Dengan pekerjaan di bidang komunikasi, saya biasa melahap semua jenis media, mulai dari tv, radio, online, sampai cetak. Dari yang diperuntukkan untuk anak, ibu hamil, pria, sampai manula, dari industri, politik hingga fashion. Sebuah kotak hijau di lembar majalah Femina edisi Natal 2010 menarik prehatian saya. Dalam kotak hijau itu tertulis :
CEMBURU & CINTA
Waspadai jika pasangan Anda berkata, "Ya, aku cemburu karena sangat cinta padamu." Menurut Mary Valentis,Ph.D dan John Valentis, Ph.D, penulis buku Romantic Intelligence, kecemburuan tidak ada hubungannya dengan cinta. Cemburu adalah alat ukur emosi. Jika pasangan berkata demikian, itu hanya ucapan yang menenteramkan saja. Sebenarnya, ada kebutuhan pasangan untuk mengendalikan dan membatasi aktivitas yang disebabkan oleh cinta yang sangat besar.
Hm, saya kemudian merenung. Dari pengalaman pribadi, akhirnya saya menyimpulkan bahwa cemburu dan posesif adalah sebuah keadaan yang berawal dari rasa ketertarikan yang tinggi terhadap seseorang dan saking sukanya terhadap orang itu akhirnya timbul rasa memiliki dan tidak ingin berbagi dengan orang lain. Jadi, yang namanya cinta itu jadinya sama dengan hak milik. Boleh saja Anda protes, tapi pengalaman saya bilang begitu. Buat saya, cinta bukan untuk memiliki itu bohong besar. Meski pun tidak bisa memiliki secara fisik, perasaan tetap mencap seseorang itu milik kita. Jadi cinta itu merupakan rasa ketertarikan dan memiliki dalam kadar yang berbeda-beda, dari yang super ringan sampai super berat, sehingga jadi ketergantungan dan kecanduan.
Masalahnya kalau sikap cemburu dan posesif itu menjadi destruktif. Tak sedikit yang kehilangan akal karena cemburu dan posesif. Saya sudah mengalaminya, dan tak bisa saya katakan betapa menakutkannya seorang yang terobsesi dengan rasa cemburu dan posesif nya. Orang tersebut kehilangan akal sehat dan mulai melakukan hal yang merusak. Puas rasanya kalau orang yang katanya dicintai "ikut" merasakan sakit hatinya bahkan puas rasanya kalau orang yang katanya disayangi hancur dalam arti sebenarnya : jadi tak punya masa depan, menderita, dikucilkan, sengsara : Rasakan! Itu akibatnya kalau kamu tidak mau sama aku! Teror dan fitnah, dilakukan dengan cara-cara yang tak terbayangkan, melanggar privasi masuk ke email, sms pribadi, bahkan phonebook ikut dilacak karena sudah saking geramnya. Kecanggihan teknologi dipergunakan menjadi alat teror yang susah dilacak. Semua dilakukan demi dendam cinta dan cemburu. Bahkan kalau perlu ia sendiri hancur juga tidak apa-apa.
Pada akhirnya orang yang kecanduan cinta dan menjadi pencemburu dan posesif itu sudah lama melupakan rasa cintanya dan lebih menjadikan cintanya sebagai objek kepemilikian, akan mencapai titik terparahnya : psikopat! Dan setiap manusia yang jatuh cinta atau dalam cinta memiliki potensi ini. Hanya saja, ada orang yang memiliki rasa legawa dan ikhlas, sehingga kepemilikan yang dirasakan terhadap seseorang bisa dibawa dalam kadar yang indah dan wajar, tapi ada lagi orang yang mau menguasai dalam kadar yang memenjarakan orang yang dicintainya.
Kalau mengingat semua itu, saya jadi bergidik. Ini kah esensi cinta? tertarik dan mencap seseorang itu milik kita? Setelah saya renungkan, ternyata tak ada alibi lain yang dapat mematahkan kenyataan ini : cinta = tertarik dan cap kepemilikan. Apakah kepemilikannya dalam lingkup keluarga, atau disimpan dalam hati saja, atau dinyatakan dan akhirnya menyatu dalam ikatan pacaran atau pernikahan, tergantung kadarnya, tapi pada dasarnya tetap kepemilikan.
Saya lalu menyadari bahwa hakikat hidup ini adalah bagaimana kita dapat mengontrol rasa ketertarikan dan kepemilikan ini dengan bijaksana sehingga berbuah indah, bukan berakhir menjadi petaka. Lebih lanjut saya menyadari lagi bahwa perasaan ini tidak terhenti pada manusia tetapi juga terhadap apa pun yang ada di dunia ini : barang, uang, binatang, perusahaan dan negara. Intinya adalah pengendalian diri...
No comments:
Post a Comment