Thursday, February 25, 2010

25 Februari 2010: Student of the Month

Setelah bertubi-tubi meeting marathon, dari pagi sampai sore, saya melepas lelah sejenak di ruang perpustakaan kantor, dan mulai browsing majalah edisi terbaru. Majalah favorit saya tentu yang tidak berhubungan dengan politik dan issue-issue hard news. Yang menjadi lirikan saya adalah Cleo, Dewi, Kartini (karena kenalan saya Ibu Aryanti mendapat liputan beberapa halaman soal anaknya Michael dan keluarganya), Rollingstone, Maxim dan FHM!

Saya tertegun ada sebuah rubrik yang judulnya "Student of the Month" yang tidak menampilkan prestasi otak, melainkan prestasi bentuk badan pelajar wanita. Mungkin, kalo saya ini pecinta anak di bawah umur, saya akan ngiler berat. Kenyataanya saya merasa sangat jijik atas otak sang pemilik majalah yang tega-teganya melecehkan citra siswa Indonesia dengan menampilkan buah dada dan lekukan (maaf) selangkangan sebagai barang dagangannya. Mungkin saya dibilang kuno dan sok moralis. Biar saja, yang jelas saya sakit hati melihatnya. Kalau saja penampilan mereka tidak diembel-embeli label student, mungkin saya punya persepsi yang berbeda. Namun jualan pelajar sebagai objek seks, apa-apaan ini? Mengapa kita bangga melecehkan diri sendiri dan diri mereka yang menjadi tumpuan masa depan kita?

Ada sebuah iklan yang saya ingat betul, tentang seorang cowok ganteng yang melakukan blind date dan mengira cewek seksi yang berbaju merah adalah date nya, padahal teman kencannya yang sesungguhnya adalah cewek gendut. Saya merasa marah dan heran, kenapa si cewek gendut itu mau berperan dalam sebuah karakter yang melecehkan dirinya sendiri? Demi terkenal?

Kalau demi terkenal, bukan saja orangnya sendiri melakukan pelecehan pribadi. Orang tua kadang-kadang sampai tega menyodor-nyodorkan anaknya sebagai objek tempat tidur orang yang punya kuasa untuk menentukan apakah dia bisa dapat peran atau tidak.

Dulu, tudingan itu serta merta ditujukan kepada kaum hawa. Sekarang, pria pun melakukan hal yang sama. Sudah tidak takut-takut lagi menelanjangi diri di berbagai majalah dengan pose yang sangat merendahkan martabatnya. Tapi mereka tentu malah bangga, karena tubuh polos dan berototnya jadi pin up banyak orang.

Saya sungguh sedih dan kecewa, di mana harga diri dan martabat bangsa ini. Orang hidung belang ada di mana-mana, namun kalau kita punya bekal iman dan martabat yang cukup, tentu kita punya perisai yang cukup tebal untuk menangkis godaan itu. Kenyataannya, pembekalan moral bangsa ini sudah jauh terlupakan dan sangat dangkal. Siang ini saya juga membaca bahwa di sebuah daerah, bupati dan semua masyarakat setempat geger karena warnet dijadikan tempat mesum oleh pelajar dengan ditemukannya berbagai kondom bekas dan beha di sela-sela meja dan kursi warnet. Semua kenyataan ini mengkonfirmasikan dekadensi moral bangsa ini.

Hari ini saya diingatkan tentang pentingnya menjaga martabat diri. Kalau selama ini saya hanya melihatnya dari pengalaman seseorang yang terpaksa melupakan harga diri untuk uang, ternyata ada banyak orang yang melecehkan harga dirinya untuk kepentingan semu seperti ketenaran dan kebanggaan yang salah arah. Saya jadi tergerak dan berjanji pada diri sendiri kalau nanti berkesempatan bertemu dengan orang-orang yang memiliki jangkauan dan otoritas di bidang yang berkaitan, saya akan mengangkat issue ini agar kita bisa membangun kembali moral bangsa ini secara komprehensif dan menegakkan lagi kebanggaan kita sebagai bangsa yang bermartabat dan bermoral. Rasanya kesempatan itu ada karena kemarin saya bertemu dengan Ketua Kaukus Wanita di DPR RI. Siapa tahu saya juga berkesempatan bertemu kembali dengan Menteri Pendidikan, Menteri Kebudayaan, Menteri Peranan Wanita dan bahkan Bapak Presiden dan Ibu Negara...

Di lain pihak, saya seperti dibukakan mata, kalau bertindak harus hati-hati dan dilihat dampaknya bagi orang lain. Seperti gadis yang difoto di rubrik "Student of the Month" itu. Mungkin buat dianya sendiri senang, tanpa berpikir panjang bahwa ulahnya itu kemudian menjadi cap yang menyamaratakan posisi siswa di mata orang lain. Maka, setepuk dua pulau terlampaui, hari ini saya disadarkan untuk berhati-hati dalam melangkah, dan berpikir panjang akan dampak kelakuan saya bagi masyarakat yang lebih luas.

No comments: