Thursday, June 03, 2010

2 Juni 2010 : Tidak Punya Udel

Malam ini kesabaran saya sudah habis rasanya menghadapi tingkah parkir anak-anak kos di seberang rumah. Selama ini, saya sudah cukup prihatin dengan gaya parkir penghuni kawasan tinggal saya. Mungkin karena saking amannya, ruang yang disedianya diperuntukkan untuk garasi kebanyakan berubah fungsi menjadi ruang tambahan rumah utama sehingga mobil penghuni yang umumnya lebih dari satu diparkir di pinggir jalan depan rumah masing-masing. Keadaan itu sekarang diperparah karena banyak orang membeli rumah di daerah kami untuk dijadikan investasi, menjadi rumah kos bagi kebanyakan mahasiswa sebuah universitas swasta yang berasal dari luar kota. Jadilah daerah hunian yang sebetulnya tidak diperbolehkan untuk tujuan komersial ini menjadi ramai dengan kedatangan anak-anak kuliah borju yang datang membawa paling tidak satu mobil. Akibatnya daya tampung parkir halaman rumah yang sudah disulap menjadi pelataran parkir pun tidak memadai. Jumlah ini bertambah jika kedatangan dan diinapi pacar-pacarnya, yang masing-masing juga bawa mobil. Parkir semakin merajalela, bahkan sampai ke rumah kosong dan taman samping rumah sehingga mempersulit kami penghuni asli untuk memarkirkan mobil di garasi, bahkan di pelataran depan rumah sendiri.

Rasa sebal saya semakin memuncak karena sang empunya rumah enak-enak saja mengubah peruntukan rumah tinggal menjadi tempat komersial tanpa merasakan ketidaknyamanan akibat penuh sesaknya lahan parkir, dan yang paling parah, anak-anak yang seharusnya menjadi harapan bangsa itu tidak punya manner dan tidak tahu aturan. Malam-malam kadang membuat keributan di luar, dan paling parah ya itu tadi, parkir "sak enak udel"!

Malam ini, kondisi parkir semakin merajalela. Hebatnya, ketika diketuk satpam untuk diperingatkan memindahkan kendaraan, penghuni rumah kos itu tak bereaksi sedikitpun. Kekesalan saya memuncak. Akhir pekan ini, saya berencana melaporkan ke pihak pengelola untuk segera menertibkan perparkiran dan menuntut untuk mengembalikan disiplin peruntukan rumah untuk tempat tinggal pribadi, dan kalau dalam waktu 7 kali 24 jam mereka tidak mengadakan upaya perbaikan, saya akan menulis surat komplain ke semua surat kabar dan majalah nasional.

Ketika saya melapor untuk ke sekian kalinya, sang satpam pun pasrah bahkan mengandalkan, mendukung dan menunggu aksi saya di hadapan pengelola. Malam-malam, semua kendaraan yang parkir sembarangan saya potret berikut nomor polisinya buat bahan laporan. Saya akan usul agar diberlakukan sistem gembok dan membayar denda jutaan Rupiah bagi setiap pelanggar untuk memberi efek jera!

Ketika sudah di tempat tidur saya jadi merenung. Sebetulnya aksi "tak pikir orang lain" ini bukan cuma dilakukan oleh mereka. Kita juga pernah, saya juga pernah. Malam ini saya diberi kado untuk mencicipi bagaimana kalau kita berlaku semau gue tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain. Saya jadi terbayang ketika mencuri-curi membuang sampah melalui jendela mobil atau buang sampah sembarangan, parkir mengambil tempat dua jalur di mall, cewek-cewek yang suka iseng petik bunga di jalanan, ibu-ibu yang suka main sulap menyelinapkan perangkat makan dan selimut di pesawat, menambah beban tas dengan handuk dan jas kamar hotel, menyerobot antrean dan sebagainya. Saya juga pusing melihat kalau kita membuat acara outdoor, tak pernah sekalipun sesudahnya tetap bersih, pasti sampah berserakan di mana-mana, fasilitas umum rusak, bahkan telepon umum pun bisa hilang gagang. Melewati sungai kita diberi pandangan menjijikkan betapa menggunungnya tumpukan sampah yang mengganjal. Kalau kali nya meluap, warga menangis-nangis. Belum lagi kelakuan pendukung bola yang seolah-olah pembela pahlawan bangsa yang menentukan hidup matinya. Padahal kalau seorang pendukung terjungkal mati dari atap bis, tak ada satu pun yang peduli atas nyawanya yang tak berharga. Tapi gayanya tengil selangit.

Saya jadi sakit kepala sendiri. Bangsa ini memang tidak diajar tata krama dan tidak diajari tentang menghargai / menghormati (hak) orang lain. Sekarang ini maunya menuntut hak (nya sendiri) saja. Bahkan hak orang lain juga dituntutnya. Hilang sudah berabad-abad adat krama dan sikap gentleman serta menghargai yang ditanamkan nenek moyang kita. Soal parkir di atas adalah contohnya. Tentu pemilik mobil adalah anak-anak orang yang berduit dengan fasilitas serba memadai. Betapa mirisnya hati ini bahwa anak-anak yang nantinya menentukan ekonomi dan masa depan bangsa ini tidak punya tata krama dan tak peduli dengan lingkungan dan orang-orang sekitarnya. Kita ini bangsa yang tak pernah berpikir jauh. Kita tak pernah berpikir dampak ketidakacuhan kita terhadap masalah pendidikan tata krama dan menghargai kepada anak-anak kita dua atau tiga puluh tahun ke depan. Bagaimana jadinya (mental) bangsa ini? Kalau selama ini sekelompok etnik suka komplain tentang kejorokan dan ketidaktertiban etnik lainnya, saya sarankan mereka untuk segera berkaca. Tak ada yang lebih baik dari yang lainnya. Semua sama saja.

Saya sudah sering kali berteriak agar dunia pendidikan kita tidak hanya mengajari soal skill tetapi yang terpenting : soal hati. Dulu, ketika kita berjuang melawan penjajah, kita tidak punya skill perang yang baik dan benar, tapi kita punya hati, dan menang. Rakyat Filipina juga menggulingkan kediktatoran Marcos dengan hati.
Maka sekali lagi saya menghimbau, dahulukan hati. Ketrampilan dan pengetahuan bisa dikejar sampai ke luar angkasa, namun tata krama dan sikap menghargai yang tercermin dalam hati tidak akan pernah dapat diperoleh bila tidak ditanamkan sejak dini. Ditanam. Artinya diurus sejak biji, disiram, disiangi, dipangkas, disemprot hama hingga menjadi pohon hati yang berbuah lebat dan kokoh.

Tapi balik lagi dengan ulah ketidakacuhan soal parkir yang menimpa saya, malam ini saya jadi belajar betapa tidak enaknya jadi korban ketidakacuhan dan karenanya saya mau belajar untuk peka dan peduli atas setiap langkah saya sehingga tidak saja bertata krama tapi juga menghargai dan menghormati (hak) orang lain.

nb. protes soal kesemrawutan parkir ini apakah termasuk bagian upaya menyadarkan orang soal ketidakacuhan, nggak ya? Soalnya bakal garang nih! :-P

No comments: