Malam ini saya mendapat telepon dari Mbak Emmy, begitu saya biasa memanggil Ibu Dorodjatun Kuntjorojakti, mantan Menteri Koordinator Perekonomian zaman Ibu Megawati Soekarnoputri dan mantan Duta Besar Amerika Serikat di akhir masa pemerintahan Pak Harto. Saya menyapa, "Mbaak, kok tumbeen?" Dan Beliau langsung menyela, "Heii, Tjan, apa kabar? Katanya kamu lama di Australia liburan kemarin ya? Sudah kangen niiih, kamu datang ya ke rumah hari Jumat ini, makan siang. Kamu cuti setengah hari ajaaa, nanti dari rumah langsung pulang. Kebetulan Mbak Datie (Datie Stretton, salah seorang teman saya juga)pembantunya baru, jadi nggak bisa masak kayak biasanya, ya sudah kali ini ke rumah aja ya.." Saya bilang wah, mau sekali, tapi saya harus check jadwal terakhir untuk agenda Jumat ini dan akan mengkonfirmasikan kehadiran saya besok pagi.
Setelah telpon ditutup, saya terdiam. Saat itu juga, kalau ada palu, mau rasanya memukul kepala saya berkali-kali. Dung dung dung! Teman macam apa saya ini! Maunya menunggu dihubungi dulu, kalau tidak ya tak ada kabar beritanya. Mau disapa dulu, kalau tidak ya melipir pergi, seolah teman saya tak eksis. Mau diladeni dulu, seperti raja. Dalam sebuah acara yang dipenuhi selebriti dan kalangan fashion minggu lalu, Aida Nurmala, sang artis mungil cantik yang naik daun gara-gara film Arisan, menghampiri saya dan mencium pipi sambil berkata, "Aduuuuh, it's been a very long time ya! Kemana aja kamu...?" Lalu tak lama berselang, seorang yang saya temui mungkin hanya dua kali dalam hidup ini menghampiri saya dan mengobrol lama, sambil berseru kangen, "Tjandra....." Dalam perjalanan pembicaraan, saya baru menangkap siapa dia. Dung Dung Dung! Teman macam apa saya ini! Saya juga pernah berkali kali hilang ditelan bumi bagi teman teman terdekat saya, karena saat itu saya sibuk dengan kekasih saya. Tak tanggung-tanggung, 8 tahun lamanya. Dan ketika putus, teman teman yang sama itu masih menyambut saya dengan tangan terbuka.
Saya punya teman-teman kelompok pendalaman iman, yang saya sebut Sabtu lalu. Ketika ayah saya meninggal, mereka mengirimkan dua buah rangkaian bunga putih yang luar biasa indahnya, yang menjadi master piece yang mendampingi peti jenazah ayah di kiri kanan dengan anggunnya. Namun setelah itu, bukannya makin mendekatkan diri, saya lenyap ditelan bumi selama tiga tahun. Kini, saya kembali lagi, dan mendapat sambutan yang mengharukan. Seolah saya tak pernah menghilang selama itu. Dan dalam kurun waktu 3 tahun ini, setiap dua minggu saya menerima secara rutin email undangan untuk berkumpul.
Pasti tak ada yang percaya, kalau saya bilang saya ini pemalu dan tak percaya diri. Saya pernah berjalan dan berpapasan dengan seorang rekan saat SMP, sudah berteriak memanggil, eh yang dipanggil cuek saja. Setelah itu saya berprinsip, kalau tidak disapa dulu, pantang menyapa terlebih dahulu. Saya juga paling takut menelpon, dan paling bego soal telpon menelpon. Takut salah timing, takut yang ditelpon tidak berkenan. Karena itu, teman-teman dekat saya paham betul, sebelum saya menelpon, pasti saya sms dulu : Sibuk? Bisa ditelpon tidak? Daripada sakit hati, nanti kalau menelpon ternyata dicuekin saja... tapi, kalau saya dihubungi, pasti akan saya tanggapi dengan baik. Kalau pun saat itu saya tidak bisa menerima telepon, pasti saya akan membalasnya sesegera mungkin. Sayangnya, karena saya juga sering padat jadwal, seringkali saya singkat singkat saja menjawab telepon, jadi sering dikira sombong dan malas menelpon. Padahal itu sebuah ketidaksengajaan karena terbiasa efisien dengan waktu.
Untuk alasan yang sama, saya malas dengan acara reuni-reunian. Saya malas ditanya, anaknya sudah berapa? Ha? Cerai? Kenapa? Kok Bisa? Sudah berapa lama? Sekarang sudah punya pacar lagi? Kapan menikah lagi? Dan karenanya saya menghilang lebih dari 30 tahun. Saya berjumpa lagi dengan mereka saat facebook jadi populer. Awalnya, saya berjumpa dengan Ria, teman sekelas sejak 4 SD dan juga tetangga terdekat saya. Lalu, saya terhubung dengan beberapa rekan lainnya. Dan kejadiannya berulang, selalu saya disapa terlebih dahulu. Adalah Djuwita, teman SD saya yang lain lagi, yang mengirim email, dan kemudian berlanjut berbagi cerita. Lalu, saat tahun lalu saya pulang ke Malang karena ada acara bersama Menteri Pertanian dan Gubernur Jawa Timur, saya mengabari Djuwita tentang rencana saya untuk pulang lebih awal agar ada waktu lebih banyak di Malang. Di luar dugaan, saya bertemu dengan beberapa teman lama gara gara Djuwita. Dia yang biasanya saya tarik rambutnya di saat SD karena tengil dan menyebalkan, sekarang malah mengirim berbagai makanan khas Malang, sehingga ibu saya heran dan jadi ingin bertemu dengan Djuwita. Teman-teman saya yang lain, memberikan sambutan tak kalah hangatnya.
Di Jakarta, kehangatan persahabatan itu kembali saya rasakan ketika suatu saat ikut makan siang dalam rangka ulang tahun teman SMA. Dan kini, jejaring pertemanan itu semakin luas dan akrab. Saking akrabnya, dalam dua pertemuan terakhir, separuh waktu pertemuan dihabiskan mereka dengan membongkar contact list masing-masing, dan saling mengajukan kandidat untuk diperkenalkan saya! Waduh, acara kangen-kangenan ini berubah jadi biro jodoh! Mau kabur rasanya, tapi saya terharu atas atensi teman-teman masa sekolah saya.
Saya juga punya teman dekat yang sudah bertahun tahun selalu mengadakan janji, tapi bertahun tahun pula janjinya janji palsu, karena saya lebih mementingkan hal lain. Chandra teman saya, sudah maklum dengan kelakuan buruk saya, dan menyambar setiap kesempatan bertemu karena kalau dibiarkan, bisa dipastikan baru akan benar benar get together 3 tahun lagi. Demikian juga dengan teman baik saya Troy. Meski saya menyempatkan diri menemaninya di rumah sakit saat isterinya terkena stroke, setelah itu, sampai saat ini, kami baru berjumpa sekali saja.
Sekarang saya mengerti, mengapa Herlin dan Gita, kakak saya menjadi seorang teman yang didahulukan dan dipentingkan oleh teman-temannya. Selain teman-teman dan klien-klien saya, teman teman Herlin dan Gita lah yang memegang peranan penting saat ayah saya meninggal. Mereka tak henti-hentinya mengirim supply makanan dan minuman, hingga berlimpah bagaikan pesta. Teman-teman mereka dari Bali datang sekeluarga, menginap di hotel dan membawa sate lilit yang lezat. Juga berbagai teman dari Australia, Jakarta dan Surabaya datang tanpa tangan kosong, dan ikut membantu kami yang sedang kesusahan. Di setiap kesempatan, teman mereka selalu hadir memberi dukungan. Saat Herlin terobek jarinya subuh-subuh, teman-temannya segera datang membantu. Saat pernikahan Nathalie, putri tertua Herlin, teman-temannya bahu membahu mengerjakan ini itu sehingga menekan biaya pernikahan. Semua itu juga tidak lepas dari dukungan dan perhatian kakak-kakak saya kepada teman temannya. Saat suami teman mereka collapse di ruang kerjanya, kakak-kakak saya menjadi orang pertama yang menolong dan menunggui di rumah sakit. Dan pada saat sang suami meninggal, mereka juga yang menemani dan membantu mempersiapkan upacara kremasi. Mereka mendampingi temannya hingga bisa bangkit kembali. Ya, yang namanya sebuah hubungan itu perlu usaha dan perhatian.
Malam ini saya disadarkan untuk berubah. Saya harus lebih membuka diri, menyediakan waktu, memberikan perhatian, dan put effort to reach out for my friends. Otherwise, I will have no friends. Padahal saya punya teman-teman yang tulus dan luar biasa mendukung saya. Mengasihi saya tanpa syarat dan menerima saya apa adanya. Jangan salah mengerti, saya ini adalah teman yang selalu ada bagi rekan yang membutuhkan. Dan saya akan berbuat yang terbaik untuk membantu dan mendukung mereka dengan penuh tulus ikhlas. Saya hanya kurang proaktif menjalin tali pertemanan, kurang reach out. Selama ini usahanya lebih timpang berat sebelah di sisi timbangan "usaha teman" ketimbang "usaha saya". Malam ini saya berjanji saya mau menyediakan waktu dan memerlukan untuk menghubungi mereka, mulai menjalin hubungan yang selama ini sempat terbengkalai. Saya mau jadi teman sejati bagi semua teman saya dalam suka dan duka, yang tidak hanya ada ketika dihubungi, namun juga yang secara proaktif hadir menjadi bagian penting kehidupan mereka...
No comments:
Post a Comment