Pagi-pagi teman saya yang bekerja di Bank bercerita ia kemarin pagi bertemu nasabahnya. Awalnya dari obrolan basa basi, si nasabah bercerita tentang masalah kreditnya di bank lain yang terkena bunga lebih tinggi dari Bank tempat kerja teman saya. Teman saya lalu menawari take over dan terjadilah transaksi. Lalu ia berkomentar, padahal penampilan nasabahnya sangat biasa dan di bank nya si nasabah bukan nasabah prioritas, tapi ternyata bisnisnya oke dan turn overnya bermilyar-milyar. Ia lalu bilang, "Jadi kita memang tidak boleh memandang orang dari penampilannya."
Saya mengamini. Saya jadi ingat punya pengalaman yang sama persis seperti dia, kemarin! Saya bercerita bertemu dengan seorang pejabat yang selama ini hanya saya lihat lewat infotainment dan majalah-majalah borju yang memuat foto para socialite yang sedang pesta dan acara perayaan sana sini. Waktu ia diangkat menduduki jabatan itu, saya bertanya dalam hati : gak salah? Kok dia sih? Tapi pandangan itu segera berubah sama sekali setelah hampir sejam mengobrol dengannya. Beliau tahu persis apa yang harus dilakukan dan langkah apa yang harus diambil. Beliau juga tahu stakeholder siapa saja yang harus diperhatikan dan sikap apa saja yang dimiliki masing masing stakeholder itu. Luar biasa! Saya tanpa sadar membandingkan Beliau dengan pendahulunya dan seketika itu juga saya setuju bahwa pejabat yang baru ini jauh lebih kompeten dan punya drive yang jauh lebih besar, meskipun pendahulunya memiliki gelar akademis yang lebih tinggi darinya! Beliau juga memiliki kepribadian dan jaringan yang jauh memadai untuk mewujudkan program-programnya. Di detik pertama pertemuan, Beliau sudah mampu mencairkan suasana dan walaupun baru pertama kali bertemu, rasanya kami ini sudah kenal lama sekali. Luar biasa!
Dalam perjalanan pulang, saya jadi malu. Malu sok punya pendapat, dan malu sok kenal padahal hanya tahunya lewat foto-foto pesta yang tidak berbicara apa pun. Saya sok pinter menerjemahkan foto-foto itu melebihi artikel yang paling detilpun tentang seseorang, dan bahkan lebih memercayainya ketimbang artikel wawancara pribadinya yang lebih akurat dari sekedar foto kehadirannya di sana sini. Padahal, kebanyakan rubrik foto di media socialite itu memang minim kata. Biasanya cuma menulis singkat mengenai acaranya dan menambahkan caption foto siapa yang tertera di halaman itu. Nothing else. Tidak cerita apa-apa lainnya. Kita saja yang kreatif menerjemahkan dan mengarang cerita sendiri.
Hari ini saya belajar bahwa tidak selamanya a picture speaks louder than words. Tidak selamanya foto itu benar. Bahwa foto itu memberikan fakta dan realita tertentu iya. Tapi apakah foto itu bercerita benar, belum tentu! Detik ini, saya tidak mau lagi percaya begitu saja dengan foto. Kalau ada yang menunjukkan sebuah bukti foto pada saya, saya tidak akan serta merta memercayainya. Karena hari ini saya mendapatkan bukti, bahwa semua foto yang memuat gambar seseorang di majalah-majalah socialite, tidak bertutur apa-apa tentang kepribadian yang sesungguhnya dari orang tersebut.
No comments:
Post a Comment