Tidak biasanya saya mengangkat telepon yang berdering saat sedang dalam pertemuan dengan klien kecuali bila yang menelepon itu adalah keluarga dan orang terdekat saya. Namun kali ini, saya membuat pengecualian karena yang menelepon adalah seorang Duta Besar kenalan lama saya yang sedang berada di Indonesia. Perbincangan kami tidak lama terutama karena terputus oleh buruknya sambungan telepon, namun dari pembicaraan singkat itu kami sempat saling curhat.
Sebelum menjadi Duta Besar, saya sempat menjadi konsultan komunikasi untuk perusahaan Beliau namun sepeninggalan Beliau bertugas ke luar negeri dan masuknya insan-insan baru yang tidak mengerti visi Beliau di bidang komunikasi korporasi, saya tidak lagi menjadi konsultan perusahaan itu lagi. Setelah sekian lama, Beliau terkaget-kaget atas perubahan yang terjadi di dalam dan meminta saya untuk bersedia membantu lagi. Saya pribadi mengatakan siap dan sebetulnya ingin curhat juga kepada Beliau akan apa yang terjadi, namun tentu waktunya sekarang tidak memungkinkan, maka saya meminta Beliau untuk mencari tahu dari wakil Beliau di perusahaan tersebut.
Saya merasa tersanjung atas kesediaan Beliau menghubungi saya terlebih dahulu di sela-sela kesibukan Beliau menunaikan tugas negaranya. Dari kejadian singkat ini saya mencatat berapa hal :
1. Pentingnya menjaga kualitas kerja dan menjalin hubungan kemitraan dan persahabatan dengan tulus.
2. Pentingnya membuang jauh-jauh rasa gengsi dan berinisiatif untuk "reach out" terlebih dahulu. Sebagai seorang pejabat negara, Beliau mengesampingkan protokoler untuk menghubungi saya secara pribadi dan bicara dari hati ke hati ketimbang memilih dibuatkan appointment resmi oleh sekretaris maupun asisten pribadinya. Perlakuan ini jelas mencairkan suasana formal.
Saya jadi teringat pelajaran teknik negosiasi terpenting yang saya peroleh dari pengalaman saya bersama mendiang Bapak Ken Sudarto yang membawa masalah rumit ke meja makan. Beliau punya kebiasaan mengundang mitra nya yang sedang bermasalah untuk makan siang atau makan malam. Selama jamuan makan, saya yang mendampingi Beliau tidak pernah mendengar sedikit pun dari mereka menyentuh mengenai masalah yang diributkan. Baru pada saat hidangan penutup, mereka membahasnya kurang dari lima menit, lalu meneruskan hasil pembahasan tersebut untuk saya tindaklanjuti. Tidak ada pertikaian sengit. Yang ada hanyalah penyelesaian sambil ketawa ketiwi, jauh berbeda kalau bawahan yang menyelesaikan. Mungkin karena negosiasi tingkat tinggi ini juga dibekali dengan daya dan otoritas yang besar pula sehingga mempermudah melicinkan jalan kesepakatan, namun yang saya pelajari dari kebiasaan jamuan makan Pak Ken maupun telepon singkat Pak Dubes adalah sesuatu (masalah)yang rumit akan bisa tercairkan dan terurai dengan kepala dingin dan niat persahabatan yang tulus ...
No comments:
Post a Comment