Tuesday, November 23, 2010

23 November 2010 : Terjerat Teman

Malam ini saya curhat mengenai sesuatu yang sudah mengganggu saya berminggu-minggu kepada seorang teman. Kali ini, curhatan saya adalah soal group bbm. Alkisah saya menjadi anggota kelompok bbm yang berisi teman-teman dekat di luar lingkup kerja. Karena di luar pekerjaan, yang dibahas di bbm adalah hal remeh temeh yang enak dinikmati di kala santai, tapi jadi "nerve-breaking" alias naik darah di jam-jam kerja. Masalahnya "obrolan" mereka berlangsung 24 jam dan datangnya bertubi-tubi. Tadinya saya enjoy, lama-lama jadi stress dan mau marah sendiri ketika lampu merah bbm berkedip-kedip di kala saya sedang konsentrasi kerja, atau diskusi dan meeting, dan ternyata yang diobrolkan sangat tidak penting!

Sebenarnya saya sudah mengadu sampai tobat-tobat kepada seorang kerabat muda yang kebetulan berlatar belakang teknologi informasi. Saya bilang, apa saya keluar saja ya dari grup itu? Dia bilang, kalau keluar dari grup begitu saja tidak enak, karena akan ketahuan. Jadi kalau mau keluar harus pamit. Saya bilang, pamit? tak mungkin lah, bisa sakit hati semua mereka! Lagian mereka ini teman-teman baik saya. Kerabat saya kemudian mengusulkan ide cemerlang. Ia meminjam blackberry saya dan dalam sekejap utak utiknya menghasilkan solusi cerdas : obrolan bbm group nya tetap masuk, tapi tidak ada lampu yang berkedip ketika saya diserbu pesan remeh temeh mereka. Saya baru membukanya ketika saya ingin membuka, dan dengan demikian saya tetap bisa menikmati obrolan ringan dengan teman-teman saya, di saat yang saya inginkan.

Dari grup bbm ini saya belajar :

1. kedekatan dengan teman memang hal yang menyenangkan, tapi terlalu sering berkumpul dengan teman bisa jadi masalah sendiri. Dalam hal saya, kedekatan dan keseringan ini terwujud dalam bentuk chatting bertubi-tubi yang tak kenal siang malam, seolah teman-teman saya tak pernah tidur.

2. Pertemanan itu indah, namun pertemanan yang terlalu erat membuat kabur berbagai batasan-batasan yang seharusnya tetap ada. Pertemanan yang terlalu dekat itu bagaikan candu, inginnya apa-apa ada dia, dan apa-apa diceritakan dengan dia padahal tidak semuanya "bisa" diceritakan. Dengan adanya grup bbm ini, seolah ajang curhat kita menjadi "borderless" alias tanpa batas. Semua teman bisa melihat, membaca dan mengetahui secara "real-time" apa yang sedang saya rasakan, pikirkan, dan alami. Mau itu yang sifatnya baik dan positif atau yang sifatnya buruk dan berdampak gosip. Pertemanan seperti ini justru membuat orang-orang yang secara fisik dekat menjadi termarjinalkan. Tanpa sadar kita lebih mementingkan teman-teman kita dari keluarga terdekat bahkan pasangan kita. Kedekatan teknologi sering membuat kita rancu, mana yang seharusnya menjadi prioritas kita. Seperti yang pernah saya bahas di blog ini, saya pun kemarin melihat di sebuah mobil yang sedang berhenti karena lampu merah, sepasang suami isteri duduk bersebelahan, namun dua-duanya di dunia yang berbeda karena masing-masing sibuk dengan BB nya.

Saat ini saya mengalami dan menyadari bahwa tujuan membuat grup yang mestinya menjadi perekat antar pribadi, pada akhirnya justru punya potensi besar menjadi penyebab utama terpecahnya kesatuan ikatan. Maksudnya, bubar dengan pasangan dan keluarga karena terjerat kedekatan dengan teman.

Maka malam ini saya belajar, kita harus menjadi nakhoda hidup kita sendiri. Dalam hal bbm grouping, saya belajar bahwa kita harus bisa mengontrol teknologi, dan kita harus bisa mengontrol prioritas serta kedekatan kita dengan pihak-pihak yang bersinggungan dalam hidup kita. Jangan sampai mau tidur yang diberi ucapan good night terakhir adalah teman kita, dan saat bangun yang mendapat ucapan good morning pertama adalah teman kita juga, yang ironisnya berjarak puluhan kilometer sedang pasangan di sebelah kita cuekin saja ...

No comments: