Thursday, February 11, 2010

11 Februari 2010 : Dipaksain

Saya membaca ulang apa yang saya tulis di blog ini semalam. Hasilnya, saya kurang puas. Saya membahas soal Bullying, tapi menurut saya pembahasannya tidak tuntas, padahal masih banyak yang saya ingin bicarakan di sana. Ada bullying di tempat kerja, ada juga bullying dalam hubungan personal. Saya bertemu dengan seseorang yang begitu berkuasanya dengan uang dan koneksinya dengan tentara dan polisi, sehingga bisa menekan pasangan selingkuhannya untuk tetap bersama dia, tanpa memedulikan perasaan pasangannya tersebut. Pokoknya dia bisa menguasai dan memuaskan nafsunya.

Ingin saya merombak habis tulisan kemarin, karena tidak puas. Rencananya sih pagi ini saya akan melakukannya. Tapi setelah saya pikir, akhirnya saya batalkan. Biarlah tulisan kemarin menjadi "monumen" pembelajaran buat saya.

Sebetulnya tulisan kemarin saya mulai di pagi hari di tengah kesibukan saya. Namun karena ritme sibuknya meningkat, saya menyimpannya untuk diteruskan di malam hari.
Kenyataannya, setelah sibuk kerja seharian, malamnya saya masih melayat ke rumah tante dan mengikuti misa sampai malam, setelah itu masih mengantar pulang sepupu dan tiba di rumah jam 11 malam. Masih istirahat sejenak makan buah, mandi dan baru duduk ketika hari hampir berganti untuk meneruskan tulisan bully. Meskipun tahu apa yang mau ditulis, mata sudah jadi sepet dan otak jadi bumpet pula. Tapi saya paksakan. Harus harus harus, karena saya sudah berjanji pada diri sendiri untuk disiplin menulis setiap harinya. Maka dengan mata 5 watt dan otak sudah sangat berkabut, jadilah tulisan kemarin. Asal jadi dan tidak memuaskan.

Saya jadi berpikir. Ini sih, akibat dipaksain. Jadinya gitu deh. Lalu saya meneruskan, dalam hidup ini, banyak nggak ya yang saya lakukan dengan paksa memaksa? Ada, dan sebagian justru di tahapan yang paling penting dalam hidup saya. Ada yang saya paksakan atas kemauan saya sendiri seperti kejadian menulis semalam, ada juga yang saya paksakan karena situasi. Namun apa pun alasannya, dua-duanya tidak memberikan hasil yang memuaskan. Saat saya dipaksa masuk ke IPA di SMA, meski berhasil lulus tanpa pernah tinggal duduk, hasilnya sangat seadanya saja. Pernikahan saya hanya bertahan 4 tahun. Ketika kemudian pacaran yang berlangsung on and off saya perjuangkan kelangsungannya supaya tidak gagal lagi, akhirnya toh bubar dan sakitnya terasa selama dua tahun. Saya lalu melihat kilas balik, bahwa pola memaksakan diri ini apa pun alasan dan latar belakangnya, berlangsung secara berulang kali dalam tahapan hidup saya, dan dengan hasil yang selalu berakhir tidak memuaskan dan menyakitkan.

Saat ini, melalui tulisan asal jadi karena dipaksakan harus selesai sebelum pergantian hari, saya disadarkan untuk mengubah pola : tidak mau lagi memaksakan diri, tak peduli memaksakan karena saya ngotot ingin mencapai sesuatu dengan mengorbankan hati, atau karena takut menyakiti hati dan kehilangan seseorang sehingga akhirnya meng-iyakan sesuatu padahal hati ini tak ingin. Semuanya harus keluar dari hati yang sadar, tulus, ikhlas supaya hasilnya optimal. Kalau pun hasilnya biasa saja, paling tidak, tidak ada rasa sesal yang membayangi karena sudah dilakukan segenap usaha dengan kesadaran penuh dan segenap hati, bukan karena terpaksa atau dipaksakan...

No comments: