seumur jagung, sedang Anda sudah sekian lama stagnan di posisi yang sama.***

Travel Report : Rotorua, New Zealand


ROTORUA
Mencuri Waktu ke Alam Lukisan


Jadwal kunjungan saya di New Zealand kali ini padatnya luar biasa. Diawali dengan kunjungan minum teh di KBRI, hingga ke parlemen dan bertemu Menteri Perdagangan setempat serta sederetan acara kerja formal lainnya antara Wellington dan Palmerston North. Karenanya, begitu ada kesempatan menyelipkan jadwal istirahat, sebelum melanjutkan perjalanan ke Hamilton dan Auckland, buru-buru saya angkat kaki ke Rotorua, tempat wisata terbaik di antero Selandia Baru.

Rotorua yang berpenduduk 75 ribu jiwa seakan tahu bagaimana remuknya badan saya. Saat turun dari pesawat, sirna sudah alam Wellington yang dingin dan muram hujan. Matahari sore bersinar terang membuat saya lupa bahwa saat itu New Zealand sedang di puncak musim dingin. Tata kotanya pun menyiratkan bahwa Rotorua adalah area wisata, bukan tempat kerja.

Saat membongkar koper, saya mengintip jendela kamar yang langsung berhadapan dengan Polynesian Spa, dengan latar belakang Danau Rotorua yang penuh kedamaian. Pemandangan indah itu dihiasi oleh kepulan asap belerang yang membuatnya seperti mangkuk sup raksasa.

Saya tak mau kehilangan waktu lagi. Segera setelah mandi, saya langsung bersiap menunggu kedatangan jemputan bis menuju ke desa wisata Maori, Tamaki Village. Suku Maori memang banyak tersebar di Pulau Utara New Zealand dengan konsentrasi di pesisir timur dan tengah. Suhu dan cuaca di daerah utara memang jauh lebih bersahabat ketimbang daerah selatan yang berdekatan dengan Kutub Selatan, terlebih bagi suku yang lebih banyak bertelanjang dada ini. Saat tiba di pintu desa, kami disambut oleh upacara penerimaan tamu khas Maori, Powhiri. Saya sudah berkali-kali melihat upacara ini diperankan oleh anak-anak New Zealand International School di Jakarta, tapi yang saya alami di desa ini sungguh luar biasa dramatis dan magis. Saat itu juga, saya merasuk ke alam Maori.

Desa Tamaki merupakan replika sebuah desa tradisional Maori. Suasana bulan purnama di malam yang dingin dan senandung alat musik tiup maori berbaur dengan teriakan binatang malam menghidupkan suasana desa itu. Para penduduk ada yang sibuk latihan perang, merias tato di wajah dan remajanya asyik bercengkrama. Sebuah teriakan memanggil kami untuk berkumpul dan menyaksikan pertunjukan budaya Maori. Sepintas seperti suku Hawaii, sepintas lagi seperti suku Nusa Tenggara. It gives me a mixed feeling. Memang, kalau dilihat dari sejarahnya, Suku Pasifik melintas Indonesia saat menuju Selandia Baru. Selain kesamaan musik dan ragam pahatan, bahasa kita pun berpadu. Kalau kita bilang , “dua, lima”, bahasa Maori mengatakan, “dua, rima”. Malam itu saya dijamu makanan khas Maori, Hangi, yang dimasak di atas bara batu sepanas 900 derajat Celcius. Ada ayam, ikan, ubi-ubian dan kentang. Kebanggaan bangsa Maori dalam menggelar budayanya menggores dalam di hati. Sampai hari ini bila kebetulan Anda ikut di mobil saya, Anda akan mendengar dendang Maori keluar dari sela sela speaker mobil.

Tujuan saya di pagi hari adalah Agrodome, sebuah peternakan luas yang penuh atraksi. Ada pertunjukan mencukur domba, ada lagi pengalaman memerah susu sapi, juga semarak dengan kelincahan anjing penjaga domba. Saya sempat mengelus-elus salah satu domba di sana, rasanya seperti mengelus mantel bulu. Sayangnya saya sudah keburu dijemput seorang rekan untuk berlayar di danau, sehingga tak sempat mengikuti tour keliling peternakan. Melihat saya bersungut, ia menghibur nanti sore akan dibawa ke peternakan sapinya.

Kekesalan saya segera sirna begitu kami melampaui kelokan bukit dan hutan yang menyajikan pemandangan New Zealand yang murni dan breathtaking! Tak salah bila sutradara Lord of the Rings menjadikan New Zealand tempat shooting mereka! Sepintas danau Tarawera yang menjadi tujuan kami tersembul di balik sebuah pondok. Seorang nakhoda menyambut ramah, dan kami dipersilakan melangkah ke belakang rumah. Saya terpaku beberapa saat. Rasanya saya masuk ke dalam alam lukisan yang maha indah. Saya segera mengabadikannya dengan kamera digital handphone dan langsung mengganti wall paper yang ada.

Perlahan kami menyusuri danau dengan kapal pesiar. Antara mimpi dan kenyataan, saya mensyukuri kebesaran Tuhan atas ciptaanNya. Sulit bagi saya untuk melukiskan keindahan yang belum pernah saya saksikan sebelumnya. Lukisan alamnya sungguh murni tak terusik, bahkan airpun terlihat jernih hingga kedalaman. Saat tiba di salah satu tepian, terlihat kepulan asap panas air belerang. Saya mencoba turun, berjingkat di atas pasir panas. Teman saya segera menceburkan diri dan berendam. Di atas kapal, harum bau ikan trout sudah menunggu. Ikan Trout termasuk jenis yang dilindungi dan hanya boleh ditangkap dan dimasak jika yang bersangkutan memiliki ijin khusus. Rasanya? Highly recommended!

Dalam perjalanan pulang untuk bersiap santap malam, teman saya menepati janji untuk berhenti di peternakan sapi. Gambaran tebaran sapi berlatar belakang pegunungan hijau terwujud sempurna di sana. Saya sempat mengintip pemerahan susu yang dilakukan secara otomatis, lalu beralih bermain bersama bayi sapi yang baru berumur sehari. Mungkin, New Zealand adalah satu satunya negara di dunia ini yang jumlah sapi dan manusianya berbanding seimbang. Tak heran jika negara ini menjadi pengekspor produk olahan susu terbesar di dunia.

Makan malam kami kali ini berada di puncak bukit tertinggi di Rotorua. Kami mendakinya dengan kereta gantung yang memamerkan keindahan gemerlap kota kecil itu dari atas awan. Rasa takut ketinggian saya segera terhapus terbius indahnya pemandangan.

Selesai makan, bukan berarti acara malam itu usai. Saya menyelinap di kehangatan Polynesian Spa dan merasakan kemewahan berendam di kolam belerang di bawah taburan bintang dan bulan. Hilang semua rasa penat dan beban di hati. Di sudut kerling, terlihat sepasang kekasih memadu asmara di antara hangatnya air, seolah tak peduli malam sudah larut dan bulan sudah mulai bersembunyi. Saya pun larut dalam ketenangan dan kejernihan malam. Tak peduli esok pagi harus memulai tugas kerja lagi, dan melanjutkan perjalanan ke Auckland…





HOTEL

Millenium Rotorua
Corner of Eruera and Hinemaru Streets, Rotorua
Tel. +64 7 347 1234
Fax. +64 348 1234
millennium.rotorua@cdlhms.co.nz

Solitare lodge
Ronald Rd, Lake Tarawera
Tel. +64 7 362 8208, 0 800 765 482
Fax. +64 7 362 8445
solitaire@solitairelodge.co.nz


RESTAURANT/ PLACES OF INTERESTS

Skyline skyrides
Fairy Springs Road, Rotorua
Tel. +64 7 347 0027
Fax. +64 7 348 2163
enquiries@skylineskyrides.co.nz
www.skylineskyrides.com

Tamaki Maori Village
Booking for pick up service at hotel Tel. +64 7 346 2823
Fax.+64 7 347 2913
bookings@maoriculture.co.nz
www.maoriculture.co.nz

Agrodome
Western Road, Ngongotaha
Rotorua
Tel. +64 7 357 1050, 0 800 339 400
Fax. +64 7 357 5307
info@agrodome.co.nz
www.agrodome.co.nz

Polynesian Spa
Hinemoa Street, Rotorua
Tel. +64 7 348 1328
Fax. +64 7 348 9486
info@polynesianspa.co.nz
www.polynesianspa.co.nz


Clearwater Charters (boat charter and lunch on board on Lake Tarawera )
537 Spencer Road, Lake Tarawera, RD 5
Rotorua
Tel. +64 7 362 8590
Fax. +64 7 362 8591
cruise@clearwater.co.nz
www.clearwater.co.nz

CUACA

Suhu terhangat di New Zealand adalah pada bulan Desember, Januari dan Februari. Musim dingin pada bulan Juni, Juli dan Agustus. Di musim dingin, temperature berkisar antara 4 – 14 derajat Celcius, bervariasi 3 derajat tergantung arah angin.

UANG

New Zealand dollar susah didapat di Indonesia, karena itu saran saya adalah menukar USD Anda di New Zealand dan menukarkan lagi uang New Zealand Anda saat meninggalkan negeri itu.




Friday, April 07, 2006

Greetings

Welcome to the world of Lawrence Tjandra. This is the place where you can celebrate life to the fullest. Find out places I have visited, read to the articles published in media, or share thoughts on diverse issues of life. While many of the articles will be written in Bahasa Indonesia, you are very welcome to communicate in English. Hope you enjoy being with me today.

with care,
Lawrence Tjandra