Monday, June 07, 2010

7 Juni 2010 : Yang Penting Caranya

Malam ini saya dibuat kesal sekali dengan saran seorang kerabat. Mungkin apa yang disarankan dia benar, namun saya tidak suka gayanya yang menggurui dan bernada menakuti-nakuti bila suatu saat terjadi sesuatu. Mungkin karena sudah capai seharian bekerja, saya jadi lebih sensitif.

Saya jadi ingat tadi sore rekan kerja saya menasihati seseorang soal social grace. Ia juga mengatakan hal yang sama. Soal isi, yang diberi nasihat itu tidak salah. Namun bagaimana menyampaikannya itulah yang menjadi pokok permasalahan. Sering kali ia tidak tahu tempat, waktu dan kepada siapa ia berbicara, ia mengutarakan maksudnya secara lurus saja. Karena unsur-unsur itu sedang tidak sinkron, alias tidak tepat waktu, tempat dan kepada siapanya, maka apa yang diutarakan sering kali dianggap tidak tepat alias tidak appropriate.

Memang tidak mudah untuk memiliki kemampuan social grace tingkat tinggi terutama bila lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Kalau ditanya social grace itu apa, maka jawabnya susah juga diterangkan. Social grace adalah kepekaan dalam bersosialisasi sehingga ia bisa diterima dengan baik oleh berbagai kelompok. Dengan kepekaan itu, kita jadi tahu seni berkomunikasi yang baik. Tahu bagaimana menyampaikan suatu pesan. Tahu kapan harus menyampaikannya. Karena tahu dalam suasana apa dan kepada siapa kita menyampaikannya.

Dalam hal kerabat, iya sih, mumpung ia ingat, ia mengatakannya secara langsung kepada saya. Dan iya ia memberikan solusi yang masuk akal. Namun yang tidak dipahami sebelumnya adalah latar belakang dan bagaimana perasaan saya terhadap issue yang diungkitnya. Karena kurang peka, maka jadinya bukan diterima, usulnya malah terkesan menyebalkan buat saya.

Waktu tadi sore teman saya berceramah soal social grace, saya lebih banyak diam karena belum tahu resep yang jitu untuk mengatasinya. Malam ini saya menganalisa : apakah kalau suatu pendapat itu diungkapkan pada saat yang tepat dapat membantu mengatasi keadaan? Saya jadi teringat sering kali orang bilang, "kita lihat moodnya sedang bagus atau tidak." artinya, kita harus tahu suasana hati dan karakter orang yang sedang diajak bicara, baru kita mengatur strategi bagaimana menyampaikan pesan kita. Ternyata, yang dimaksud saat yang tepat itu ya saat dimana suasana hati seseorang sedang selaras alias tidak bertentangan dengan karakter orang yang bersangkutan. Maka cara menyampaikannya juga harus berjalan lancar semulus suasana hati dan karakter orang yang dituju.

Oke, teori itu sekarang saya sudah dapat. Tapi soal peka? Rasanya tidak ada jalan selain kita mengasahnya. Makin terasah, makin baik radar kepekaan kita berjalan. Yang jelas, kita bisa melihat dari reaksi orang yang kita ajak bicara. Begitu ada kata yang mengindikasikan adanya rejection atau penolakan, sebaiknya kita mundur dahulu, mengatur ulang strategi komunikasi kita. Paling tidak, kalau ide sudah sempat terlontar dan kita mundur sejenak, akan memberikan waktu baginya untuk berpikir tanpa harus berargumentasi. Kalau ia merasa perlu, pasti dengan sendirinya ia akan mendiskusikan solusinya.

Seperti yang tejadi dengan saya sekarang. Bedanya saya sudah sempat mengaum karena kesal. Setelah menguliti cara ia berkomunikasi, saya mendapatkan bahwa esensinya benar. Mungkin ia tidak belajar soal komunikasi seperti saya yang sehari-harinya berkecimpung di dunia ini. Malam ini saya diberi jawaban atas pertanyaan saya sore tadi tentang bagaimana memberi masukan kepada orang yang mengalami masalah dengan social grace. Ternyata cara yang terjitu adalah memiliki kepekaan terhadap suasana hati seseorang. Bagaimana pun, prinsip utama komunikasi tak dapat diabaikan : Siapa bicara apa kepada siapa kapan di mana dengan cara apa dan dengan efek apa. Kapannya bukan hanya berarti waktu, tapi dalam keadaan atau suasana apa...

Baiklah, saya harus berhenti untuk segera minta maaf karena sudah keburu naik darah. Habis, malam-malam begini diajak omong yang serius, dengan nada mengajari pula ....

No comments: