Tuesday, April 25, 2006

Travel Report : Rotorua, New Zealand


ROTORUA
Mencuri Waktu ke Alam Lukisan


Jadwal kunjungan saya di New Zealand kali ini padatnya luar biasa. Diawali dengan kunjungan minum teh di KBRI, hingga ke parlemen dan bertemu Menteri Perdagangan setempat serta sederetan acara kerja formal lainnya antara Wellington dan Palmerston North. Karenanya, begitu ada kesempatan menyelipkan jadwal istirahat, sebelum melanjutkan perjalanan ke Hamilton dan Auckland, buru-buru saya angkat kaki ke Rotorua, tempat wisata terbaik di antero Selandia Baru.

Rotorua yang berpenduduk 75 ribu jiwa seakan tahu bagaimana remuknya badan saya. Saat turun dari pesawat, sirna sudah alam Wellington yang dingin dan muram hujan. Matahari sore bersinar terang membuat saya lupa bahwa saat itu New Zealand sedang di puncak musim dingin. Tata kotanya pun menyiratkan bahwa Rotorua adalah area wisata, bukan tempat kerja.

Saat membongkar koper, saya mengintip jendela kamar yang langsung berhadapan dengan Polynesian Spa, dengan latar belakang Danau Rotorua yang penuh kedamaian. Pemandangan indah itu dihiasi oleh kepulan asap belerang yang membuatnya seperti mangkuk sup raksasa.

Saya tak mau kehilangan waktu lagi. Segera setelah mandi, saya langsung bersiap menunggu kedatangan jemputan bis menuju ke desa wisata Maori, Tamaki Village. Suku Maori memang banyak tersebar di Pulau Utara New Zealand dengan konsentrasi di pesisir timur dan tengah. Suhu dan cuaca di daerah utara memang jauh lebih bersahabat ketimbang daerah selatan yang berdekatan dengan Kutub Selatan, terlebih bagi suku yang lebih banyak bertelanjang dada ini. Saat tiba di pintu desa, kami disambut oleh upacara penerimaan tamu khas Maori, Powhiri. Saya sudah berkali-kali melihat upacara ini diperankan oleh anak-anak New Zealand International School di Jakarta, tapi yang saya alami di desa ini sungguh luar biasa dramatis dan magis. Saat itu juga, saya merasuk ke alam Maori.

Desa Tamaki merupakan replika sebuah desa tradisional Maori. Suasana bulan purnama di malam yang dingin dan senandung alat musik tiup maori berbaur dengan teriakan binatang malam menghidupkan suasana desa itu. Para penduduk ada yang sibuk latihan perang, merias tato di wajah dan remajanya asyik bercengkrama. Sebuah teriakan memanggil kami untuk berkumpul dan menyaksikan pertunjukan budaya Maori. Sepintas seperti suku Hawaii, sepintas lagi seperti suku Nusa Tenggara. It gives me a mixed feeling. Memang, kalau dilihat dari sejarahnya, Suku Pasifik melintas Indonesia saat menuju Selandia Baru. Selain kesamaan musik dan ragam pahatan, bahasa kita pun berpadu. Kalau kita bilang , “dua, lima”, bahasa Maori mengatakan, “dua, rima”. Malam itu saya dijamu makanan khas Maori, Hangi, yang dimasak di atas bara batu sepanas 900 derajat Celcius. Ada ayam, ikan, ubi-ubian dan kentang. Kebanggaan bangsa Maori dalam menggelar budayanya menggores dalam di hati. Sampai hari ini bila kebetulan Anda ikut di mobil saya, Anda akan mendengar dendang Maori keluar dari sela sela speaker mobil.

Tujuan saya di pagi hari adalah Agrodome, sebuah peternakan luas yang penuh atraksi. Ada pertunjukan mencukur domba, ada lagi pengalaman memerah susu sapi, juga semarak dengan kelincahan anjing penjaga domba. Saya sempat mengelus-elus salah satu domba di sana, rasanya seperti mengelus mantel bulu. Sayangnya saya sudah keburu dijemput seorang rekan untuk berlayar di danau, sehingga tak sempat mengikuti tour keliling peternakan. Melihat saya bersungut, ia menghibur nanti sore akan dibawa ke peternakan sapinya.

Kekesalan saya segera sirna begitu kami melampaui kelokan bukit dan hutan yang menyajikan pemandangan New Zealand yang murni dan breathtaking! Tak salah bila sutradara Lord of the Rings menjadikan New Zealand tempat shooting mereka! Sepintas danau Tarawera yang menjadi tujuan kami tersembul di balik sebuah pondok. Seorang nakhoda menyambut ramah, dan kami dipersilakan melangkah ke belakang rumah. Saya terpaku beberapa saat. Rasanya saya masuk ke dalam alam lukisan yang maha indah. Saya segera mengabadikannya dengan kamera digital handphone dan langsung mengganti wall paper yang ada.

Perlahan kami menyusuri danau dengan kapal pesiar. Antara mimpi dan kenyataan, saya mensyukuri kebesaran Tuhan atas ciptaanNya. Sulit bagi saya untuk melukiskan keindahan yang belum pernah saya saksikan sebelumnya. Lukisan alamnya sungguh murni tak terusik, bahkan airpun terlihat jernih hingga kedalaman. Saat tiba di salah satu tepian, terlihat kepulan asap panas air belerang. Saya mencoba turun, berjingkat di atas pasir panas. Teman saya segera menceburkan diri dan berendam. Di atas kapal, harum bau ikan trout sudah menunggu. Ikan Trout termasuk jenis yang dilindungi dan hanya boleh ditangkap dan dimasak jika yang bersangkutan memiliki ijin khusus. Rasanya? Highly recommended!

Dalam perjalanan pulang untuk bersiap santap malam, teman saya menepati janji untuk berhenti di peternakan sapi. Gambaran tebaran sapi berlatar belakang pegunungan hijau terwujud sempurna di sana. Saya sempat mengintip pemerahan susu yang dilakukan secara otomatis, lalu beralih bermain bersama bayi sapi yang baru berumur sehari. Mungkin, New Zealand adalah satu satunya negara di dunia ini yang jumlah sapi dan manusianya berbanding seimbang. Tak heran jika negara ini menjadi pengekspor produk olahan susu terbesar di dunia.

Makan malam kami kali ini berada di puncak bukit tertinggi di Rotorua. Kami mendakinya dengan kereta gantung yang memamerkan keindahan gemerlap kota kecil itu dari atas awan. Rasa takut ketinggian saya segera terhapus terbius indahnya pemandangan.

Selesai makan, bukan berarti acara malam itu usai. Saya menyelinap di kehangatan Polynesian Spa dan merasakan kemewahan berendam di kolam belerang di bawah taburan bintang dan bulan. Hilang semua rasa penat dan beban di hati. Di sudut kerling, terlihat sepasang kekasih memadu asmara di antara hangatnya air, seolah tak peduli malam sudah larut dan bulan sudah mulai bersembunyi. Saya pun larut dalam ketenangan dan kejernihan malam. Tak peduli esok pagi harus memulai tugas kerja lagi, dan melanjutkan perjalanan ke Auckland…





HOTEL

Millenium Rotorua
Corner of Eruera and Hinemaru Streets, Rotorua
Tel. +64 7 347 1234
Fax. +64 348 1234
millennium.rotorua@cdlhms.co.nz

Solitare lodge
Ronald Rd, Lake Tarawera
Tel. +64 7 362 8208, 0 800 765 482
Fax. +64 7 362 8445
solitaire@solitairelodge.co.nz


RESTAURANT/ PLACES OF INTERESTS

Skyline skyrides
Fairy Springs Road, Rotorua
Tel. +64 7 347 0027
Fax. +64 7 348 2163
enquiries@skylineskyrides.co.nz
www.skylineskyrides.com

Tamaki Maori Village
Booking for pick up service at hotel Tel. +64 7 346 2823
Fax.+64 7 347 2913
bookings@maoriculture.co.nz
www.maoriculture.co.nz

Agrodome
Western Road, Ngongotaha
Rotorua
Tel. +64 7 357 1050, 0 800 339 400
Fax. +64 7 357 5307
info@agrodome.co.nz
www.agrodome.co.nz

Polynesian Spa
Hinemoa Street, Rotorua
Tel. +64 7 348 1328
Fax. +64 7 348 9486
info@polynesianspa.co.nz
www.polynesianspa.co.nz


Clearwater Charters (boat charter and lunch on board on Lake Tarawera )
537 Spencer Road, Lake Tarawera, RD 5
Rotorua
Tel. +64 7 362 8590
Fax. +64 7 362 8591
cruise@clearwater.co.nz
www.clearwater.co.nz

CUACA

Suhu terhangat di New Zealand adalah pada bulan Desember, Januari dan Februari. Musim dingin pada bulan Juni, Juli dan Agustus. Di musim dingin, temperature berkisar antara 4 – 14 derajat Celcius, bervariasi 3 derajat tergantung arah angin.

UANG

New Zealand dollar susah didapat di Indonesia, karena itu saran saya adalah menukar USD Anda di New Zealand dan menukarkan lagi uang New Zealand Anda saat meninggalkan negeri itu.




No comments: