Diskusi pertemuan kelompok pendalaman iman saya yang hari ini sekaligus diadakan dalam rangka Natal 2010 menyinggung soal Anak Allah. Kita ini anak-anak Allah secara rohaniah meskipun lahiriahnya ya anak masing-masing ayah dan ibu. Jadi karena kita anak Allah, apa yang kita lakukan terhadap orang lain berarti berdampak langsung kepada Allah. Misalnya, menghina orang, berarti ya menghina Allah. Kalau kita menyakiti orang, yang berarti kita juga menyakiti Allah.
Saya setuju dengan konsep ini, hanya prakteknya susaaaaaaaah sekali. Mulut yang tidak disekolahkan ini otomatis mengomentari orang ini dan itu, membicarakan orang ini dan itu. Itu baru mulut, kelakuan tak ada bedanya. Suka memandang sebelah mata, suka .... suka .... Saya lalu melantur lebih jauh, di mana sekarang banyak orang yang mengatasnamakan Tuhan berperang dan memerangi orang, menumpas dan mengobrak abrik fasilitas ibadah, serta menghakimi orang dalam nama Tuhan. Saya sungguh tidak mengerti tindakan dan cara pemikiran seperti ini karena menurut saya Tuhan tidak perlu dibela, justru kita yang membutuhkan perlindungan dan pembelaanNya. Saya sempat membaca ada orang-orang yang berdemo atas beredarnya film yang ditengarai berbau porno. Asumsi saya, kalau bisa berkomentar tentang isi sebuah film tentunya yang bersangkutan sudah menontonnya terlebih dahulu. Lah, siapa yang lebih mesum?
Maka kesimpulannya, orang yang menghina orang lain adalah orang yang lebih rendah dari yang dihinanya. Orang yang menghakimi orang lain adalah orang yang lebih bersalah dan lebih rendah derajatnya dari yang dihakimi. Orang yang menganggap dirinya lebih baik dari yang lain sesungguhnya lebih rendah dari yang lain.
Kalau pakai kesimpulan di atas, aduuuh betapa rendahnya dan hinanya saya ini. Saya pernah berbicara soal positioning, yaitu bagaimana kita memosisikan diri kita. Berdasarkan teori itu, maka kalau kita adalah anak Allah, semestinya kita berlaku seperti seorang anak Allah, berkata seperti seorang anak Allah, hidup seperti seorang anak Allah. Yang ada, saya ini anak Allah yang kelakuannya seperti anak setan. Tapi yang jelas, kata "Anak Allah" itu berdengung tak mau pergi dari otak saya. Mungkin Allah telah mengirim Roh Kudusnya untuk menanamkan kata itu di benak sehingga sekarang kalau mau apa-apa, atau paling tidak kalau sudah keceplosan ngomong apa, ada kalimat pengingatnya, "Kamu itu Anak Allah lho!" Paling tidak sekarang saya punya kontrol kalau gatal mau mengomentari sesuatu, atau melakukan sesuatu.... setidaknya sampai teman saya nyeletuk, "Menghakimi memang nggak boleh, menghina juga tidak boleh, tapi mengomentari tidak dilarang, kan....?" Gubrak! Teteup....
No comments:
Post a Comment