Malam ini saya dibuat terkejut melihat tagihan kartu kredit saya yang membengkak hampir empat kali lipat dari yang biasanya saya bayar. Selidik punya selidik ternyata penyebabnya adalah pembayaran biaya perbaikan bocor beberapa waktu lalu dan pembelian telepon genggam baru. Meskipun sebenarnya telepon genggam itu saya beli dengan cara menjual telepon lama dan tinggal menambah sisanya, kenyataannya uang hasil menjual telepon lama itu sudah menguap dan tetap saja sekarang saya harus membayar sesuai harga asli si telepon. Sejenak saya terhenyak, padahal di bulan ini saya sudah berencana untuk membeli ini dan itu. Tampaknya rencana itu harus ditunda dulu, dan saya akan melunasi tagihan kartu kredit saya.
Saya langsung mencerna dan belajar dari kejadian ini : ternyata karena kemudahan kartu kredit kita cenderung lupa sudah berbelanja apa saja. Mungkin kelupaan saya ini ada sangkut pautnya dengan keputusan saya selama ini yang menggunakan kartu kredit hanya sebagai sarana membayar tagihan bulanan semata, namun pada kasus telepon genggam - waktu itu sebetulnya saya berniat membayarnya dengan kartu debit tetapi jaringan bank yang saya gunakan saat itu sedang "down" sehingga saya terpaksa menggesek dengan kartu kredit. Sebenarnya saya lebih suka bertransaksi dengan kartu debet karena langsung ketahuan kalau ternyata uangnya tinggal sedikit sehingga langsung mengerem niat belanja saya. Dengan kartu kredit, semuanya tak tampak, sepertinya saya tambah barang dan tetap punya uang.
Malam ini saya belajar, kalau belanjanya menggunakan kartu kredit, langsung "catat dan kurangi saldo di tabungan" sehingga ingat bahwa uang saya sebenarnya sudah berkurang. Bila dikaitkan dengan hidup, ternyata apa yang saya pelajari ini juga relevan. Kalau kejadian malam ini dijadikan analogi dalam hubungan dengan antar manusia, maka saya bisa menyetarakan dengan kejadian saya melakukan suatu kesalahan kepada orang dan orang itu sudah memaafkan. Kesalahan saya itu bagaikan harta yang saya belanjakan, dan pemberian maaf itu seperti fasilitas kredit. Kita sering lupa bahwa maaf itu adalah "utang". Seringkali kalau kita sudah dimaafkan kita pikir hubungan kita masih sama baiknya seperti ketika sebelum berbuat salah. Nyatanya, tidak demikian. Sebenarnya "tabungan" kita sudah berkurang sebesar kesalahan yang sudah kita perbuat. Kewajiban kita untuk membayarnya agar "neraca keuangan" kita kembali berimbang...
No comments:
Post a Comment