Setelah melewati hari yang santai dan menyenangkan, saya duduk di depan pesawat televisi menikmati indahnya malam yang sejuk sambil menonton Oprah. Kali ini ia menampilkan tiga wanita cantik, satu usia 40an dan dua 60an : Teri Hatcher, Cybil Shepherd dan Linda Evans. Teri memulai dengan memvideokan dirinya sendiri yang baru bangun tidur, acak-acakan tanpa make up, lalu menjelma menjadi bintang televisi di serial Desperate Housewives dan kembali tanpa make up di malam hari saat ia menghapus segala keglamoran dirinya di kamar mandi. Dengan "ulah" nya itu ia ingin membuka mata dunia bahwa ke dua wajah yang berbeda itu adalah satu.
Pikiran saya lalu melayang, dan sedikit merasakan apa yang dialami Teri, tentu dalam skala dan situasi yang sangat jauh berbeda. Meskipun saya tidak terkenal, tapi hidup saya juga tidak bisa dikatakan biasa-biasa saja. Jumat lalu contohnya, saya berjabat dan berbincang dengan seorang wakil presiden, menteri, duta besar dan bahkan mantan Puteri Indonesia. Saya pun beberapa kali mengikuti acara Presiden dan Ibu Negara, bahkan dalam kesempatan ringan mengobrol dengan mereka. Isi daftar telepon, bbm dan facebook saya juga mencantumkan beberapa selebriti dan orang-orang yang sering tampil di media yang saya kenal secara personal. Kalau mengikuti kegiatan saya, terkadang terasa sisi glamor sebagai imbas konsekuensi pekerjaan saya yang terkadang juga mewarnai kehidupan pribadi saya. Beberapa teman terdekat saya adalah nama-nama yang sangat dihargai di bidangnya dan saya harus jujur, kalau saya tidak di pekerjaan ini, saya tidak akan pernah mengenal mereka, namun saya bisa meyakinkan Anda bahwa pertemanan saya dengan mereka adalah pertemanan yang tulus yang tanpa embel-embel status apa pun. Buktinya, kerabat muda yang pernah saya ajak untuk ikutan makan malam di apartemen teman saya, bisa menikmati kumpul-kumpul kami dan berkata, "wow, tadinya aku kira aku tidak akan pernah bisa membaur dengan mereka, tapi sungguh mereka adalah orang-orang biasa yang apa adanya, yang jauh dari kehidupan yang aku lihat di media. Dan mereka benar-benar lepas dan lucu sekali!"
Tapi saya dalam arti yang aslinya, sama sekali bukan orang yang tampil di media, bukan selebriti, bukan orang pemerintahan, pebisnis yang ada di urutan mana pun dalam ranking yang ada. Saya cuma orang biasa. Yang kalau tidur sukanya pakai kaos molor dan celana pendek. Yang gemar sekali pecel lele pinggir jalan. Kemarin, saya menyusuri beceknya Pasar Pagi untuk membeli lampu natal. Di tengah hiruk pikuk dan kemacetan luar biasa serta panas yang membuat saya meleleh, terbersit pikiran betapa anehnya hidup ini. Kemarinnya saya keluar masuk istana, gedung menteri dan resepsi resmi duta besar, sekarang saya berjalan dengan kaos dan celana pendek bersandal jepit di tengah himpitan ribuan orang yang teraduk aduk di Pasar Pagi, tanpa ada yang peduli apa yang saya lakukan kemarin. Hari ini, saya sengaja tidak ke Jakarta. Sepanjang hari hanya saya habiskan di sekitar rumah saja. Bahkan kalau di waktu lain saya mendapat kesempatan duduk di bangku VIP yang sengaja disiapkan untuk saya, sore ini saya diusir dari tempat duduk yang saya kira untuk umum, tapi kemudian diisi orang tua para musisi muda yang tergabung dalam koor dan orkestra lingkungan dalam sebuah pagelaran natal yang diperuntukkan bagi penduduk sekitar rumah.
Tapi itulah saya. Dengan segala sisi yang berbeda yang membentuk saya secara utuh, dan tidak dipisahkan satu dengan yang lain. Yang membuat saya unik dan tidak bisa di kloning. Percakapan di televisi tadi membuat saya menyadari apa yang saya pikirkan ketika melewati kerumunan orang di Pasar Pagi kemarin siang sambil berpeluh-peluh. Yang seharusnya saya lakukan adalah sebagai berikut :
what happens around me forms who I am today, and only the insparable me that enlivens my values who shines throughout the events of my life.
No comments:
Post a Comment