UP HILL DOWN HILL
Selama bekerja, saya berjumpa berbagai orang yang luar biasa suksesnya dan from time to time, memberi inspirasi kepada saya. Dalam suatu kesempatan silaturahmi, saya pernah mengobrol santai dengan Bpk. William Soeryadjaya, pendiri Astra International, dan mendapat masukan berharga darinya, bahwa apa yang dimiliki, patut disyukuri, dan kalau suatu saat lepas dari genggaman kita, kitapun patut mensyukuri bahwa kita pernah diberi kesempatan untuk memilikinya. Itu karena semua yang ada di dunia ini, bukan milik kita, melainkan dipinjamkan olehNya. Pengalaman ini diperoleh, saat Beliau “bangun kembali” setelah terpental dari perusahaan tersebut. Bahkan, Beliau mengaku kini dapat berkata dengan bangga bahwa perusahaan otomotif nasional nomor satu di negeri ini toh lahir dan menjadi besar dari hasil keringatnya. Nasihat Beliau sampai saat ini menjadi pegangan, saat kehilangan sesuatu yang sangat saya sayangi.
Ada satu lagi yang ingin saya bagikan dengan Anda. Di awal karir, saya banyak berurusan dengan Bpk. Djoenaedi Joesoef, pendiri PT Konimex Indonesia yang terkenal dengan obat-obatan over the counternya. Sampai detik ini banyak pengalaman dan nasihat Beliau yang menjadi pijakan saya. Pernah Beliau mengatakan, “Bila kita sedang mendaki ke atas bukit, jangan pernah mendorong atau menyingkirkan orang yang kita lalui, karena kalau kita tergelincir, orang yang kita dorong akan membiarkan kita terjerembab, sambil mengejek dan mencemoohkan, sedang orang yang kita lalui dengan baik, akan menahan kita sehingga kita tidak terjatuh.”
Gambaran yang diberikan Beliau menjadi pegangan saat saya menapaki tangga karir. Kini, sesibuk apapun, saya selalu berusaha menyediakan waktu bila ada teman atau adik kelas, mantan tetangga belasan tahun lalu atau siapapun juga yang pernah bersinggungan dalam hidup ini, ingin berjumpa atau sekedar menelepon. Saya tak mau jadi orang “lain” saat sudah di tangga atas. Kalau bisa membantu, kenapa harus membiarkan? Toh suatu saat nanti, siapa tahu, giliran kita yang dibantu. Kalau bisa bersahabat dengan siapa saja, kenapa kita harus cari musuh? Toh kita tak pernah tahu kapan dan siapa yang akan kita hadapi. Seringkali, hidup kita justru terselamatkan oleh mereka yang “bukan orang (penting)”. Saya justru merasa ada artinya dan bahagia, saat teman sekolah yang sudah sekian tahun tak berjumpa dapat bersenda gurau nyeletuk, “aduh, kamu itu ya tetep saja ya seperti dulu, tukang guyon (becanda)!” meskipun dia menggenggam dua kartu nama saya yang berbeda, direktur ini dan direktur itu. Toh, di hadapannya, saya memang teman berantemnya saat main gundu dulu. Lagi pula, kalau dihitung, orang yang jauh lebih berhasil dari saya jumlahnya tak terhitung, dan saya toh bukan apa apa. Jadi, tak ada alasan untuk berlagak “berbeda”.
Karena itu, meskipun di dunia ini banyak sekali teori sukses, saya akhirnya merumuskan tiga kriteria. Di luar faktor untung, kesempatan dan segala macamnya, menurut kilas balik kerja saya yang sekian belas tahun itu, sukses tergantung dari keberhasilan kita berkomunikasi (kemampuan kita mengutarakan pesan kunci kita ke khalayak pendengar, apakah itu seorang direktur, atau tukang sapu), keluasan jaringan kenalan kita (network. Semakin luas network kita, semakin besar kemungkinan keberhasilan kita) dan kemampuan kita memposisikan diri kita, alias self-positioning (kalau kita memposisikan diri sebagai seorang winner, then we will act as a winner, think as a winner, dress as a winner, talk as a winner, and so forth…). Begitulah yang saya petik dari pengalaman orang lain. Mungkin,siapa tahu, kini giliran Anda memetik sesuatu dari pengalaman hidup saya.
Meja Kerja Cermin Pribadi Anda
Dari sekian email yang di forward kepada saya, salah satu yang menarik adalah mengenai tatanan meja kerja. Liza Kanarek dalam bukunya “Everything’s Organized” mengatakan bahwa tatanan atau susunan barang di meja bisa mengungkapkan siapa diri Anda sebenarnya. Paling tidak ada empat jenis meja kerja :
Meja Berantakan
Di atas meja ini, kertas, buku, dokumen, alat tulis, dan surat dibiarkan dalam keadaan “semrawut”, tapi herannya pemilik meja tidak merasa terganggu.
Pengguna meja ini adalah pekerja kreatif, tapi sayangnya mereka kurang bisa diandalkan dan sulit membagi pekerjaan berdasarkan skala prioritas. Namun, juka moodnya sedang bagus, mereka bisa menyelesaikan tugas dengan tuntas dan memuaskan.
Meja Kosong
Meja ini nyaris selalu terlihat kosong melompong. Di atasnya hanya terdapat komputer dan telepon. Sema peralatan kerja lainnya seperti kertas dan alat tulis diletakkan dalam laci meja, sekalipun pemakainya sedang bekerja. Mereka baru mengambilnya bila ingin menggunakannya.
Pemilik meja ini menunjukkan pribadi yang serius dan disiplin dalam bekerja, sehingga kadang terkesan kaku dalam pergaualn.
Meja Bersahabat
Meja jenis ini terlihat semarak. Di atasnya terdapat foto pribadi dan keluarga, boneka lucu dan berbagai pernak pernik.
Pemilik meja ini adalah orang yang terbuka dan humoris. Walau terlihat santai, mereka cukup kretif dan dapat diandalkan sera bertanggungjawab atas semua tugas yang dibebankan kepadanya. Mereka umumnya menjadi sahabat bagi rekan kerjanya.
Meja Formal
Meja ini tampak rapi bersih. Buku dan file tersusun rapi di atas meja. Apa yang terlihat di meja adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan.
Mereka yang memiliki meja ii termasuk orang yang serius dalam bekerja, tetapi bukan orang yang “kaku”. Mereka cukup fleksibel menghadapi rekan kerjanya. Mereka bisa membedakan kapan waktu bekerja dan kapan untuk bercanda. Mereka juga cukup dewasa dalam menghadapi berbagai permasalahan di kantor.
Sekarang, kalau Anda diundang rapat di kantor rekan kerja, Anda bisa menebak lebih dahulu, macam mana orang yang Anda jumpai lewat lirikan ke meja kerjanya.
T/J : Man vs Woman
T : Atasan saya yang baru adalah seorang wanita. Sulit rasanya menerima kehadirannya, karena sebagai seorang pria, mestinya kami memimpin, bukan dipimpin. Bagaimana saya harus mengatasi situasi ini? Apakah sebaiknya saya keluar saja?
J : Wake up, man! Jaman sudah berubah, mengapa Anda masih terhenti di seputar issue gender? Pria dan wanita sama saja. Atasan Anda terpilih bukan karena dia seorang pria atau wanita, tetapi karena dianggap (paling) layak menduduki jabatan itu. Sebaiknya Anda membuang jauh-jauh pikiran yang membeda-bedakan itu, dan mulai berkonsentrasi mewujudkan prestasi kerja Anda dan bekerjasama dengannya dalam mewujudkan target perusahaan. Kalau tidak, jangan-jangan, jika atasan Anda pria, Anda mulai meng-complain nya karena dia masih seumur jagung, sedang Anda sudah sekian lama stagnan di posisi yang sama.***
No comments:
Post a Comment