Sore ini di tengah minum teh dan obrolan hangat dengan teman lama, saya mendapat bbm menanyakan apakah saya free malam ini untuk dinner dan sesi curhat. Karena tampaknya gawat, saya langsung mengiyakan dan menyudahi obrolan ringan lalu menemui teman saya yang sedang gundah.
Di tengah makanan jawa yang super pedas, saya menjadi pendengar yang terenyuh. Teman saya bertengkar hebat dengan isterinya yang ditengarai sedang berselingkuh. Ia juga mengeluhkan usahanya yang sedang turun. Ia mengeluh isterinya seolah tak mengerti situasi. Banyak lagi cerita hati yang dicurahkan malam ini, tapi rasanya semua seolah menjadi kabur. Malam ini, tak sepatah kata pendapat saya yang keluar dari mulut. Saya bingung mau berkata apa. Saya mengenal teman ini dan isterinya dengan baik. Ia adalah suami yang baik, pekerja keras dan pengayom keluarga yang saya hormati, sedang isterinya adalah seorang isteri yang baik, yang mengurus rumah tangga dengan baik, seorang yang polos,periang dan baik hati. Begitu banyak kata baik yang bisa saya hamburkan untuk keluarga yang memiliki dua anak kecil yang manis-manis.
Dihadapkan dengan keluhan seperti ini seperti buah simalakama buat saya. Malam ini saya hanya mendengar segala curahan hati dari satu sisi. Saya yakin meskipun intinya sama, kalau sang isteri menelpon dan bercerita, versinya akan datang dari sisi sang isteri. Karenanya, saya tidak berkomentar sepatah kata pun. Saya hanya sedih. Empat orang individu dalam keluarga muda ini adalah orang-orang yang baik, yang terjebak dalam situasi yang sedang tidak baik. Hati saya bertanya, bagaimana caranya saya bisa membantu orang-orang yang saya sayangi ini merekatkan kembali segala keretakan yang terjadi?
Entah mengapa saya tidak berani bertanya lebih detil mengenai keluhan itu, misalnya, darimana ia tahu isterinya selingkuh? apakah memergoki? atau jadi detektif membongkar isi telepon isterinya? atau mendengar kabar angin saja? atau bahkan instink mengatakan demikian? Saya tidak tahu. Saya juga tidak berani menanyakan asal mula terjadinya tuduhan ini? Adakah suasana keluarganya berubah? mengapa? bagaimana perubahannya?
Sebetulnya ingin betul saya berkomentar dan meminjam istilah : it takes two to tango. Artinya, kalau ada yang salah dalam sebuah hubungan, tak dapat menyalahkan salah seorang saja. Saya sendiri berpengalaman dengan perceraian sendiri dan saya harus mengakui sebagai salah seorang yang punya andil dalam keretakan itu. Tapi pihak isteri juga ada andilnya. Seringkali jurang yang terbentuk tidak serta merta ada, tapi terjadi secara pelahan-lahan tanpa kita sadari karena tak adanya komunikasi. Uneg-uneg yang ada di hati tidak serta merta diungkapkan kepada pasangan untuk mencari penyelesaian bersama. Yang ada malah disimpan atau diceritakan pada orang lain, yang justru berujung runyam karena orang lain itu tidak punya gambaran selengkap-lengkapnya tentang sebuah cerita dan sering kali hanya bergantung pada satu sisi cerita, lalu memberikan saran yang justru berada di luar konteks yang sebenarnya sehingga saran tersebut bukannya menyelamatkan malah justru menjerumuskan. Oleh karena itu, malam ini saya sadar, untuk menutup mulut saya rapat-rapat.
Kalau benar sang isteri selingkuh, saya rasa bukan kemauan dan tujuan utamanya untuk selingkuh, tapi yang sering saya temui adalah karena rasa nyaman dan aman yang ditawarkan sang pasangan sudah tak ditemui lagi, sehingga begitu ada sedikit perhatian lebih saja, ia merasa dihargai dan jadi berbunga-bunga. Kalau sang suami belakangan ini sering uring-uringan, juga mungkin bukan salah suami seratus persen. Bisa jadi ketidakmengertian dan kurang keprihatinan isteri menjadi salah satu sebab penambah frustrasi sang suami.
Tiba-tiba saya merasa sebuah masalah itu bagaikan cermin. Kalau kita kesal, menuduh dan menyalahkan pasangan, semuanya itu bagaikan cerminan atas hasil perbuatan kita juga. Pertanyaannya, patutkah kita memarahi sebagian hasil perbuatan dan kelakuan kita? Patutkah kita membebankan hasil perbuatan kita pada orang lain? Tiba-tiba lagi menjadi jelas bagi saya bahwa satu satunya jalan memperbaiki cermin retak dimulai dari diri kita. Membenahi sikap, perbuatan dan kelakuan kita,baru boleh berani meminta orang lain yang terkena dampaknya berubah sikap, perbuatan dan kelakuan. Tapi "penemuan" soal cermin malam ini juga tidak berani saya lontarkan, karena takut salah komentar dan membuat cermin semakin retak dan berhamburan.
Saya lalu berkata pada teman saya, "malam ini, aku menjadi pendengar yang baik saja ya, a shoulder to cry on." Tapi teman saya mendesak minta pandangan, katanya, "Just say something!". Saya dengan berat hati akhirnya berkata, "Kalian termasuk pribadi-pribadi terbaik yang pernah aku kenal. Orang-orang baik, biasanya berbuah baik pula. Aku tidak berani memberikan penilaian tentang apa yang terjadi, karena yang tahu persis cuma kalian. Hanya, cobalah lihat berdua dengan kepala dingin, biasanya sesuatu yang kelihatan tidak ada pemecahannya bermula dari soal sepele namun karena tidak ada toleransi dan komunikasi yang baik, masing-masing jadi bersikeras dengan pandangannya sendiri. Perkawinan bukan soal kalah menang, siapa yang benar atau yang salah. Perkawinan adalah persekutuan dua insan, kamu tahu itu. Kalau kamu baca blog ku soal relationship, kamu pasti pernah membaca hasil pembelajaranku setelah bercerai tentang unsur penting relationship : passion, commitment, trust, balance and effort. Menurut aku ke lima unsur ini yang menjadi perekat persekutuan sebuah hubungan. Coba kamu lihat lagi apakah kalian masih setia terhadap 5 unsur ini. Kalau ada salah satu pasangan yang tampaknya tak lagi di jalan yang sama, berkacalah apakah hal ini terjadi karena sikap dan kelakuan kita yang tidak berada di koridor yang semestinya. Malam ini, saya sudah menampung semua keluhan hati kamu. Semoga hati kamu menjadi lebih lega dan pikiran kamu menjadi lebih jernih. Sekarang sudah larut, pulanglah dan peluk cium isteri kamu, mulailah dengan perkataan maaf atas sikap kamu, terlepas dari siapa yang benar atau salah, lalu bicaralah dari hati ke hati. Aku sebagai teman yang kenal kalian, hati kecilku terus terang tak rela apa yang baik tercerai berai oleh persoalan yang bisa diatasi. Aku sayang kalian semua, tapi sesungguhnya yang bisa menyelesaikan persoalan ini adalah kalian berdua. Lepaskan semua nasihat orang. Jujur dan bicaralah dari hati ke hati. Semoga kalian berdua menemukan terang dan mendapatkan kembali cahaya yang menyatukan kalian di awal pertemuan dulu."
Malam ini, saya sambil berbicara, saya belajar mengenai cermin kehidupan yang dengan jujur memantulkan kembali semua bayangan masalah pada sikap dan perbuatan kita sendiri. Semoga besok saya mendapat kabar bahagia dari teman baik saya...
No comments:
Post a Comment