Sunday, November 21, 2010

21 November 2010 : Mengejar Fenomena

Saya sangat menikmati bagian pertama serial film terakhir Harry Potter. Yang katanya perlu mengantri-antri, saya mendapatkan dengan mudah dengan layar besar pula. Menurut saya film ini adalah yang terbaik dari ke tujuh film Harry Potter yang pernah ada sehingga saya tak sabar menanti bagian keduanya di bulan Juli tahun depan.

Harry Potter adalah karya fenomenal J.K. Rowling yang menciptakannya saat ia sedang depresi ditinggal mati ibunya dan bercerai dari suami pertamanya. Ia harus berjuang keras membesarkan puterinya dengan gaji pas-pas annya sebagai seorang sekretaris. Ide Harry Potter muncul dalam perjalanan kereta api dan sejak itu mengalir deraslah alur cerita penyihir muda ini yang menjadikan pengarangnya salah seorang wanita terkaya di dunia.

Dalam sebuah obrolan, Oprah bertanya padanya apakah ia akan terus menulis, dan Jo mengatakan ia tak akan pernah berhenti menulis. Ia bercerita banyak orang yang menanyakan bagaimana ia akan membuat karya yang lebih spektakuler dari Harry Potter, dan bertanya apa yang dilakukan Oprah saat ia berhenti menjalani talkshow nya yang fenomenal. Oprah malah bercerita ia membaca buku riwayat Michael Jackson. Dalam buku itu diceritakan bahwa Michael Jackson tidak pernah menyadari bahwa Thriller adalah sebuah karya fenomenal sehingga seumur hidupnya ia terus berusaha mengejar fenomena. Oprah bilang ia tidak mau menjadi seperti Michael Jackson. Fenomena itu bukan suatu untuk dikejar. Fenomena terjadi karena semua unsur kosmik kehidupan bersinergi bersamaan dan menjadikannya sebuah fenomena. J.K. Rowling membenarkannya. Ia bilang Harry Potter adalah sebuah fase hidupnya. Ia akan tetap berkarya dan berusaha melakukan yang terbaik tanpa membebani diri untuk menjadikan karya terbarunya sebuah fenomena yang melampaui Harry Potter. Baginya sulit untuk mendiskripsikan fenomena Harry Potter. Ia ditolak 12 penerbit sebelum penerbit ke 13 mau menerimanya, itu pun ia mendapat peringatan dari agennya bahwa menulis cerita anak-anak bukanlah cara yang tepat meraup keuntungan. Ide Harry Potter itupun muncul setelah kematian Ibunya. Ia bercerita jika ibunya tidak sakit dan meninggal, belum tentu pernah muncul cerita Harry Potter. Di kesempatan yang berbeda James Cameron bercerita bahwa setelah film fenomenalnya Titanic ia telah membuat sebuah film yang kemudian ditolak oleh berbagai bioskop untuk diputar. Ia tidak menyesalinya. Katanya, meskipun film itu ditolak di pasar, ia tak kecewa karena film itu memenuhi kepuasan batinnya. Baru setelah puluhan tahun kemudian ia dilingkupi dewi fortuna saat salah satu filmnya kembali menjadi fenomena dunia : The Avatar.

Mencerna apa yang didiskusikan Oprah, JK Rowling dan James Cameron, saya kemudian melihat secara flashback kehidupan lalu yang secara unik membawa saya dalam sebuah perjalanan rollercoaster yang sulit dipercaya. Saya lulus Summa Cumlaude padahal saya tidak suka bersekolah. Saya menjadi seorang asisten presiden direktur hanya dalam hitungan kurang dari dua tahun pengalaman kerja. Saya kemudian menjadi bagian dari sebuah perusahaan komunikasi terbesar di usia yang cukup muda. Jejaring kenalan saya luar biasa luasnya : dari tukang jual es duren sampai ke tingkat pengurus negara, sebuah spektrum yang tidak pernah masuk di akal sehat saya. Saya sama sekali tidak termasuk orang yang punya daftar kekayaan yang bisa diperhitungkan, namun saya juga tidak yakin kekayaan batin yang saya peroleh dan alami dalam hidup ini pernah dirasakan oleh mereka yang terkaya sekalipun. But here's the deal : saya berencana menutup bagian hidup profesional saya yang luar biasa ini sepuluh tahun lagi. Di saat itu, saya sudah punya angan-angan akan apa yang akan saya lakukan namun belum tahu bagaimana hasil yang akan terjadi nantinya. Persis seperti apa yang dikatakan Oprah. Ia menganggap bahwa "bab talkshow" yang dijalaninya selama 25 tahun ini adalah sebuah fenomena, dan ia tidak tahu bagaimana hasil bab baru yang akan dibangunnya bersama jaringan televisinya yang baru. Ia tidak mau memasang target bahwa bab barunya harus menjadi fenomena yang lebih besar dari yang sekarang, karena fenomena bukanlah area kekuasaannya. Yang pasti akan dilakukannya adalah tetap berkarya, sebaik mungkin. Di sanalah saya mengerti dan menangkap makna apa yang dikatakan Oprah. Kehidupan saya ini bukan untuk menciptakan fenomena, apalagi menciptakan fenomena yang melampaui fenomena yang pernah saya capai. Kehidupan saya adalah untuk melakukan yang terbaik bagi saya, masyarakat sekitar dan dunia. Kalau apa yang saya lakukan ini kemudian menjadi fenomena, itu adalah hasil karya kosmik kehidupan alias Sang Pencipta.

Saya lalu menceritakan mengenai hal ini kepada seorang kerabat dekat yang dahulu lulus S1 dengan Magna Cum laude. Di S2 nya kini ia sering bertanya pada saya apakah ia bisa mendapat nilai yang lebih baik dari yang terdahulu. Saya bilang, just do your best, God will do the rest. Kalau pun sudah melakukan yang terbaik tapi tidak bisa melebihi yang terdahulu, terimalah dengan tulus ikhlas dan syukurilah. Berarti, it's meant to be (that way) ...

No comments: