Supporter Malaysia telah berlaku tidak sportif dalam mendukung tim nasionalnya melawan Indonesia di leg pertama pertandingan final AFF. Mereka menggunakan sinar laser hijau untuk menyilaukan mata pemain dan penjaga gawang tim sepakbola Indonesia. Sebagai bangsa Indonesia saya geram atas kelakuan lawan, tapi sebagai individu beragama, saya heran, kok begitu ya tingkah mereka? Bukankah permainan itu diciptakan untuk melatih sportivitas pemain, dan juga penonton? Mengapa harus curang seperti itu? Kalau tim nya memang bagus, tak perlu khawatir, mau tekanannya seberat apa pun, pasti unggul.
Sekarang meskipun menang, Malaysia akan menanggung dendam bangsa Indonesia di pertandingan penentuan di Jakarta. Kalau kemarin melawan Filipina publik Indonesia dipuji kompak dan sportif, saya tidak bisa jamin kalau tanggal 29 nanti berujung rusuh. Siapa dulu yang memulai?
Sebagai manusia, kita sering kali memutar otak untuk berlaku curang agar bisa memenangkan sesuatu. Kelakuan curang ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan strategi karena bertentangan dengan ketentuan permainan yang berlaku. Tapi apa gunanya menang hasil kecurangan? Tak ada kebanggaan yang bisa diusung dari kemenangan hasil curang. Beberapa lalu, sebuah pasangan memenangkan pilkada padahal dalam perhitungan jumlah yang diraih pesaing lebih tinggi dari pasangan yang dinyatakan menang. Beberapa saat kemudian terungkap bahwa pasangan pemenang terbukti melakukan berbagai kecurangan sehingga kemenangannya dibatalkan dan diadakan pemilu ulang. Teman saya yang mengikuti berita mengabarkan bahwa sang pasangan pemenang sampai berlinang air mata. Tapi buat saya buat apa air mata buaya itu? Apakah air mata itu adalah ungkapan malu? Atau penyesalan? Buat saya air mata seperti itu tak ada gunanya.
Malam ini saya belajar, lebih berarti kalah terhormat atas jerih payah sendiri, daripada menang berlumur kecurangan.
No comments:
Post a Comment