Teman saya punya keponakan yang gemuk, lucu seperti tokoh Russel di film animasi Disney : Up. Yang membuat si keponakan ini berbeda dari Russel adalah sikapnya yang "annoying!" Mungkin karena dasarnya broken-home, dan ia dititipkan di orang tua teman saya sedang sang Ibu sudah menikah lagi dan baru punya anak kembar, ia suka berulah mencari perhatian. Orang tua teman saya yang sudah tidak punya anak kecil lagi sangat memanjakan cucunya ini. Jadilah ulahnya makin menjadi, maunya dituruti terus. Jadi: bikin pusing di rumah, juga bikin onar di sekolah. Karena kebandelannya, maka setiap insiden yang terjadi di sekolah, jadinya sang guru selalu mengambinghitamkan si anak, padahal tidak setiap saat si anak salah. Buktinya kerap kali ia pulang rumah mengadukan diperlakukan ini dan itu oleh teman sekelasnya, namun kakek neneknya selalu memandang bahwa apa yang terjadi masih dalam batas kewajaran anak-anak.
Hari ini sepulang sekolah, si anak bikin ulah lagi, tarik-tarikan tas dengan temannya. Serta merta si guru menuduh si anak atas ulahnya. Melihat si anak dipersalahkan terus, lama-lama kakeknya tidak terima juga. Beliau lalu naik darah dan memarahi sekaligus menceramahi gurunya. Sebagai seorang guru, mestinya ia tidak main menyalahkan dan menghukum. Guru tingkat TK dan SD harus punya kualitas ekstra sabar karena memang kelakuan anak seumur jagung suka ada saja, dan semuanya itu bila di batas kewajaran sah-sah saja. Jadilah saya yang sedang mengantar titipan tadi siang mendengar drama keluarga, sang kakek pulang bercerita dengan semangat menirukan kemurkaannya kepada si guru.
Diam-diam saya berpikir, wah, soal kambing hitam ini sih terjadi di mana-mana. Apa sih yang membuatkan seseorang jadi sasaran tembak? Pikir punya pikir akhirnya saya menemukan sebuah jawaban : kalau seseorang sering melakukan ulah, maka secara alami orang biasanya mengambil kesimpulan yang menyamaratakan bahwa kalau terjadi sesuatu, pasti dia biang keroknya! Kecenderungan men-generalisasi juga terjadi pada saya. Tapi hari ini saya disadarkan bahwa kita tidak bisa main pukul rata. Kita tidak tahu mengapa dan apa sebetulnya yang melatarbelakangi seseorang berlaku seperti itu, dan juga apa sebetulnya yang terjadi di balik sebuah kasus tertentu. Jangan-jangan untuk kasus ini bukan dia biang keroknya. Juga, siapa tahu bahwa si kambing hitam ini juga sering terkena masalah yang sama menimpa dia.
Jadi hari ini saya berjanji, kalau ada kejadian tertentu, saya tidak akan lagi seenaknya menarik kesimpulan, ini pasti karena ulah si anu, bahkan setelah saya selesai menginterogasi semua pihak terkait. Kalau biasanya saya masih saja punya persepsi bahwa tetap saja yang melakukan si anu, maka sekarang saya akan menghapus semua dugaan tersebut menjadi bersih. Istilah hukumnya : azas praduga tak bersalah.
Selain itu, saya harus melihat apakah semua yang terjadi masih di batas-batas kewajaran. Kadang kita ini sudah keburu sebal karena ada si kambing hitam dalam kejadian tertentu. Coba kalau kejadian itu dilakukan oleh orang lain, belum tentu kita menghakimi dia sama seperti kita menghakimi si kambing hitam.
Saya lalu menarik napas. Tidak enak sekali jadi kambing hitam. Makanya, jangan bikin ulah yang bikin orang menempelkan cap kambing hitam di jidat kita...
No comments:
Post a Comment