Pagi ini saya ditemani bersantap pagi dengan tayangan televisi yang membuat saya tidak bisa menelan roti gandum yang memang sudah bikin seret tenggorokan. Adegan dari hasil rekaman video amatir itu menunjukkan aksi brutal yang terjadi di akademi taruna di Indonesia dimana para junior habis ditampar gebuk oleh seniornya sampai berdarah-darah dan sebagian sampai meninggal. Si nara sumber mengatakan bahwa bullying semacam ini harus dihentikan, karena hal ini memperparah mental siswa. Ketika saya check kata bully, maka di kamus keluarnya seperti ini:
Bully : a person who hurts or frightens other, weaker people
Bullying tidak hanya terjadi di kampus akademi taruna. Bullying sudah terjadi saat kita masih balita, di TK, SD bahkan dalam kehidupan di luar sekolah, di lingkungan rumah. Saya sendiri mengalami, jadi bulan-bulanan dan becandaan. Tapi saya juga melakukan hal yang sama ke teman lain. Kita ini tidak menyadari bahwa kegiatan bullying ini sangat serius dan sering sekali mempengaruhi perkembangan kejiwaan anak. Bullying justru terjadi di lingkungan yang paling kita anggap aman. Di sekolah, di rumah. Parahnya, kita sepertinya menganggap bahwa bullying itu adalah bagian pendewasaan anak.
Saya baru-baru ini dipinjami film yang menggambarkan betapa menderitanya seorang anak sekolah yang dipanggil banci, banci sedangkan dia sendiri tahu bahwa dirinya berbeda dengan yang lain, di luar kemauannya sendiri. Ia tidak hanya dilecehkan dengan kata-kata, tapi sampai dipukuli dan dilecehkan secara fisik, yang menambah parahnya kondisi kejiwaan sang anak. Pernah terlintas kita sering melakukan olok-olokan nama yang menyakitkan? Nama Bebek melekat di hati saya, karena mulut saya yang monyong ini, dan nama itu diberikan ke saya ketika SD oleh teman-teman yang mengolok-olok saya. Untung sekarang kemonyongan itu hilang seiring bertambahnya usia, sehingga olok-olok itu juga memudar. Tapi mungkin olok-olok itu, yang menyebabkan mulut saya ini pedas dan jago membuat label pada orang tanpa pandang bulu. Saya pernah meledek keponakan saya Ika dengan nama Miss Piggy karena dia dulu bulat sekali, tanpa menyangka bahwa setelah puluhan tahun kemudian, ketika Ika menjadi seorang ibu muda yang cantik,ramping, dan modis ia membuat pengakuan di akhir tahun kemarin bahwa sampai saat ini ia masih merasa image miss piggy nya masih melekat. Hati saya meleleh karena merasa sangat bersalah. Dan saya segera minta maaf.
Hari ini saya melihat bagaimana dampak ekstrim bullying ditampilkan di layar kaca dan merasa ngeri sendiri. Saya lebih ngeri lagi membayangkan dampak bullying yang saya lakukan, meskipun tidak dalam bentuk fisik, kepada orang orang yang saya sendiri sudah lupa berapa banyaknya. Saya berjanji pada diri sendiri untuk semakin mengurangi kekurangajaran mulut saya dalam menilai dan memberi label pada orang. Apa lagi kalau dilihat dari definisi bully, adalah seorang yang lebih berkuasa atau lebih kuat menyakiti atau menakut-nakuti orang yang lebih lemah. Wong saya ini sama lemahnya kok mau pura-pura sok lebih kuat dan berkuasa dari orang lain....
No comments:
Post a Comment