Malam ini kami sekeluarga yang ada di Jakarta mengadakan Memorial Service atas meninggalnya paman 7 hari yang lalu. Salah seorang sepupu saya mengingatkan tahun ini adalah tahun yang kurang baik buat kami karena ada 4 anggota keluarga yang meninggal dalam setahun ini. Ia berkata malah ia sudah tidak tahu lagi mesti doa apa kepada Tuhan, "Doa supaya om sembuh supaya bisa cepat ke Indonesia, eh malah meninggal!"
Saya terdiam, tapi otak saya tidak mau diam. Dalam hati saya bertanya, kenapa sih kita tidak berpikir bahwa mereka yang sudah meninggalkan kita saat ini sudah mendapat kedamaian abadi dan tidak mengalami derita dari penyakit yang dideritanya? Mengapa kita cenderung melihat segala sesuatunya dari sudut yang negatif dan selalu dari kaca mata kita, bukannya dari kaca mata yang "pergi"? Saya tidak bermaksud kurang ajar dan tidak menghormati apa lagi menyayangi mereka yang sudah mendahului saya, tapi saya selama ini melihat sosok mereka dan mengenang mereka sebagai "a celebration of life" bukan "a loss of life". Saya jadi bertanya, karena usia dan kondisi mereka yang sudah rentan, kalau tidak pergi sekarang, apa maunya dicicil, setahun satu? Tidak mau juga kan pastinya. Tapi siklus kehidupan kan tak bisa dilawan, pasti ada saatnya kita semua pergi.
Saya membaca buku tentang pengalaman orang-orang yang mengalami near-death experience dan seluruhnya mengatakan bahwa pengalaman meninggal itu indah. Perasaan damai dan sukacita tak tergambarkan dan justru merasa terenggut ketika mereka tersedot kembali ke alam fana.
Lalu saya - seperti biasa - diminta pidato mewakili keluarga. Saya sama sekali tidak siap dan ketika berdiri memulai pidato, saya memulai dengan mengatakan sama dengan yang diungkapkan sepupu saya dengan sedikit modifikasi : tahun ini merupakan tantangan. Lalu saya mulai mengenang om yang nasionalis, dan bagaimana kami semua sudah menantikan kedatangannya kembali ke Indonesia untuk merayakan ulang tahunnya yang ke 88. Sambil berkata, saya berpikir apa lagi yang harus saya sampaikan. Ternyata pemikiran saya seperti dituntun. Saya mengucapkan selamat jalan kepada Om Ben yang saya percaya sudah menemukan kebahagiaan dan kedamaian sejati bersama Tuhan dan saudara-saudara yang sudah mendahuluinya. Saya kemudian mengucapkan terima kasih kepada sanak keluarga dan para pendoa gereja atas kehadiran mereka yang memberi penguatan dan penghiburan. Yang membuat pidato ini menjadi berbeda dari yang sebelum-sebelumnya, kali ini saya menambahkan minta doa. Bukan untuk yang meninggal, tapi untuk kita-kita yang di dunia ini, yang justru masih harus berjuang hidup dan memaknai setiap kejadian, terutama kemalangan agar menjadi orang yang lebih bertakwa dan bijaksana, dan agar bisa menyelesaikan sisa perjalanan hidup kita sehingga memberikan manfaat dan kemuliaan bagi Sang Khalik.
Pada detik itu saya menyadari, (terkadang) yang lebih perlu didoakan itu justru kita yang hidup, bukan yang sudah meninggal. Agar bisa tawakal dan mampu melihat segala sesuatunya sebagai proses pendewasaan dan kematangan pribadi, bukan sekedar musibah-musibah-musibah melulu. Maka malam ini menjelang tidur, saya mau berdoa bagi semua yang hidup ...
No comments:
Post a Comment