Sunday, June 06, 2010

6 Juni 2010 : Nyaman di Rumah

Bangun pagi saya bukannya langsung mandi namun bermalas-malasan di hari Minggu yang dingin karena hujan. Sambil leyeh leyeh di tempat tidur yang sangat nyaman, saya melakukan ritual browsing channel tv dan terhenti di sebuah film yang tinggal seperempat main berjudul I Not Stupid Too keluaran Singapura.

Film yang berkisah tentang kenakalan anak dan remaja itu memiliki pesan kuat betapa kita sering tidak tahu mengekspresikan rasa sayang dan cinta kita kepada orang-orang yang katanya kita sayangi dan cintai sehingga diterima salah oleh mereka dan akibatnya mereka berbuat lain dari yang kita harapkan. Si anak kecil mencuri uang di sekolah untuk membeli waktu ayahnya yang digaji $500 per jam agar sang ayah bisa menonton konser sekolahnya. Sang ibu yang saat ia masih bayi selalu memuji-muji setiap perkembangan fisik dan kegiatannya lambat laun kerjanya mengomeli saja. Film itu menunjukkan betapa banyak anggota keluarga yang tidak merasa nyaman di rumahnya sendiri karena neraka yang diciptakan oleh orang-orang yang justru berusaha keras menciptakan surga di rumahnya.

Dalam nuansa yang berbeda, saya menikmati film Sex and The City 2 di empuknya kursi bioskop Premiere Karawaci yang menuturkan berbagai ketidaknyamanan yang terjadi seputar rumah tangga 3 dari 4 pemeran utama film itu. Carrie yang biasa hidup gemerlap merasa terancam oleh keinginan suaminya untuk lebih banyak santai di rumah. Keterusikannya memuncak sampai ia menyelinap 2 hari untuk "rehat" dan "menjadi dirinya sendiri yang dulu" di apartemennya yang lama. Kejenuhannya berubah menjadi keterkejutan dan ketidaknyamanan ketika sang suami ganti minta rehat 2 hari dari segala aturan tak boleh ini jangan itu. Miranda yang autis BB menjadi semakin jauh dari anak dan suaminya, lebih konsentrasi ke urusan kantor ketimbang kenyamanan kebersamaan di rumah. Charlotte yang menyayangi keluarga dan kedua putrinya justru merasa kewalahan dan tidak tahan mengurus anak-anaknya yang nakal dan rewel, sementara juga dikuatirkan kemungkinan suaminya bisa jadi selingkuh dengan si pengasuh yang cekatan, cantik dan seksi.

Semalam saya menjadi pendengar yang baik bagi seorang teman. Ia mengeluh baru pisah dari kekasihnya dua minggu yang lalu setelah tinggal bersama empat bulan. Empat bulan yang lalu mereka pindah ke apartemennya yang baru, dan semua yang indah sebelum tinggal bersama itu sirna sudah ketika menghadapi kenyataan urusan kebiasan hidup masing-masing yang sebetulnya tidak penting-penting amat diributkan. Ia mencontohkan ketika ia menyapu dan mengepel apartemen sedang pasangannya asik nonton tv, ia menegur agar pasangannya membantu dan terjadilah keributan. Saat sudah mau tidur dan pasangannya masih mau baca, ribut lagi.

Saya juga pernah mengalaminya. Ketika waktu itu untuk pertama kali calon isteri saya masuk ke rumah di Cinere yang kecil namun asri, saya mengantarnya berkeliling rumah, seperti seorang yang sedang inspeksi ia tak sadar mengatakan," Hmmm nanti di sini di tambah cermin, yang ini diubah ke sana dan itu diganti yang lain yaaaa...." Detik itu juga jantung saya serasa berhenti. Gleg! Ini dia pemilik rumah yang baru sudah datang! Seketika itu juga saya jadi mempertanyakan duh saya siap menikah gak ya? Rasanya hilang sudah semua kebebasan saya, bahkan di rumah sendiri!

Selesai fim I Not Stupid Too, saya jadi merenung. Apa yang membuat sebuah persekutuan itu nyaman di rumah? Pengalaman saya membenarkan tidak mudah menyatukan dua atau lebih kebiasaan yang berbeda apalagi kalau bersatunya setelah dewasa. Saya jadi prihatin, soal dapat jodoh saja sudah merupakan hal yang rumit, sudah dapat dengan senang dan lega, eh itu ternyata baru permulaan dari segudang masalah baru!
Saya bisa merasakan kegundahan Carrie yang kesannya kemrungsung, seperti cacing kepanasan kalau harus diam di rumah sebentar saja karena biasanya "sibuk". Sibuk janjian, shopping, lunch, dinner, pergi.... sehingga kebersamaan itu adalah kebersamaan yang semu tapi bukan yang berkualitas. Pernikahan mereka di tahun pertama di film benar benar indah karena hidup bersamanya dilalui dengan sibuk bareng. Sibuk jalan-jalan, sibuk makan bareng, sibuk nonton bareng... kebersamaan yang sesungguhnya baru terjadi ketika kita sama sama tidak ada kerjaan apa-apa. Dalam kondisi seperti itu, apa yang akan kita lakukan bersama pasangan? Mati kutu tidak tahu mau ngapain? Bosan? Di situlah terjadi masalah. Masalah yang lain adalah kalau justru sebaliknya kita di rumah terus sehingga tidak sempat mendapat udara segar di luar. Itu yang dialami Charlotte. Terlalu banyak berinteraksi dan terekspos kebiasaan-kebiasaan yang nyata membuat kita jenuh dan muak juga, sehingga perlu sekali-sekali refreshing menikmati hal yang sebenarnya tak nyata. Tapi terjebak di dunia yang bukan dua-duanya juga membuat kita terasing dari dunia kita yang sesungguhnya. Dunia kerja salah satunya. Terlalu tersedot di dunia itu membuat kita terasing dari orang-orang yang kita cintai. Mungkin alasan tersedot di dunia kerja adalah ujung-ujungnya untuk orang-orang yang kita cintai namun toh yang mereka butuhkan bukan cuma itu. Lebih dari segalanya, mereka butuh kehangatan, kedekatan dan keberadaan kita. Tidak hanya secara fisik (tapi masih sibuk dengan Blackberry dan telepon 3G nya) namun juga kedekatan batin.

Tiba tiba saya merasakan resep mujarab agar betah di rumah bagi semua anggota keluarga : kedekatan lahir batin. Dan itu bisa ditunjukkan dengan sederhana. Melalui kehadiran lahir dan batin bagi setiap anggota keluarga yang ada...

Pagi ini, saya membatalkan semua rencana untuk sekedar leyeh-leyeh di rumah, menikmati jus buah dan buku bacaan yang baik ditemani musik dan tingkah laku kelinci putih serta santainya ikan koi berenang di kolam yang bergemericik lirih dalam cuaca mendung yang dingin, sambil mengobrol dan mendekatkan diri dengan seisi rumah. Quality time, everybody.... :-)

No comments: