Malam minggu ini, saya menonton film John Travolta dan Jonathan Rhys Meyers terbaru berjudul "From Paris With Love". Meskipun judulnya terdengar romantis, tetapi isi filmnya penuh dengan adegan bunuh membunuh dan berdarah-darah. Saya sih menikmati ketegangan yang dibangun dari adegan tembak-tembakan yang diperagakan dengan enteng oleh John Travolta, namun yang menarik perhatian saya adalah diselipkannya unsur cinta dalam film keras ini.
Dikisahkan, Reese (Jonathan Rhys)adalah asisten eksekutif Duta Besar Amerika Serikat untuk Perancis yang merangkap sebagai agen rahasia. Reese bertunangan dengan seorang gadis cantik Perancis bernama Caroline. Semuanya tampak sempurna, indah dan penuh cinta, hingga akhirnya terbongkar bahwa Caroline ternyata memanfaatkan hubungannya dengan Reese untuk menyadap, memata-matai dan melakukan rencana terorisme terhadap Amerika. Caroline akhirnya terbongkar sebagai anggota sindikat teroris Pakistan. Sebuah kenyataan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya oleh Reese. Di tengah apartmentnya yang teracak-acak saat ditemukan belasan alat penyadap, Reese menyadari bahwa ia tak pernah kenal betul siapa sebenarnya tunangan cantiknya itu.
Cerita kemudian berlanjut bagaimana Reese dan partnernya yang diperankan John Travolta akhirnya mengakhiri usaha terorisme di tengah-tengah KTT yang sedang berlangsung, namun pikiran saya jadi bercabang. Saya jadi berpikir. Benar juga, seringkali kita tidak mengenal siapa pasangan kita, bahkan teman kita. Beberapa kali saya menjalin hubungan khusus, dan mengira telah mengenal luar dalam pasangan saya, setiap kali pula saya dikejutkan oleh fakta bahwa saya tidak benar-benar mengenalnya.
Jadi, selama ini, apa yang saya tahu tentang pasangan saya? Setelah ditelaah ulang, ternyata, jawabannya tidak banyak. Mungkin karena terbutakan cinta, maka saya merasa tak perlu tahu lagi lembaran masa lalunya, atau bahkan latar belakangnya. Saya juga sering mendengar teman saya berkata, "Saya tak peduli masa lalu dan latar belakangnya, yang tahu saya cinta dia dan dia cinta saya." Dengan kejadian di film tadi, saya jadi merenung, benarkah masa lalu dan latar belakang pasangan saya bukan hal yang penting diketahui?
Saya akhirnya setuju, perlu. Selama ini saya hanya mementingkan chemistry dan rasa nyaman dalam sebuah hubungan, tanpa mengenal persis karakter calon pasangan saya. Kalau cuma ketemu makan, dan nonton, dan belanja bareng, atau bahkan berlibur sama-sama, maka pengetahuan kita tentang pasangan kita ya sebatas itu saja. Maka mungkin, kalau nanti saya bertemu dengan calon jodoh, saya perlu benar-benar datang ke rumahnya, berkenalan dengan keluarga dan teman-temannya, baik teman kerja dan teman mainnya, datang di tempat kerjanya, dan sesekali ikut kegiatannya di luar jam kerja agar lebih tahu tentang dia. Get the feel, get the knowledge. Kalau perlu keliling lingkungan tinggal dan kerjanya, mengenal juga tetangganya. Melakukan napak tilas bersama ke bekas sekolah dan tempat jajannya. Mengenali tempat tempat mainnya, club kesayangannya, dan bagaimana lingkungan sekitarnya dan ia berinteraksi. Kalau memungkinkan menilai juga isi rumahnya, bagaimana ia menata kamarnya dan bahkan melihat isi lemari pakaiannya. Sekali lagi bukan untuk usil dan mengritisi, tapi untuk lebih mengenal. Zaman sekarang, pasti ada facebook, maka saya kan melihat juga siapa yang tercantum sebagai anggota rekanan facebooknya, memerhatikan apakah ia seorang yang menerima siapapun juga menjadi teman facebooknya, atau ia menyeleksi ketat untuk kalangan tertentu saja. Bukan untuk menghakimi, tapi untuk lebih mengenal. Kalau soal seks, tentu ini merupakan hal yang rawan dibahas, namun kalau berkesempatan untuk bersinggungan, mungkin perlu juga dirasakan bagaimana ia bereaksi terhadap sinyal sinyal yang saya kirimkan, dan apakah sinyal yang dikeluarkan sesuai dengan gelombang yang saya inginkan... Semua ini dilakukan sebelum akhirnya saya menyatakan ya saya cinta padanya dan meminta dia menjadi pasangan hidup saya.
Saya jadi merenung dan bertanya apakah tingginya tingkat perceraian saat ini karena kita tidak benar-benar mengenal pasangan kita, bukan karena kurangnya komunikasi. Karena tingkat mengenalnya ya cuma di kencan makan, pesta, belanja,pergi bersama dan liburan saja. Maka ketika keluar fakta baru yang tidak sesuai dengan gambaran tentang pasangan kita, kenyamanan kita terusik, dan kemudian memutuskan untuk berpisah. Bahkan untuk pasangan yang menikah selama berbelas-belas atau berpuluh-puluh tahun pun, kalau pertanyaan "seberapa jauh kamu mengenal pasanganmu" dilontarkan, belum tentu masing-masing dapat menjawabnya dari hati. Buktinya, semakin banyak pasangan yang sudah menikah sekian puluh tahun, terkaget kaget ternyata pasangannya punya selingkuhan bertahun-tahun bahkan sempat punya beberapa anak pula dari selingkuhannya. Jangankan soal pacaran, saya yang sudah 45 tahun mengira mengenal luar dalam sepupu saya saja, terkaget-kaget mendengar fakta bahwa seorang politisi baru saja mangkat dan punya pengaruh di negeri ini pernah berpacaran dan mengejar-ngejar dia.
Jangan salah, saya masih menjunjung tinggi privasi. Saya tidak akan membongkar dompet atau pun isi handphone pasangan, termasuk daftar kontak dan isi sms maupun mms nya. Saya juga tidak akan "kepo" membongkar isi netbook dan notebooknya. Namun bukan berarti privasi ini mengesampingkan pentingnya kita mengenal pasangan kita lebih jauh. Saya hanya ingin mengenal pasangan saya dengan lebih baik. Saya bahkan mengevaluasi jangan-jangan selama ini hubungan saya tidak tahan lama karena saya tidak benar-benar mengenal pasangan saya. Bisa jadi karena selama ini saya sudah dibutakan cinta sehingga tak mau tahu dan menutup mata. Takutnya kalau tahu fakta yang sebenarnya saya sakit hati, jadi lebih baik tidak tahu saja. Maka hari ini melalui film yang kualitasnya sama sekali tidak istimewa, saya mendapat pelajaran yang sangat istimewa : know your partner or you may never know what happen to you next ...
No comments:
Post a Comment