Sunday, June 20, 2010

20 Juni 2010 : Mendengar

Semua keinginan saya untuk waktu santai terpenuhi di hari Minggu biasa ini. Bangun siang, ke gereja, nonton film, spa, belanja roti, transfer uang ke kakak untuk urunan duka cita, bayar kartu kredit, makan pagi dengan nasi goreng bawang cabe yang isitimewa, makan siang dan malam yang menyenangkan, semua terlaksana. Kesantaian saya rasanya terlengkapi dengan sebuah film yang sangat memanjakan mata, dari segi pemandangan maupun pemainnya, termasuk jalan ceritanya yang sangat ringan dan entertaining : Letters to Juliet.

Meskipun ringan, film tersebut membuat saya bertanya pada diri sendiri juga. Diceritakan Sophie Hall (Amanda Seyfield yang terkenal lewat Mamamia!)pergi ke Verona untuk berbulan madu sebelum tunangannya Victor membuka restaurant barunya di New York. Victor adalah orang yang workaholic dan apa-apa yang dibicarakan hanyalah seputar pekerjaan dan kecintaannya pada masakan. Apa yang diceritakan Sophie seolah tidak penting lagi. Selalu terpotong dan pembahasan kemudian kembali didominasi seputar masakan. Kelanjutan ceritanya, sebaiknya Anda tonton sendiri karena film ini begitu ringan dan indah untuk didengar melalui ocehan saya.

Yang mau saya bahas sekarang adalah sikap seperti Victor dan Sophie. Saya mengalaminya sendiri ketika pasangan saya berasal dari latar belakang kerja yang berbeda. Tentu saat berjumpa kami ingin saling berbagi pengalaman seharian, dan hal itu pasti tak lepas dari apa yang masing-masing alami seharian di tempat kerja. Awalnya, sebagai orang yang baru kasmaran, semuanya terdengar begitu menarik. Namun, kalau pembahasan mengenai pekerjaan lama-lama menguasai bahasan pembicaraan, saya kok jadi kurang tertarik dan lama-lama bosan juga. Bicaranya seakan tak ada yang lain, ituuuuu saja yang dibahas. Karena bosan, kadang-kadang saya menyela dan mengalihkan pembicaraan yang buat saya lebih menarik. Tapi ternyata belakangan, sikap saya ini menuai protes karena pasangan merasa saya tidak tertarik dan tidak mau tahu terhadap bahan bahasannya padahal ia ingin sharing tentang pekerjaannya pada saya. Saya jadi merasa bersalah.

Saya jadi ingin tanya : kalau Anda punya pasangan yang berbeda latar pekerjaan, akankah Anda tetap setia mendengarkan celotehnya setiap saat, dan kalau sedang santai tiba-tiba ingat, ia kemudian tak segan membahas lagi bidang kerjanya akankah Anda antusias mendengarkannya? Saya sih terus terang senang dengar cerita pasangan saya, namun tidak terus-terusan. Ketika santai di Minggu seperti ini tiba-tiba ia nyeletuk dan membahas mengenai lingkup kerjanya, terus terang bete juga rasanya.

Tiba-tiba, saya merasakan pentingnya wawasan yang luas, sehingga perbendaharaan pembahasan saya dengan pasangan tidak itu-itu saja, dan ujung-ujungnya balik ke bidang yang paling saya kuasai : bidang pekerjaan saya. Sekali-sekali senang juga mendengar pasangan membahas mengenai bidang yang saya geluti, atau justru lebih senang lagi membahas hal-hal yang sama sekali di luar bidang kami berdua. Sesuka saya mendengar cerita mengenai apa yang dikerjakannya, kalau cerita seputar kerjanya berputar dalam waktu tujuh hari seminggu, lama-lama di hari libur saya merasa masuk kerja juga, hanya bedanya kali ini saya bekerja di bidang pasangan saya.

Melalui film Letters to Juliet saya seakan melihat refleksi ketika seorang pasangan terlalu berkobar semangat terhadap pekerjaannya sehingga "lupa" bahwa pasangannya belum tentu seantusias itu. Bukan berarti pasangan kita tidak tertarik akan apa yang kita kerjakan, namun ia tentu akan lebih menghargai lagi kalau kita sama tertariknya akan hal-hal yang ingin ia bagikan dengan kita. Memang butuh dua orang untuk bisa mewujudkan agar persoalan dengar mendengar ini dapat berhasil dengan baik. Saya lalu berpikir, bagaimana ya caranya agar bisa berimbang?

Kalau melihat film tadi, tampaknya tak akan berhasil. Sophie kemudian mendapatkan kenyamanan mendengar dan didengar justru dari orang lain : si ganteng Charlie (Chris Egan), cucu Claire (Vanessa Redgrave) yang dibantunya mendapatkan kembali cinta lamanya Lorenzo Bartolini (Franco Nero)yang telah terpisah 50 tahun lamanya. Dan kepada Charlie lah akhirnya cinta Sophie tertambat.

Saya lalu dapat pelajaran. Kalau dua orang yang katanya cinta tidak dapat merasa tertarik terhadap apa yang dilakukan oleh pasangannya, lama-lama cintanya akan kabur kepada orang lain yang mau mendengarkannya. Saya jadi mendapat resep bahwa sebuah hubungan yang harmonis terletak pada ketertarikan dan kemauan untuk terlibat dalam minat pasangannya. Tanpa ketertarikan, kemauan akhirnya hanyalah menjadi paksaan saja, karena ketertarikan itu mengandung unsur kemauan alami yang keluar dari dalam hati. Jadi, kalau mulai merasa bosan dengan tuturan pasangan yang itu-itu saja, berhati-hatilah ! Kalau tingkat bosannya tinggi, bisa-bisa kita tergoda melirik orang lain, atau justru dia nya yang melayang ke pelukan orang lain yang seminat. Karenanya, kalau tidak mau ada yang kabur, ya harus dijaga keseimbangannya. Kita harus pandai-pandai mencari topik yang bisa jadi minat bersama, terutama di kala santai. Di atas semua itu, kita harus latihan mau mendengar. Kita diciptakan dengan dua kuping, dua mata dan satu mulut. Artinya harus lebih banyak (mau) mendengar dan memperhatikan dari pada mengoceh ...

No comments: