Saturday, July 31, 2010

31 Juli 2010 : Merosot

Siang ini saya mendapat kejutan yang menyenangkan ketika melihat sebuah album CD terbaru dari penyanyi kesukaan saya, dan segera membelinya. Album berbalut buku ekslusif itu membuat saya penasaran. Maka begitu sampai di mobil, saya segera mendengarkan. Betapa kecewanya saya ketika mendengar koleksi lagu yang sama sekali tidak sesuai harapan. Lagunya digubah oleh seorang kerabat sang penyanyi dan benar-benar jauh dari standar album terdahulunya yang membawa sang bintang ke puncak ketenaran. Belum lagi jenis lagu yang menurut saya tidak pas dengan suara emasnya, membuat saya serasa ikut kelelahan mendengarkannya menyanyi.

Saya lalu berpikir, mengapa sang diva mengeluarkan album seperti ini, yang bungkusnya saja bagus namun kualitas dalamnya tidak? Album baru ini keluar setelah bertahun-tahun dinanti penggemarnya. Saya paham benar bahwa seorang artis harus tahu bagaimana menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, namun berkompromi menurunkan standar karena bukan lagi seterkenal dulu? wah, ini hal yang sama sekali tak saya mengerti. Saya membandingkan dengan Madonna, penyanyi tahun 80an yang sampai saat ini eksis karena seperti bunglon, dapat tetap menjadi trend setter meskipun penggemarnya kini puluhan tahun lebih muda darinya. Terlepas dari badai hidupnya, Britney Spears juga merupakan contoh yang dapat mematutkan karya dengan perubahan zaman dengan kualitas yang terjaga baik. Mengapa sang diva Indonesia tidak melakukannya? Sekali orang kecewa, tentu akan ragu untuk membeli album berikutnya, dan dengan demikian lenyaplah jejaknya di peta industri tarik suara kecuali menjadi legenda masa lalu.

Saya lalu mempercepat beberapa lagu dan tepat di lagu terakhir, saya sudah memuntahkan keluar CD tersebut dengan label kecewa. Bersamaan dengan itu saya belajar pentingnya beradaptasi dengan zaman namun tidak pernah berkompromi dengan kualitas. Sekali melorot, sulit bangkitnya. Mau setua apa kita, jangan pernah kehilangan kualitas, apakah itu kualitas kerja apa lagi kualitas hidup...

30 Juli 2010 : Sok (nggak) Penting!

Hari ini saya ada tiga acara. Satu acara klien, dan dua undangan. Kalau diurut dari segi jam nya, maka acara pertama saya adalah undangan Kementerian Kesehatan dimana saya menjadi anggota panitia pusat Hari Kesehatan Nasional. Kemarin saya menerima faks undangannya, dan pagi ini saya mendapat bbm dari Kepala Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan yang notabene adalah Ketua Panitianya, mengingatkan adanya pertemuan tersebut. Saya langsung membalas mohon maaf tidak bisa ikut karena ada acara klien, namun berjanji datang makan siang bersama untuk membahas rangkaian kegiatan HKN 2010 sebelum rapat besarnya.

Siang hari, saya menjadi penyelenggara acara klien yang rencananya dihadiri oleh seorang pejabat penting, beberapa pejabat teras, dan berbagai kalangan akademisi, serta tentu saja rekan-rekan media. Tanggal pelaksanaan acara secara khusus disesuaikan dengan jadwal si pejabat dari jauh-jauh hari, di hadapan Beliau sendiri. Kira-kira satu jam sebelum acara dimulai, Deputi nya telah hadir dengan naskah pidato di tangan dan mengatakan bahwa sang pejabat mendadak ada acara lain dan diusahakan datang. Klien saya mulai panik. Kami pun menyusun skenario alternatif. Kurang seperempat jam, datang protokol sang pejabat yang mengatakan bahwa atasannya akan datang. Tepat jam yang ditentukan akhirnya sang protokol dengan meminta-minta maaf diberi tahu ada rencana lain sehingga sang pejabat tak jadi mampir. Saya yang biasa, sudah tidak heran lagi dengan kejutan seperti ini, namun klien saya langsung lemas mengingat pentingnya issue yang akan diangkat bagi bangsa kita dan tanpa kehadiran sang pejabat, pesan yang akan disampaikan akan terasa kurang berbobot. Sang deputi ikut lemas dan kesal, malu pada orang-orang yang lebih peduli terhadap masalah bangsa ini. Alasannya karena tiba-tiba harus melakukan pendampingan.

Di tengah-tengah acara, beberapa teman wartawan yang merasa sudah lengkap mendapat bahan tertulis, minta diri karena akan pergi ke tempat lain, ada undangan yang tak kalah menggiurkannya. Jadi, di sini dapat secuil berita, di sana juga dapat. Untungnya secara keseluruhan acara berjalan lancar. Saat semua sudah bubar, klien saya menanyakan kehadiran seorang pemimpin redaksi yang berjanji mau hadir, tapi sampai acara selesai tak tampak batang hidungnya. Benar ia telah mengirim wakilnya, namun klien saya geram setelah beberapa hari yang lalu diajak makan siang oleh si pemred dan ditodong untuk pemasangan iklan tahun depan di majalah si pemred. Beliau hanya menukas singkat namun ketus : I think ...(menyebut nama si pemred)... has made a BIG mistake! Asal tahu saja, klien saya membawahi 25 brand internasional yang sangat berpengaruh di dunia life style.

Di sela acara kemas-kemas yang sudah hampir selesai, saya meminta diri pada klien saya untuk r memenuhi undangan VIP acara Be Our Cover Majalah Men's Health Indonesia. Tadinya saya tidak berniat hadir karena ingin konsentrasi penuh pada acara klien, namun saya menerima pesan khusus dari pemimpin redaksinya untuk hadir. Sudah dijelaskan staf saya bahwa kami sedang ada acara klien, namun sang pemred kembali menegaskan tak apa terlambat, namun tetap minta disempatkan hadir. Maka saya pun merasa sangat dihargai dan memenuhi undangan Beliau. Karena didudukkan tepat di belakang bangku juri, saya bahkan sempat bersalaman dan menyapa sang pemred.

Dari sehari yang penuh undangan ini, saya berpikir betapa bangsa kita ini tidak mengerti arti diundang dan memenuhi undangan, apa lagi yang disampaikan secara khusus. Saya bisa mengerti, semakin penting si orang, undangan yang diterima dalam sehari bisa banyak sekali dan tak jarang bentrok jadwalnya. Dalam hal ini, kita harus bisa memilih. Dan kalau sudah memilih, kita juga seharusnya punya sopan santun untuk bisa mengabari pengundang bila kita tidak bisa hadir sehingga tidak ditunggu. Jangan pernah berpikir, ah, pasti undangannya banyak jadi kita ini cuma diundang basa-basi saja. Kalau sudah mengonfirmasi mau hadir, hadirlah - apa lagi bila Anda adalah undangan kunci di suatu acara, tentu Anda akan diberi peran penting juga di sana. Kalau acaranya serius, tentu berbeda dengan acara kawinan. Kalau kawinan, kita bisa datang ke beberapa resepsi dalam sehari, namun bila acaranya serius dan mengangkat tema penting, pastikan Anda berkonsentrasi pada satu acara. Di sinilah pentingnya kemampuan kita melakukan penilaian akan pentingnya suatu acara dan melakukan prioritas acara apa yang akan dihadiri dan berkonsentrasi di sana. Kiat bisa menclok sana menclok sini tidak berlaku di sini. Alasannya sih simpel saja : You don't know what you are missing if you cannot prioritize! Jadi, kalau tidak berminat atau tidak bisa datang, katakan saja tidak bisa, dari pada janji-janji palsu, dan membubarkan harapan dan rencana orang - wah, Anda tidak bisa membayangkan betapa besar dosa Anda! Dalam hal si pejabat tadi, wah dia kehilangan kesempatan emasnya mengangkat issue yang menjadi pokok tugas yang diembannya ke rana publik melalui statementnya di hadapan editor senior yang menjadi tamu sore ini. Ia jadi dinilai banyak kalangan tidak tahu prioritas kerja.

Hari ini saya merasakan sendiri pentingnya :

- Sopan santun alias etika saat kita diundang orang
- Pentingnya kemampuan memprioritaskan kepentingan

Dua hal yang sangat langka di bumi persada tercinta ini, dan sayangnya terjadi tidak hanya di masyarakat kebanyakan namun mirisnya justru ada di lapisan creme de la creme negeri ini. Dan sayangnya orang kita ini sering salah kaprah soal prioritas. Untuk yang satu ini, I will stop my comment here. Namun yang jelas, hari ini saya belajar bagaimana bersikap menjadi seorang ter-undang yang baik dan benar ...

Thursday, July 29, 2010

29 Juli 2010 : Secukupnya

Gelap-gelap di gedung bioskop saat melepaskan semua tekanan kerja, saya mendapat bbm berikut:

TOKO ISTRI.

Sebuah toko yg menjual istri baru, dibuka di mana pria dapat memilih seorang istri.

Di antara instruksi2 yg ada di pintu masuk, terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main utk masuk toko tsb.

"Kamu hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI".

Toko tsb terdiri dr 6 lantai dimana setiap lantai akan menunjukkan kelompok calon istri.

Semakin tinggi lantainya, semakin tinggi pula nilai wanita tsb. Kamu dapat memilih wanita di lantai tertentu atau boleh memilih ke lantai berikutnya, tapi dengan syarat tidak bisa turun lagi ke lantai sebelumnya kecuali untuk keluar dari toko...

Alkisah, seorang pria pergi ke toko "istri" tsb untuk mencari istri...

Di setiap lantai terdapat tulisan seperti ini :

Lt. 1 :
Wanita di lantai ini taat pada Tuhan & pandai memasak.
Pria itu tersenyum, kemudian dia naik ke lantai selanjutnya.

Lt 2 :
Wanita di lantai ini taat pada Tuhan, pandai memasak & lemah lembut.
Kembali pria itu naik ke lantai selanjutnya.

Lt 3 :
Wanita di lantai ini taat pada Tuhan, pandai memasak, lemah lembut & cantik banget.
''Wow'', tetapi pikirannya masih penasaran & terus naik.

Lalu sampailah pria itu di lt. 4 dan terdapat tulisan:
Wanita di lantai ini taat pada Tuhan, pandai memasak, lemah lembut, cantik banget & sayang anak.
''Ya ampun !'' Dia berseru, ''Aku hampir tak percaya''.

Dan dia tetap melanjutkan ke lt. 5:
Wanita di lantai ini taat pada Tuhan, pandai memasak, lemah lembut, cantik banget, sayang anak & sexy...

Dia tergoda untuk berhenti tapi kemudian dia melangkah kembali ke lt. 6 & terdapat tulisan:

Anda adalah pengunjung yg ke 4.363.012.000.
Tidak ada wanita di lantai ini.
Lantai ini hanya semata2 pembuktian untuk pria yang tidak pernah puas.
Terima kasih telah berbelanja di "Toko Istri".
Mohon hati2 ketika keluar dari sini.


Saya terpaku sejenak membaca pesan ini, dan mengulangnya sekali lagi. Saat membaca bait demi bait, pikiran saya mengembara. Memang, manusia ini adalah makhluk serakah, yang tidak pernah puas. Ketidakpuasan sepertinya bagaikan sisi mata uang. Sisi yang satu menunjukkan kebagusannya, karena berarti kita selalu ingin maju dan menjadi lebih baik, namun di sisi lain menunjukkan kehancuran karena ketidakpuasan sering membuat kita lupa dan membabi buta.

Saya ingat begitu banyak acara kuis di televisi yang membuat kita tercekam karena biasanya bila naik ke babak berikutnya kita mendapat tantangan yang lebih berat, dan hadiah yang tentunya lebih menggiurkan. Tak jarang model kuis nya berupa mencoba peruntungan seperti dalam who wants to be a millionaire, I'm smarter than a 5th grader, atau kuis 2 milyar. Mereka yang sudah mendapat peruntungan tertentu, tergoda untuk mendapatkan lebih dan lebih. Memang di situlah letak keseruannya, namun tak jarang kita melihat orang yang berharap mendapat 2 milyar, malah pulang dengan hadiah yang lebih kecil dari hadiah terakhir sebelum ia menantang peruntungannya di nilai 2 milyar.

Saya sendiri, sering tergoda juga. Saya adalah penggemar elektronik dan gadget terutama ponsel. Setiap ada model terbaru, saya ingin memiliki. Senang rasanya mengutak-atik segala fitur yang ditawarkan, namun keasikan itu tak bertahan lama, karena kembali tergiur oleh teknologi terbaru yang ditawarkan, meskipun kadang teknologinya hanyalah lompatan sejauh batu kecil. Perkembangan dunia elektronik begitu pesatnya. Saat ini, perangkat elektronik yang terhangat adalah televisi 3D dengan perangkat kaca matanya, namun kemarin saya menemukan bahwa sebuah perusahaan elektronik tengah mengembangkan 3D tanpa kaca mata, alias dengan mata biasa saja, kita bisa merasakan gambar yang ada di layar televisi meloncat keluar! Saya sadar kalau mengikuti perkembangan, tentu tak akan ada habisnya.

Hal yang sama berlaku untuk harta dan mencari pasangan. Seringkali kita tidak puas dengan yang kita miliki, dan kalau godaan datang, sering juga kita berkata,"hmmm, kenapa tidak? Coba-coba toh tak ada salahnya, siapa tahu lebih baik?" Namun kita sering tak menyadari bahwa coba-coba ini justru memerosokkan kita dalam keadaan yang sebaliknya dari yang kita harapkan. Inginnya mendapat kesempurnaan, seringkali bahkan berakhir dengan kesengsaraan. Sikap tak pernah puas mungkin bisa tercermin dari apa yang dialami Ariel, atau Cut Tari. Sudah punya suami setia, masih juga ingin coba yang lain, yang mungkin benar juga, aksi ranjangnya lebih hebat dari sang suami, tapi... apa yang didapat sekarang? Kerjanya menangis setiap hari di depan layar kaca, ketakutan dan menyesali perbuatannya.

Pesan di atas mengingatkan saya bahwa tak ada yang sempurna, dan tidak pernah juga ada kata cukup. Karenanya doa yang diajarkan Yesus adalah : Berikan kami makanan hari ini secukupnya, atau dalam versi Katolik Berilah kami rezeki secukupnya. Bukan sebanyak-banyaknya. Kurang uang bikin kita sengsara, namun terlalu kaya juga membawa petaka perpecahan dan keserakahan. Maka, pas di tengah-tengah adalah yang terbaik.

Saya tiba-tiba menyadari makna kata "secukupnya". Andaikan kita memiliki sebuah ruang, dan ruangan itu kita isi dengan "secukupnya" maka kita masih punya tempat untuk bergerak, menikmati keindahan kekosongan yang ada, bukan karena tidak mampu mengisi, namun karena alasan kenyamanan. Kita punya ruang dan kesempatan untuk memperhatikan dan menikmati setiap keindahan detilnya. Bayangkan karena kemampuan kita, kita mengisi penuh ruang yang ada. Kita akan sesak, tak lagi menghargai dan menikmati masing-masing detil yang ada di ruangan itu karena semuanya mahal dan serba berteriak kegemerlapannya. Serba cemerlang membuat kita tidak lagi bisa menghargai kemewahannya. Banyak orang berpikir kalau semuanya gemerlap, betapa indahnya dunia ini, kenyataannya, baru saja kita membuktikan bahwa ruangan penuh kemilau justru tidak mendatangkan apresiasi yang sama bila ada satu center piece yang membawa kemilau dalam sebuah ruangan yang minimalis.

Saya juga menyadari bahwa "secukupnya" itu berarti bahwa saya seharusnya bersyukur punya kekasih yang tidak memenuhi semua kriteria kesempurnaan. Seringkali kita mengejar deretan daftar pasangan saya harus ini, harus itu harus apalagi, namun saya berani yakin, karena dunia ini tak ada yang sempurna, bila pasangan kita 99% sempurna, yang akan menjadi perhatian kita bukan di 99% nya karena kita akan menganggap hal itu adalah sudah semestinya. Karena selalu mengejar lebih, kita akan cenderung terpatok dan terganggu dengan 1 % nya, sehingga tetap saja kita akan mengejar orang lain yang siapa tahu bisa menutup kekurangan 1% tersebut. Kalau saja tahu batas berhenti berharap, dan puas dengan kualitas utama yang kita butuhkan dari seorang pasangan, kita akan lebih mengapresiasi setiap kelebihannya daripada kekurangannya, karena kita tahu bahwa dalam hidup kita, kita lebih mementingkan kelebihan yang dimiliki, sedangkan kekurangannya justru dapat menjadikan pasangan kita unik dan di sanalah justru tercipta sebuah kesempurnaan. Saya ingat, ada pepatah yang mengatakan bahwa imperfection makes life perfet. How true it is.

Maka, menutup renungan malam ini, saya akan selalu ingat kata "secukupnya" agar terhindar dari keserakahan hidup. Saya ingin hidup simply happy, dan simply happy hanya dapat saya capai kalau saya hidup "secukupnya"...

Wednesday, July 28, 2010

28 Juli 2010 : Kutu Dalam Selimut

Teman saya hari ini berbagai kisah ruwetnya. Tiba-tiba ada sederet telepon yang menanyakan dan mengajaknya kencan, bahkan menawarnya. Awalnya dia heran, tapi kemudian menemukan bahwa foto dan namanya dicatut seseorang dan dibuat akun facebook baru atas namanya lengkap dengan nomor telepon gsm dan cdma nya, padahal ia tidak mencantumkan data telepon di facebooknya. Akun facebook itu kemudian diunggah ke situs kencan dan jadilah ia mendadak terkenal...

Kami lalu mencoba menganalisa dan menelusuri. Kesimpulan sementara adalah pasti pengunggahnya adalah orang dekat, bahkan bisa jadi orang terdekat karena punya segala data pribadi. Perbincangan kami terhenti ketika saya kemudian tenggelam dalam kesibukan pekerjaan, sampai tadi sore ia kembali mengabari saya bahwa aksi si psikopat semakin parah dengan merambah teman-teman sahabat saya sampai mereka pada mempertanyakan kebenaran akun yang isinya sangat menggoda dan menantang itu. Teman saya stress berat sampai ia mencoba berkomunikasi dengan si pengganggu, bahkan minta maaf bila ada kesalahan. Saya langsung berkomentar, untuk apa? Semakin begitu, semakin menang rasanya si pengganggu, dan semakin merajalela lah ia. Benar juga dugaan saya karena sebentar lagi, teman saya kembali melaporkan bahwa ia menerima jawaban : anjing menggonggong kafilah berlalu...

Apa yang dialami teman saya menyadarkan bahwa pelaku kejahatan sering kali adalah orang di sekitar kita, yang kita percaya dan kita pikir adalah kelompok pendukung hidup kita. Kata pepatah, musuh dalam selimut. Kita sering tidak tahu apa yang kita lakukan tanpa perhitungan kita, telah membuat seseorang sakit hati dan menaruh dendam. Kasus Ariel dan music directornya juga jadi bukti, sang music director diam-diam mencuri koleksi video seks pribadinya dan selanjutnya, seperti yang kita tahu bersama, video itu menyebar ke seantero dunia. Kemarin malam saat saya ikut pulang teman baik saya bersama teman baiknya yang lain, saya yang sudah capai mendengar ia bercanda dengan kawannya itu sepanjang jalan. Candaannya menurut saya sangat melecehkan dan menyakitkan hati. Kami semua tahu teman saya yang satu ini sangat pandai, lulus magna cumlaude, posisi di pekerjaannya sangat baik, dan ia digandrungi banyak pengagum, sementara temannya yang dibecandai adalah seorang yang agak gemuk, tidak pintar, dan pekerjaannya "hanya" sebagai pegawai outsource yang tak punya hak libur, ditambah lagi tak ada pacar.

Ketika selesai mengantar sang teman pulang, saya tak tahan berkomentar bahwa apa yang dilakukan teman saya adalah sebuah pelecehan yang luar biasa menyakitkan hati. Saya bertanya begitu ya namanya seorang teman? Kalau kamu memang teman, mengapa kamu melecehkan teman kamu sendiri? Kamu sudah tahu kondisinya seperti apa, yet you make fun out of it. That's so very sick! Untung temannya adalah orang yang nrimo dan sangat sabar. Kalau itu terjadi pada orang lain, bisa jadi teman saya bakal jadi sasaran seperti teman saya yang tiba-tiba terkenal jadi bintang kencan di dunia maya!

Maka hari ini saya diingatkan untuk menjaga mulut dan perilaku, bukan saja pada orang yang saya kenal biasa-biasa saja, tapi terutama pada orang yang paling dekat di hati, orang yang kita anggap close ally, teman dekat, yang selalu kita anggap ... ahh... kalau dia sih gakpapa, pasti bakal ngerti. Dia sih gak bakal sakit hati... Hari ini saya ditunjukkan betapa salahnya pendapat itu! Berbagai liputan justru membuktikan bahwa bila seorang terdekat sakit hati, maka menusuknya pun dengan cara yang sangat tak terduga dan mematikan, karena tahu segala seluk beluk dan rahasia terdalam kita! Apa lagi sekarang dunia maya memberi kesempatan menghapus jejak dosa dengan cara yang paling tak berbekas... Mencari kutu dalam selimut, tentu bukan hal yang mudah...

Tuesday, July 27, 2010

27 Juli 2010 : Bertahan

Saat saya memulai tulisan ini jam menunjukkan pukul 22:59. Saya baru pulang dari aktivitas seharian dua puluh menit yang lalu. Badan capek, belum lagi saya dalam keadaan dongkol berat pada seseorang, juga bersalah kepada teman karena tak dapat memenuhi janji, badan remuk karena macet yang berkepanjangan seharian, presentasi calon klien yang aneh, pokoknya kalau dengar pepatah "sudah jatuh tertimpa tangga" kira-kira begitulah keadaan saya detik ini. Semua yang negatif teraduk jadi satu.

Di atas semua kejadian dan perasaan yang menimpa, saya masih harus membuat blog ini karena saya sudah berjanji akan membuat satu blog dalam satu hari selama setahun penuh. Malas rasanya. Menulis blog tiba-tiba menjadi sebuah beban tersendiri. Tidak lagi sesuatu yang membawa nikmat.

Sebenarnya, dalam kurun waktu hampir genap tujuh bulan ini, saya sudah beberapa kali merasakan kejenuhan membuat blog setiap hari. Bukan hal mudah untuk setiap hari peka terhadap apa yang terjadi dan menyarikannya menjadi pelajaran yang saya peroleh pada hari ini. Kadang saya merasa saya tidak dapat apa-apa, kadang saya merasa saya melewati hari begitu cepatnya sampai tak tahu lagi apa yang saya pelajari, kadang saya merasa pelajaran yang saya peroleh kok sama dengan yang sebelumnya sehingga kalau ditulis lagi hanya merupakan pengulangan dan bukan hal baru. Kadang karena sudah terlalu larut atau capai, ingin rasanya saya membolos menulis. Pernah terpikir, saking jenuh dan malasnya, untuk menulis : hari ini saya tidak belajar apa-apa!

Tapi saya sudah terlanjur janji pada diri sendiri, yang pada awal punya niatan menulis sudah tahu bakal ada pasang surutnya. Saat itu saya juga ingin menguji apakah saya mampu bertahan dan menyelesaikan komitmen terhadap diri sendiri. Buktinya, sudah seringkali saya hampir patah arang dan berhenti menulis. Sudah tak terhitung juga dalam tujuh bulan ini saya bilang, "pokoknya saya cuma mau menulis sampai 31 Desember 2010 saja, karena sudah terlanjur janji!" Malam ini tak terkecuali. Rasanya setelah capai luar biasa terutama secara perasaan, malas rasanya untuk menulis!

Tapi, selama tadi mengunyah KFC sejam yang lalu, saya menyadari kalau ini adalah ujian terhadap kesetiaan saya pada komitmen hidup. Sebuah komitmen yang paling sulit ditepati dan dipenuhi sampai akhir hayat. Buktinya, berapa banyak perceraian yang terjadi karena tidak bisa mempertahankan komitmen. Saya seorang di antaranya. Dengan mudah kita bilang, "putus!" atau menyerah, "Terserah mau kamu apa! Terserah! Terserah! Terserah!" Komitmen pada diri sendiri adalah sebuah hal yang paling rentan diingkari karena berjanjinya pada diri sendiri, jadi tak ada konsekuensi atau implikasi terhadap orang lain. Oleh karenanya, sering kita beralibi, "ah, gak papa kalau batal, karena cuma berhadapan dengan saya sendiri." Justru di situlah letak kekeliruan kita. Mengingkari janji pada diri sendiri adalah bentuk kelemahan yang terdalam dan penipuan paling hakiki pada eksistensi diri sendiri.

Saya jadi merenung perjalanan menulis blog ini, mulai dari awal angan-angan, kemudian menjadi komitmen, dan mulai menulis. Naik turunnya. Di awal penuh semangat, lalu turun, lalu bosan karena jadi rutinitas, lalu terhempas ke titik paling bawah, tiba-tiba ada semangat lagi walau sesaat, lalu menjadi siksaan keharusan, lalu... begitu yang terjadi selama tujuh bulan ini. Sebuah perjalanan yang penuh suka dan duka, dan penuh bilur cambukan diri sendiri yang memaksa agar tetap menulis setiap harinya. Yang membuat saya bertahan adalah sebuah puisi yang saya kutip di awal Januari lalu berjudul "Don't Quit", serta kata-kata yang selalu mendengung di telinga, "sayang.. tinggal beberapa bulan lagi, sudah janji lho!" Rasanya setelah mendengar kata-kata itu, timbul lagi semangat meneruskan. Tadi, saat saya menjilat sisa ayam terakhir, saya bersyukur atas komitmen menulis blog setiap hari dalam tahun 2010 karena pengalaman menulis ini menjadi sebuah pelajaran hidup tersendiri. Malam ini saya mengalami sendiri, betapa beratnya mempertahankan sebuah komitmen...

Monday, July 26, 2010

26 Juli 2010 : Kambuhan!

Pagi ini mata saya terbelalak ketika jarum timbangan badan menunjukkan angka 71! itu berarti secara pelahan tapi pasti saya naik 6 kilo dari berat saya di awal tahun! Wah, ini adalah suatu pukulan besar buat saya, dan saya harus menabuh genderang perang agar bisa turun kembali ke angka 65!

Sebenarnya sudah beberapa waktu yang lalu saya merasa berat badan saya mulai menanjak, namun saya masih terlena dan membiarkan saja rayuan makan enak membuai saya. Awalnya naik sedikit, lalu ke 67, dan bergerak ke 69, tapi saya tak pernah menyangka akan menebus kembali, bahkan melampaui angka 70! Ini sih sudah di atas batas psikologis saya! Mulai hari ini, saya akan kembali mendisplinkan diri. Memang kedengarannya aneh, saya merasa musim libur panjang adalah ajang diet yang paling efektif. Alasannya sih sederhana, karena selama libur saya bisa mengontrol jadwal olah raga dengan lebih rutin, bahkan setiap hari, dan dapat menyediakan waktu olah tubuh lebih lama. Kalau sehari-harinya di saat kerja hanya bisa sekitar 30 menit, maka saat libur bisa paling sedikit satu jam. Biasanya saya berolah raga jam 8 sampai jam 9, sebelum anggota keluarga lainnya bangun dari tidur. Lalu, kalau di saat kerja susah sekali mengontrol makanan karena ada acara ini itu, serta makan di sana sini, saat liburan satu-satunya faktor penentu adalah saya sendiri, apa lagi kalau sedang di antara keluarga di Australia, makanan saya lebih banyak salad dan sayur-sayuran. Itulah mengapa ketika hampir sebulan di Australia, badan saya malah di kisaran berat ideal.

Kondisi seperti ini sebenarnya adalah hal yang lumrah. Kalau rajin melihat acara Oprah Winfrey kita bisa mengikuti bahwa bentuk badannya juga "naik -turun". Kadang gemuk, kadang langsing, lalu jadi gemuk lagi. Saya ingat, ketika ia sedang gemuk, ia mengatakan bagaimana membangun percaya diri dengan kondisi kegemukannya, lalu ia terbakar semangat dan mengajak semua orang untuk berdiet. Tak berapa lama ia tampil ramping. Namun setelah beberapa bulan, saya kembali memergoki badannya beranjak melar. Sama seperti saya. Saya jadi sadar bahwa ada beberapa keadaan hidup yang kambuhan, terutama bila hal itu menyangkut kebiasaan. Beberapa hari lalu, media diramaikan tertangkapnya kembali seorang bintang sinetron muda Revaldo setelah kedapatan memiliki sejumlah zat adiktif berikut perangkatnya. Aktor senior Roy Marten pun mengalami hal yang sama beberapa waktu lalu. Sempat insyaf, lalu terjatuh lagi, kemudian insyaf lagi. Semua ini manusiawi.

Seharian ini saya berpikir bagaimana caranya melawan penyakit kambuhan ini. Saya menemukan jawabannya : disiplin! Tapi sedisiplin apa yang harus kita jalani? Dalam hidup sekali ini, tentu kita akan rugi besar kalau hidup hanya sesuai aturan, sehingga tak bisa menikmati hidup. Tentu ada batas-batas toleransi yang harus digariskan agar hidup kita tidak seperti mesin. Namun dari pengalaman, saya sering justru terperosok di garis toleransi! Setiap hari saya mendengar seseorang merayu dengan mengatakan, "Alaaaa sekali-sekali, lah!" atau "Ayolah, hari ini boleh lah lepas diet." Dan saya yang lemah iman ini luluh hati, apa lagi kalau lihat sambal, apa lagi kalau sudah dihadapkan dengan duren, apa lagi.... waaah banyak sekali hal-hal yang membuat saya bikin alasan mangkir diet.

Setelah merenung-renung saya mencoba membuat program : sebisa mungkin setiap harinya berolah raga menghilangkan 300 kalori. Pagi, makan roti gandum. Siang makan makanan dari rumah, dan jatah makan di luar hanya 1 kali dalam seminggu, kecuali sedang tugas yang mengharuskan makan di luar, itu pun harus ambil sayur dan ikan. Malam, makan lauk tanpa nasi, dan sebisa mungkin tidak melewati jam 8. Makan bebas adanya di Sabtu Minggu, namun tetap memikirkan kaedah lebih banyak sayur dan ikan. Mari kita lihat hasilnya sebulan dari sekarang.

Pikir punya pikir lagi, saya ini harus bersyukur dilecut seperti tadi pagi, kaget ketika menimbang badan. Memang kita ini mesti dikagetkan berkali-kali, agar tidak keluar rel, karena hidup terlalu berirama monoton, membuat kita sering lupa, bahwa sebenarnya kita ini keluar jalur ...

Sunday, July 25, 2010

25 Juli 2010 : Biar dibilang Oke!

Pagi ini saya merasa sangat terusik melihat sebuah foto yang dipampang Kompas di halaman belakang. Foto itu menangkap sebuah poster yang penuh bertuliskan aneka promosi sebuah rumah makan dalam bahasa Inggris untuk mempertegas tulisan Kompas tentang penggunaan tweeter sebagai ajang promosi. Yang membuat saya miris adalah meskipun tampil penuh gaya dan sekilas memberi citra canggih dan kelas atas, bahasa Inggris nya sangat belepotan dan salah di sana sini. Lebih parah lagi, kesalahan terbesar jutru munculnya di headline alias kalimat utama poster tersebut : "Did you ordered a steak?" yang seharusnya bertulis : "Did you order a steak?" Tak tahukah si penulis bahwa kata Did sudah mengindikasikan masa lampau sehingga kata kerja nya sendiri tidak perlu dibubuhi bentuk lampau? Tepat di atasnya tertulis : "hey! were also on foursquare.com!" Mungkin maksudnya adalah "hey! We're also on foursquare.com" Di bawahnya secara terpotong tertera Free 1st drinks!bagi ibu hamil", waduuuuuh ini dua kali salah! First mengindikasikan satu, jadi bendanya tidak diikuti bentuk jamak, sehingga mestinya "Free first drink!" namun kenapa tiba-tiba posternya gagap berbahasa Inggris sehingga tidak bisa menerjemahkan "bagi ibu hamil"? Apakah karena si penulis tidak tahu menerjemahkannya? atau takut yang datang tidak mengerti? Kalau begitu mengapa sebagian besar isi poster dalam bahasa Inggris? Sebenarnya buat siapa sih poster ini?

Saya merasa sangat terganggu dan terusik dengan gaya sok-sok an seperti ini. Saya sungguh alergi dengan tulisan "thank's" yang jelas-jelas menunjukkan bahwa sang penulis yang awalnya berniat sok berbahasa Inggris justru menunjukkan ketololan dan ketidakcanggihannya. Bagi yang masih menulis seperti ini, ada baiknya saya bisiki : thanks itu seperti trims. Tanda koma di atas itu menunjukkan kata milik seperti Mary's house yang artinya rumah milik Mary. Kata thanks itu sebetulnya kata tidak formal yang mengindikasikan banyak terima kasih, seperti trims. Jadi mulai sekarang, kalau mau gaya-gayaan, pakailah thanks, bukan thank's. Herannya banyak sekali album lagu para penyanyi utama kita masih saja pakai thank's, padahal di dalam albumnya seolah-olah ia sudah mahir sekali bernyanyi dan bercengkok bahasa Inggris!

Tapi setelah merenung, saya jadi tidak berani terlalu keras berteriak dalam soal sok tahu ini. Diam-diam, saya juga sering melakukannya, supaya dibilang tahu, supaya dibilang tidak ketinggalan, supaya dibilang canggih, supaya dibilang oke! Kadang dalam pembicaraan, saya mengiya-iyakan saja saat sebuah nama disebut, atau sebuah hal diceritakan, padahal saya sama sekali tidak tahu apa sih yang dibicarakan, atau siapa sih yang disebutkan itu? Bahkan ketika sang penanya menegaskan, saya masih juga sok tahu dan sok kenal. Jadi, saya ini sering jadi kebalikannya pepatah "kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu". Kalau saya malah pura-pura tahu. Saking lihainya bersandiwara, cuma berapa kali saja saya terpeleset, ketika si lawan bicara melihat tatapan bodoh saya, sehingga akhirnya terpaksa mengakui kalau saya tak tahu. Kalau sudah tertangkap basah begini, waduh tak terkira malunya! Sekarang, kalau dipikir-pikir lagi, apa gunanya ya seperti itu? Tak ada yang salah kok kalau kita tidak tahu, bahkan di dunia yang kita geluti. Manusia kan tidak ada yang sempurna, dan kita juga bukan ensiklopedia yang harus tahu segalanya. Lagian, perilaku seperti itu juga tidak membawa untung buat kita. Kalau kita tidak sok tahu, mungkin kita akan lebih banyak tahu tentang berbagai hal karena si lawan bicara akan menceritakan dengan lebih detil dan lebih mendasar tentang hal atau orang yang tidak kita kenal.

Masalahnya adalah kita ini orang sok tahu, sok pintar dan yang paling kronis : sok gengsi. Sebuah survey periklanan menggambarkan bahwa orang Indonesia lebih memilih iklan yang headline atau kalimat utamanya berbahasa Inggris, namun isinya berbahasa Indonesia karena kalau diteruskan dalam bahasa Inggris orang kita ini tidak mudeng, alias tidak mengerti. Jadi pentingnya headline bahasa Inggris itu cuma buat sok-sok an, gengsi terkatrol kalau sedikit-sedikit ada bahasa Inggrisnya. Sebenarnya tak ada yang salah bila poster di atas dibahasa-Indonesiakan dengan baik dan benar. Sejujurnya kita tidak akan kehilangan gengsi apa pun dengan menuliskannya dalam Bahasa Indonesia. Cuma orang Indonesia ini besar gengsinya. Jadi inginnya sok-sok an, biar tidak menguasai, mau sok menguasai - hasilnya, malah runyam seperti di atas. Kalau saya iseng, saya akan broadcast dan memasukkannya dalam daftar leluconnya Jay Leno tentang headline-headline konyol di dunia.

Pagi-pagi saya sudah diketok dan diajari untuk tidak lagi sok tau dan sok gengsi. Kalau memang pesannya ditujukan kepada orang Indonesia, saya akan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kalau untuk orang berbahasa Inggris, saya akan berusaha menyampaikannya dalam bahasa Inggris yang baik dan benar. Kalau saya tidak tahu, mulai saat ini saya akan jujur mengatakan tidak tahu. Kalau tidak bisa, saya tidak mau lagi sok-sok an bisa. Dari pada sok tahu, akhirnya malah jadi malu...

24 Juli 2010 : Gereja Rasa Cina

Kalau sebelumnya saya merasa biasa saja melihat gereja bergaya joglo, hari ini saya terkesiap ketika ada di halaman gereja Santa Maria de Fatima di Jl. Kemenangan III/47, tepat di jantung pecinan kota Jakarta. Gereja ini adalah satu-satunya gereja Katolik di Indonesia berarsitektur Cina dan letaknya pun tak jauh dari Kelenteng Petak Sembilan yang sangat terkenal terutama di saat Imlek saat semua media nasional memalingkan wajahnya pada kegiatan warga Tiong Hwa yang beragama Konghucu ataupun Buddha melakukan ritual tahunan yang paling semarak.

Sekilas wajah gereja ini tampak seperti Kelenteng, namun papan nama dan patung Maria serta Yesus di kanan kiri bangunan menandakan ini bangunan ini bukan diperuntukkan untuk ummat Kong hucu. Bangunan ini adalah bekas milik seorang kapitan Tiongkok bermarga Tjioe, asal Fujian yang dibangun awal abad ke-19. Kekunoannya membuat bangunan tersebut masuk daftar cagar budaya, sehingga tidak boleh dipugar.

Semua ciri khas bangunan Tionghoa kuno asli terekam di sana. Pada atap gereja, terdapat hiasan yang menggambarkan ian boe heng (ekor walet)dan dikawal sepasang cion sai (singa batu). Di pelisir atap bangunan terdapat tulisan Cina berbunyi hok shau kang ning yang artinya tempat kedamaian. Di kanan kiri bangunan gereja terdapat sepasang singa batu yang merupakan ciri khas rumah bangsawan Tionghoa. Gereja ini dulunya pernah menjadi asrama bagi orang-orang Hoakiauw (warga Tiongkok perantauan).

Altar gereja ini juga khas Cina dengan gaya tabernakel berwarna merah dengan ukiran hijau, dan kuning emas. Dua lampion cina menghiasi sudut kiri dan kanan atas ruangan altar.Karena tempatnya tepat di jantung China town, tak mengherankan bila 100% umatnya adalah keturunan Tiong Hwa. Bahkan gereja ini mengadakan misa khusus berbahasa Mandarin setiap Minggu sore.

Salah satu yang saya tangkap ketika mengikuti misa petang ini adalah kerapian umatnya, namun sebagian besar lelaki yang datang ke sana beralas sandal, sangat khas engkoh-engkoh Glodok. Kekaguman saya pada umat di sini yang membedakan dengan umat gereja Katolik mana pun di Indonesia yang pernah saya kunjungi adalah ketertibannya : Mereka patuh pada bagian yang harus didoakan umat dan tidak pernah melanggar bagian yang harus didoakan pastor. Mereka juga secara mencolok melakukan penghormatan menunduk kepada Tuhan sebanyak tiga kali di awal dan di akhir misa, sangat khas dengan cara menghormat orang Tiong Hwa. Juga, mereka sangat disiplin, tak ada yang terlambat, dan tak ada seorang pun pulang lebih cepat sebelum mereka semua bersama pastor menunduk hormat tiga kali di akhir misa. Mereka pun menyimak baik-baik kotbah sang pastor yang menurut saya terlalu panjang dan membuat saya sempat tertidur.

Hari ini, di tengah keindahan ritual gereja yang sarat bernuansa Cina, pikiran saya tiba-tiba melayang : Mengapa dunia sekitar saya begitu benci terhadap keragaman? Keseharian saya begitu kental dengan mereka yang mengatasnamakan ras, golongan bahkan Tuhan untuk mengekslusifkan diri seolah-olah takut kehilangan jati dirinya. Padahal saya bisa membuktikan saat ini, di tengah adat dan keindahan arsitektur Cina yang menyihir, saya tetap bisa menangkap dengan jelaskeagungan ritual kekatolikan saya. Saya jadi ingat ketika di suatu natal menonton siaran langsung misa dalam bahasa Jawa, di tengah semua nuansa dan ritual jawa, tak satu pun esensi kekatolikan yang hilang.

Sehari-hari kuping saya akrab dengan kata : memang biasa tuh orang..., atau orang .... memang tidak bisa dipercaya. orang itu orang ini begini begitu. Sebuah generalisasi pengkotakan ras, budaya dan agama yang luar biasa bahayanya karena kita tak sadar bahwa kita semua menjadi alat politik segelintir orang dengan kepentingan-kepentingan tertentu, dan kita rela, atau bahkan tanpa sadar mau saja diperalat menjadi biduk-biduk yang berlagak sok pintar dan sok tahu dalam mempertajam perpecahan. Pada akhirnya pengotak-kotakan dan pengelompokan ini sama sekali tidak memberi manfaat apa-apa bagi kita dan hanya membawa sengsara dan semakin sempitnya wawasan pandang kita. Pengotakan - yang diciptakan melalui fanatisme - yang justru dinikmati segelintir orang untuk kepentingan politik kekuasaan.

Hari ini saya diberi pecutan bahwa selama ini saya terlalu dipropaganda dan dijadikan alat untuk perpecahan dunia sehingga tidak bisa melihat betapa indahnya dunia dalam perbedaan dan keragamaan, serta betapa semakin indahnya hidup bila perbedaan dan keragaman ini bertemu dalam harmoni. Detik ini saya berjanji untuk tidak lagi mau menjadi antek-antek segelintir orang yang memainkan politik kekuasaan untuk kepentingan dirinya sendiri. Saya mau berperan aktif dalam membuat sebanyak mungkin orang mampu melihat dan merangkul indahnya harmoni keragaman dalam hidup ini. Lalu, bersama semua umat katolik penduduk asli pecinan di gereja Santa Maria de Fatima, saya menutup rangkaian ibadah gereja dengan menunduk tiga kali seperti kebanyakan orang Tiong Hwa melakukan tiga kali tundukan saat menutup rangkaian ibadahnya di meja altar ...

Friday, July 23, 2010

23 Juli 2010 : Pura-Pura Baik

Hari Selasa yang lalu saya menepati janji mengirimkan pengalaman ketidaknyamanan saya sebagai seorang nasabah prioritas sebuah bank melalui surat pembaca ke semua surat kabar nasional dan majalah bisnis. Rabunya, surat saya mulai bermunculan di media nasional utama. Rabu itu juga, pihak Bank menghubungi untuk bertemu. Maka Kamis paginya bertemulah saya dengan tiga ibu pejabat Bank cabang tempat saya membuka rekening. Hasil pertemuannya, ya sekedar minta maaf, minta saya menandatangani surat permintaan maaf tersebut, menyodorkan kenang-kenangan sekedarnya, dan menawarkan kartu kredit platinum gratis iuran tahunan seumur hidup.

Kalau diingat, keluhan utama saya adalah karena ketidakleluasaan saya menarik uang sendiri. Maka apa yang dilakukan ibu-ibu tadi menurut saya adalah sungguh keterlaluan dan menyebalkan. Pertama, minta maafnya hanya untuk keperluan menyelamatkan diri dan prosedural, tidak dari hati. Mereka butuh tanda tangan saya untuk menyelamatkan mereka sendiri, tanpa peduli keperluan saya. Ke dua, mereka tidak menawarkan solusi bagi saya, namun justru ingin menarik keuntungan dari saya dengan menawarkan kartu kredit. Saya tidak butuh mengutang. Saya hanya mau bisa mengambil uang saya kapan saya butuhkan. Ketiga, setelah saya buka hadiahnya, wah basa basi yang tidak ada artinya sama sekali buat saya, gantungan label nama untuk bagasi. Sampai pulang, mereka sama sekali tidak memberi solusi yang berarti. Saya menolak tawaran kartu kreditnya.

Hari ini, saya sudah seperti diteror pihak bank. Pagi-pagi saya sudah di fait a compli oleh salah seorang ibu itu, mau mengambil tanda tangan untuk membuatkan kartu platinum. Saya menolak, tapi kalau kemarin saya menerima baik-baik, kini sudah dengan perasaan mulai mendongkol.

Sore ini saya berkali-kali dikejar oleh account manager saya mau minta surat klarifikasi yang menyatakan bahwa pihak bank sudah menyelesaikan masalahnya, untuk kepentingan pertanggungjawaban bank ke pihak Bank Indonesia. Tadinya saya bilang oke, saya menandatangani surat bila sesuai dengan keterangan yang saya bisa berikan. Tapi lama-lama saya jadi berpikir, mengapa saya membantu memberi solusi bagi pihak bank kalau tidak ada solusi yang diberikan pihak bank bagi saya dan nasabah lainnya? Sampai detik ini kebijakan bank tetap saja angkuh. Mengapa saya harus membantu orang yang culas, yang pura-pura minta maaf, yang hanya mau melindungi kepentingannya sendiri? Saya bukan di pihak yang salah, namun semakin hari saya merasa justru tambah diperlakukan semena-mena. Jadi biarlah si bank merasakan hasil kesemena-menaannya sendiri. Biarlah mereka belajar dari keangkuhannya.

Kejadian ini menyadarkan saya betapa kelirunya orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri: pada akhirnya ia justru kehilangan dan tidak mendapat dukungan dari pihak-pihak yang seharusnya dapat diandalkan untuk mendukung. Saya jadi ingat, ayat kitab suci : barang siapa menyelamatkan diri sendiri akan binasa. Hidup kita ini harus ada arti dan gunanya bagi orang lain. Jadi kalau hanya untuk diri sendiri, maka hidup kita ini justru tidak ada artinya dan tidak ada gunanya. Orang yang ingin menyelamatkan dirinya sendiri justru akan kehilangan. Mereka berpikir kita bisa dikelabui. Namun bila kita bisa berpikir jernih, kita akan bisa membedakan mana yang tulus dan mana yang serakah. Hal ini akan saya camkan baik-baik : God loves the needy, not the greedy, and with this, we receive by giving...

Thursday, July 22, 2010

22 Juli 2010 : Belajar Hidup dari Masakan Cina

Siang ini saya memperkenalkan masakan Teo Cheow kepada rekan-rekan media. Masakan ini termasuk jenis masakan Cina Selatan yang berdekatan dengan pesisir sehingga sangat terkenal dengan makanan lautnya yang sangat segar. Saking segarnya, bahan masakan laut ini terkenal dengan pemrosesan yang sangat sederhana dan ringan seperti kukus dan tim agar terasa benar rasa bahan dasarnya. Hal inilah yang membedakannya dengan masakan di daerah lainnya.

Selama menangani sebuah restoran Cina terkemuka, saya jadi belajar mengenai filosofi makan fine dining ala orang Cina. Ternyata urutan makannya tidak sembarangan. Orang Cina terbiasa menyantap berbagai jenis masakan namun dalam jumlah kecil sehingga tidak membuat kita mabok kekenyangan. Rentetan ritual ini dibuka dengan makanan pembuka yang cenderung ringan dan menggugah selera. Acara makan dilanjutkan dengan unsur yang terpenting dalam ritual ini : sup. Sup memberikan unsur yin atau yan dan menjadi penentu nuansa masakan yang disajikan. Bila sang suami capai kerja, biasanya isteri akan memasakkan sup berunsur yin yang merelakskan, sedang bila ada anggota keluarga yang sakit, ibu akan memberikan sup berunsur yang untuk membangkitkan tenaga. Makan dilanjutkan dengan rangkaian makanan utama yang ditutup dengan nasi atau mie. Nasi atau mie sengaja disajikan di bagian akhir karena mengandung karbohidrat sehingga secara otomatis kita tidak mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah berlebih. Seluruh rangkaian ditutup dengan hidangan penutup yang terdiri dari dua jenis. Jenis yang hangat atau panas adalah yang otentik Cina, sedang yang dingin sudah terkena pengaruh budaya Barat. Semua tahapan dipersiapkan dengan sangat cermat, mulai dari bahannya yang mengandung berbagai vitamin dan mineral hingga proses memasaknya yang diupayakan mempertahankan unsur gizi di dalam bahan tersebut. Penggunaan sumpit pun membuat kita harus mengambil makanan dalam jumlah terbatas sehingga membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita. Sebuah rangkaian filosofi yang luar biasa menakjubkan dan detil dari sebuah kebiasaan yang sehari-hari kita lakukan. Tak mengherankan Cina memperhitungkan dengan penuh keseriusan yang sangat detil di setiap langkah hidupnya sehingga sukses sangat akrab di kalangan etnis ini.

Ketika mencoba membandingkan dengan apa yang saya lakukan selama ini, saya jadi menutup muka dengan kedua tangan. Saya sering "take for granted" berbagai hal dan kejadian dalam hidup ini. Bahkan untuk mengisi blog ini, saya seringkali blank. Merasa tidak mendapat apa-apa dalam sehari ini sehingga tidak tahu apa yang harus saya tulis. Mengaca kembali pada ritual di atas, setiap hal mengandung makna, setiap langkah mengandung arti. Sedang saya sering tidak mengerti arti banyak hal yang terjadi dalam hidup saya, sehingga lewat begitu saja tanpa kesan. Saya sering tidak menyadari langkah saya karena sudah jadi kebiasaan yang seperti robot, tanpa terpikir dan tanpa terasakan. Saya jadi ingat kebiasaan memperhatikan gerakan gerakan olah napas yang dilakukan sekelompok orang di daerah rumah, sambil menertawakan mereka. Kini, saat menyadari bahwa setiap gerakan hidup ini punya makna, barangkali merekalah yang menertawai saya : kasiaaan deh luuu, kemana aja selama ini?

Saya sungguh bersyukur mendapat kesempatan menangani program komunikasi restoran cina ini, karena ternyata justru belajar filosofi Cina dari sang empu nya restoran. Memang tidak mudah untuk mengimplementasikan dalam hidup, apalagi untuk seseorang seusia saya. Namun saya tidak putus asa, karena kesempurnaan dan wangsit kebijaksanaan itu datangnya tidak di awal, jadi saya merasa masih punya kesempatan.

Hari ini saya menyadari bahwa every single step counts, every single moment counts. Jadi tak ada alasan lagi kalau saya bilang hari ini saya tidak belajar apa-apa karena hari ini sama dengan hari sebelumnya. Mungkin yang saya alami hari ini bukan hal yang baru, namun sebuah pelajaran menyerap dalam sanubari karena dialami dan dilakukan berulang-ulang. Jadi kalaupun pelajaran hari ini sama dengan hari sebelumnya, tak mengapa. Itu juga yang dipakai prinsip iklan : semakin sering dilihat dan didengar semakin menancap di benak. Tinggal saya mengasah kepekaan dengan lebih tajam lagi. Jadi kalau lagi blank atau hang, saya akan bertanya : Every single thing counts, so what have I counted today?

Wednesday, July 21, 2010

21 Juli 2010 : Pesan Kehidupan

Sudah berhari-hari saya penasaran soal suara perangkat pemutar disk yang tidak bisa dimasukkan ke dalam home theater saya. Tukang yang sudah biasa memasang perangkat elektronik mengatakan tidak bisa karena sudah tidak ada space lagi untuk tambahan sebuah perangkat, namun saya merasa, there must be a way. Jadi, sudah dua hari saya membaca manual masing-masing perangkat. Malam ini, saya mencocokkan antara buku manual dan perangkat aslinya, dan menemukan jawabnya : memang benar tidak ada tempat lagi, namun kalau audio input yang satu dipindahkan ke yang lain dan dari yang lain itu kemudian dimasukkan ke input hometheater... simsalabim! Jadilah yang saya inginkan!

Saya jadi berpikir, saya tidak bisa main percaya begitu saja apa yang dikatakan orang. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, mungkin kesimpulan seperti itu juga tidak tepat benar. Saya jadi ingat sebuah cerita yang saya terima sore ini :

Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan.

Sebelum sang ayah menghembuskan nafas terakhir,
dia memberi pesan kepada ke 2 anaknya untuk keberhasilan hidup anaknya:
• Pertama: jangan pernah menagih piutang kepada siapa pun.
• Kedua: jangan pernah tubuhmu terkena terik sinar matahari secara langsung.

Sang anak pun bingung dgn pesan ayahnya dan akhirnya sang Ayah pun pergi utk selama-lamanya.

Lima tahun berlalu kematian sang ayah, sang ibu pun menengok sih bungsu dgn kondisi bisnisnya yg sangat memprihatinkan, sang ibu bertanya,
"wahai si bungsu kenapa kondisi bisnismu demikian?"

Si bungsu menjawab aku mengikuti pesan ayah,
"Yg ke 1: Saya dilarang menagih piutang ke siapapun, hingga banyak piutang yg tak di bayar & lama-lama habislah modal saya,
yg ke 2: ayah melarang saya terkena sinar matahari secara lansung, & saya hanya punya sepeda motor, pergi & pulang toko saya selalu naik taksi."

Kemudian sang ibu pergi ke tempat si sulung kali ini keadaan berbeda jauh dgn si bungsu, si sulung sukses menjalankan bisnisnya.

Sang ibu pun bertanya,
"wahai si sulung knp hidupmu sedemikian beruntung?"

Sulung pun menjawab:
"ini karena aku mengikuti pesan ayah,
Yg ke 1: saya dilarang menagih piutang kpd siapapun, oleh karena itu saya tak pernah memberikan utang kepada siapapun, hingga modal saya tetap utuh.
Yg ke 2: saya dilarang terkena sinar matahari secara langsung, maka dgn motor saya selalu berangkat sebelum matahari terbit & pulang larut malam setelah matahari terbenam, hingga para pelanggan tahu toko saya buka paling pagi & tutup paling larut.

Pesan Moral,
Si Sulung & Si Bungsu menerima pesan yg SAMA,
namun masing2 memiliki sudut pandang atau MINDSET berbeda,
MELAKUKAN cara yg berbeda sehingga mendapatkan HASIL yg berbeda


Begitulah pesan yang saya terima. Melalui kejadian malam ini saat saya menemukan cara mencapai apa yang saya inginkan dan saat saya membaca kembali pesan yang dikirim teman, saya berkesimpulan bahwa dalam hidup ini pesan yang sesungguhnya adalah pesan yang bukan kita dengar atau terima secara harafiah, namun tersirat di balik kata-kata tersebut. Jadi ini bukan soal mindset seperti yang dikatakan di akhir cerita di atas, tetapi seberapa jauh kita mampu menangkap makna yang sesungguhnya di balik pesan yang diucapkan secara harafiah. Pesan-pesan ini sebetulnya ada di sekitar kita di setiap kesempatan dalam hidup ini, namun sayangnya sebagian besar terlewatkan begitu saja karena kita tidak peka dan tidak mampu mencerna dengan baik. Sebagai contoh ya cerita amanah seorang ayah di atas. Tak ada yang negatif dari pesan si ayah, dan kedua anaknya pun tidak menerjemahkannya secara negatif. Bedanya, anak kedua menelan mentah-mentah pesan ayahnya dan melaksanakannya secara secara harafiah, sedang anak pertama merenungkan dan mencari makna di balik pesan ayahandanya. Jadi, sekali lagi, cerita di atas sama sekali bukan soal mindset, karena kalau soal mindset itu berarti nasihat si ayah dinilai positif atau negatif oleh si anak, padahal kenyataannya semuanya menerima baik pesan tadi, cuma cara menangkapnya yang berbeda: yang tua peka, yang adiknya tidak.

Maka mulai sekarang, saya akan pasang antena dan radar baik-baik untuk menangkap gelombang-gelombang pesan yang tak kasat mata karena the real message of life is found somewhere along the line of the spoken words!

Tuesday, July 20, 2010

20 Juli 2010 : Lengah!

Dalam kurun waktu kurang dari 12 jam, saya menyaksikan dua video kiriman teman yang membuat miris. Video yang pertama adalah kejadian di lift yang terekam cctv. Beberapa orang berada di lift dan satu per satu keluar di lantai tujuan. Ketika tinggal 3 orang, 2 wanita dan 1 pria, tiba-tiba pria yang tadinya berdiam diri mendekap seorang wanita di depannya dan merenggut tas bawaan si wanita tadi. Otomatis sang wanita memberontak, dan terjadilah pergulatan tidak saja antara dua orang, tapi 3 orang, karena wanita yang satunya lagi jadi membantu. Tarik-tarikan itu membuat seisi tas berhamburan. Ketika lift terbuka, pergulatan itu berlanjut sampai sang perampok berhasil melarikan diri dengan sebagian rampokannya, sedang kedua wanita itu terhuyung-huyung kembali ke lift memunguti sisa barangnya.

Saya yang menonton menjadi mulas seketika; selama video berlangsung saya benar-benar cemas sang penyerang membawa senjata sehingga melukai mangsanya. Untung saja tidak. Tapi video ini memberi peringatan luar biasa bagi kita untuk tidak pernah lengah dalam keadaan apa pun.

Berbicara soal lengah, saya lalu melihat video kedua beberapa menit yang lalu. Dalam sebuah kompilasi kejadian dan diiringi nyanyian menyayat, ditunjukkan berbagai kecelakaan fatal yang merenggut nyawa. Ada yang sedang tidak terima disalip mobil lain, ada yang sedang berantem di mobil, ada yang sedang bermesraan - mengecup tangan kekasihnya, ada yang sedang berbicara di telepon (mengingatkan saya pernah mengomentari soal hal ini), ada pula yang sedang melirik menggoda gadis di jalan, atau berbagai hal yang membuat kita lepas konsentrasi menyetir dalam hitungan detik.
Semuanya berakibat sangat fatal, tidak hanya bagi diri sendiri, namun juga bagi orang-orang yang tak berdosa. Ada adegan mobil menabrak mobil di depannya. Ketika sang pengemudi turun, ia mendapatkan kerusakan mobil yang ditabrak di belakang tak seberapa. Ia segera menjumpai sang pengemudi mobil yang terperanjat menangis. Ketika ia melihat di depan, terbelalaklah ia. Seorang ibu terkapar tewas sementara anak laki kecil menangis bertatapan kosong tak tahu mau berbuat apa.

Sekali lagi saya dibuat mulas bukan main. Niat membuang video yang membuat bulu kuduk merinding ini jadi terbatalkan. Saya akan menyimpannya agar selalu diingatkan supaya selalu waspada. Namun video kedua ini menjadi lebih istimewa karena masalah konsentrasi ini seharusnya tidak hanya untuk urusan menyetir, tapi berlaku untuk semua hal. Pelajaran yang saya dapat dari video pahit tersebut adalah jangan pernah menganggap remeh sebuah pekerjaan, sesederhana apa pun pekerjaan itu. Dalam setiap detiknya saya harus berkonsentrasi penuh agar pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan baik dan terhindar dari segala bahaya.

Jauh menyimpang namun berkaitan, saya jadi teringat pekerjaan kerabat saya di risk management bank terkemuka di Indonesia. Dari ceritanya saya bisa mengambil kesimpulan bahwa setiap keadaan dan tindakan, baik oleh diri sendiri atau orang lain di sekitar kita dapat membawa risiko bagi diri kita mau pun orang lain. Tugasnya dalam meminimalisir terjadinya risiko dengan memprediksikan kemungkinan-kemungkinan terjadinya risiko dan melakukan berbagai pengamanan agar kemungkinan itu tidak terjadi, atau seminimal mungkin terasakan dampaknya. Dengan kata lain, ia selalu diharuskan peka dan waspada di setiap kesempatan dan situasi. Hal ini pulalah yang harus kita lakukan dalam hidup.

Malam ini saya ditunjukkan agar selalu peka, waspada, berpikir jernih dan berkonsentrasi penuh terhadap apa pun yang saya lakukan di hidup ini (dengan kata lain do one thing at a time, jadi konsep multitasking perlu sangat dipertanyakan karena menimbulkan risiko yang jauh lebih besar dikarenakan kita kehilangan beberapa persen fokus kita terhadap pekerjaan yang dilakukan secara bersamaan, semakin banyak yang dikerjakan, semakin berkurang fokus kita), agar meminimalisir kemungkinan terjadinya risiko akibat perbuatan dan keadaan di mana saya berada.

Monday, July 19, 2010

19 Juli 2010 : Undangan Kadaluarsa

Suara telepon saya berdering saat saya tertidur dalam perjalanan pulang. Setengah melek, saya mendengar suara teman tak sabar berbagi cerita: Eh, ada kejadian banget Sabtu kemarin. Aku ketemu isteri bosku di supermarket dan dia cipikacipiki (cium pipikanan cium pipi kiri) dan bilang aduuuuh sorriii ya waktu itu saya tidak bisa datang di kawinanmu. Aku jawab, ooo nggak apa-apa bu. Lalu isteri bosku tanya, "Lho, kok kamu ada di sini? Kok nggak ke si Budi?" "Budi?" "Iya, Budi, supir kantor, kan lagi ada hajatan di rumahnya?" Dalam hati aku bilang : ups, kan hajatannya seminggu lalu? Untung aku cepat tanggap, aku bilang, "O bu, saya ada kawinan sepupu."

Kami lalu tertawa terbahak-bahak. Kemana perginya tuh si bos? Hahaha Secara ketawa ketiwi kami bercanda, pembelajarannya, kalau mau selingkuh jangan sekali-sekali pakai alasan kantor... bisa runyam jadinya kalau sang nyonya secara tak sengaja ketemu karyawannya secara tidak sengaja seperti ini. Setelah habis ketawa kami, saya lalu bilang, yang paling bener ya jangan selingkuh. Hahaha

Teman saya lalu cerita waktu itu sempat main mata saat pacaran dulu, candle light dinner dengan orang yang juga naksir dia. Saat makan malam, yang ada dia kepikiran terus wajah pacarnya, sedang apa ya dia, pokoknya benar-benar merasa bersalah. Sampai akhirnya ia mengaku pada sang pacar, lalu mereka ribut besar karena terang saja pacarnya cemburu. Tapi itulah awal keterbukaannya dengan sang pacar. Dia lalu bertanya, apakah orang yang selingkuh tidak memikirkan pasangannya? Saya bilang sih tidak, karena otaknya sudah tidak di tempat asalnya lagi, otaknya ada di tempat lain. Kami tertawa lagi. Saya lalu bercerita bahwa saya punya teman dekat yang penyanyi night club. Suatu saat ia mengajak saya menemaninya menyanyi di sebuah klub malam di Jakarta kota. Saat ia menyanyi, saya melihat sekeliling. Oom-oom dan engkoh-engkoh, bapak-bapak dan mas-mas secara buas duduk berpangkuan dan menggoda-goda wanita escort yang sok kegenitan. Pada suatu titik, tiba-tiba saya tersambar sebuah pertanyaan : ketika mereka bersenang-senang dan bergenit-genit dengan wanita lain, pernahkan terpikir olehnya sedang apa anak isterinya di rumah? Sebuah pertanyaan yang bila ditanyakan kepada pengunjung akan ditanggapi dengan gelagapan dan muka pucat.

Dari pengalaman, saya bisa katakan sesuatu yang busuk, serapi-rapinya ditutup-tutupi akan tercium juga baunya. Sebagai orang yang pernah diselingkuhi, saya bisa bilang bahwa gerak-gerik dan pandangan mata tak bisa menipu. Kalau kita sudah memiliki hubungan batin, tentu kita bisa merasakan bila ada getaran yang salah dari pasangan kita. Meski pertanyaan kita ditepis pasangan, kalau ada sesuatu yang tidak beres, hati ini bisa tetap merasakan bahwa pasangan kita berbohong. Dan sekali berbohong, si penyelingkuh akan lebih terbelit lagi pada kebohongan yang semakin ruwet. Juga, pengalaman menunjukkan, ada saja hal yang bisa membongkar kebusukan itu, secara tidak sengaja. Ya seperti cerita undangan kadaluarsa di atas yang hampir saja membongkar perselingkuhan bos teman saya. Tapi sampai kapan ia bisa seberuntung Sabtu kemarin? Suatu saat akan ada lagi kejadian yang lebih jelas-jelas mempertemukan ia, selingkuhan dan isterinya dalam sebuah situasi yang lebih tidak mau dibayangkan lagi. Seperti cerita teman saya yang lain lagi. Suatu pagi, ia yang sudah hampir sampai kantor ketinggalan kunci kantornya dan harus kembali. Sesampai di rumah, ia menemukan suaminya sedang bergelut dalam keadaan yang tak terbayangkan dengan wanita lain!

Malam ini, "laporan pandangan mata" teman di hari Sabtu kemarin memberi pelajaran pentng bagi saya : jangan selingkuh! Titik!

Sunday, July 18, 2010

18 Juli 2010 : Menyoal pilih kasih

Malam ini saya mendapat bbm bahwa seorang teman saya sedang bete pada orang tuanya. Teman saya adalah seorang manajer muda yang mandiri dan termasuk yang paling sukses di keluarganya. Tak heran orang tuanya selalu menganggap ia tak pernah bermasalah dengan uang sehingga bila ada masalah di keluarga atau di saudara kandungnya, ia menjadi sasaran lirikan untuk membantu dalam segi dana. Padahal teman saya ini masih punya banyak kewajiban yang harus diselesaikan seperti membayar cicilan mobil dan lain-lain kebutuhan pribadi. Di luar itu, setiap bulannya ia mendukung kelangsungan rumah tangga orang tuanya. Juga membiayai asuransi kesehatan mereka. Tapi yang diingat orang tuanya seolah-olah hanya ketiga saudaranya. Ia tidak pernah eksis kecuali soal bangga-banggaan punya anak S2 dan cemerlang di kantor, serta bila ada masalah, karena ia jadi bank keluarga. Hari ini, ia kembali dikira bank keluarga, dimintai uang untuk membantu saudaranya.

Saya jadi ingat, beberapa hari yang lalu, seorang bijak menasihati teman saya yang lain. Setelah mendengar teman saya mengeluh sebagai satu-satunya anak yang paling tidak dipeduli oleh orang tuanya yang terlalu sibuk mengkhawatirkan anak-anak perempuannya ketimbang satu-satunya anak lakinya. Beliau mengatakan : adalah hak orang lain, termasuk orang tua untuk mencintai seseorang lebih dari yang lainnya. Kenyataan ini memang bertolak belakang dari teori bahwa orang tua harus bersikap adil dalam hal kasih dan perhatian kepada semua anaknya. Kenyataannya, suka tidak suka, tetap saja ada yang lebih ada yang kurang. Kadang kita yang merasa dipilihkasihkan tidak mengerti benar alasan dan latar belakang apa yang dirasakan oleh orang tua kita - atau terkadang kita melihat dari kaca mata yang sangat jauh berbeda - namun sebagai anak, kita tidak usah memedulikan timbangan kasih orang tua. Tugas dan kewajiban kita sebagai anak adalah berbakti dan mengasihi orang tua kita, tak peduli seberapa besar atau kecil bakti dan kasih anak yang lain kepada orang tua kita, dan tak peduli besar atau kecil kasih dan perhatian orang tua kepada kita. Dengan demikian, kita terlepas dari rasa cemburu dan iri pada orang tua atau saudara sendiri.

Teman saya lalu mengeluh, ia sudah memberikan uang kepada orang tuanya, eh uangnya diberikan kepada anak kesayangannya. Maka berdasarkan wejangan Beliau, saya menasihati teman saya tadi saya mengatakan, kalau kita sudah memberikan uang, ya terserah orang yang diberi mau diapakan uangnya, itu bukan hak kita lagi. Soal membantu saudara, menurut saya juga bukan "wajib hukumnya". Dari pengalaman hidup, saya bisa menarik kesimpulan kalau tidak selamanya bantuan itu "membantu". Seringkali bantuan kita justru menjerumuskan. Maka nasihat saya pada teman saya di atas, bijaksanalah membantu. Kalau bantuan kita dapat menyelamatkan kehidupan seseorang, bantulah dengan tulus dan ikhlas. Tetapi, seringkali seseorang minta bantuan atau menaikkan bendera SOS hanya karena kemanjaan, ketamakan, gengsi pribadi yang tidak penting atau sekedar mau enaknya saja. Membantu orang yang begini sama dengan menjerumuskan, jadi saya sih menyarankan tidak dibantu supaya orang itu belajar tentang kenyataan hidup dan menjadi dewasa karenanya. Kita toh tidak bisa senang dan enak terus, semuanya serba empuk. Justru kegagalan, ketidakenakan, kegagalan, kejatuhan akan membentuk kita menjadi manusia dewasa yang bijak.

Hari ini, sembari menceramahi teman muda, saya seolah menceramahi diri sendiri. Hati dan mata saya terbuka. ya, betul. Apa pun yang dilakukan oleh orang tua kita, tanggung jawab dan kewajiban kita adalah mencintai dan menghormatinya dengan tulus ikhlas. Itu saja. Soal menuruti permintaan orang tua atau tidak, buat saya tergantung dari kebutuhannya. Buat saya, saya akan membantu setelah kebutuhan pribadi terpenuhi, dan kalau harus membantu atau sampai turun tangan mengalahkan kepentingan kita sendiri, maka keterlibatan kita haruslah bermakna dan tidak sia-sia. Hal yang sama berlaku dengan saudara kandung karena mau bagaimana pun mereka, tak ada yang bisa mengganti orang tua atau saudara kandung kita. Cinta dan Hormat wajib hukumnya. Soal bantuan, lain ceritanya ...

17 Juli : Bebal

Pagi-pagi saya sudah dibangunkan oleh Account Manager CIMB Niaga Preferred Circle untuk urusan transaksi saya yang bermasalah sejak kemarin malam. Ceritanya tv lcd 22 inch yang biasa menemani saya olah raga pagi tiba-tiba tak berfungsi. Karena masih dalam garansi, saya pulangkan ke Electronic City Karawaci tempat saya membelinya dulu. Setelah beberapa hari, pihak EC menghubungi saya dan mengatakan bahwa suku cadang yang dibutuhkan tidak tersedia dan mereka menawarkan untuk mengganti tv rusak saya dengan voucher untuk membeli televisi baru.

Awalnya saya berniat mengganti dengan tv lcd 22 inch yang lain, namun akhirnya saya ngiler juga dengan tv led 55 inch 3 dimensi yang setelah bernegosiasi mendapat bonus alat pemutar blue ray 3D dan 2 buah kacamata 3D. Berbekal kartu debet CIMB Niaga preferred, saya ke kasir. Saya ini bukan orang yang cerewet soal ini itu, dan tidak akan terusik apa bila kenyamanan saya tidak diganggu. Ketika diberitahu bahwa limit penarikan harian kartu yang katanya prioritas itu hanya 10 juta, saya diminta untuk melakukan otorisasi. Karena nasabah preferred, saya menghubungi account manager CIMB Niaga saya dari cabang Tebet, Ria. Setelah sekian lama, ia cuma membawa kabar tidak bisa di overwrite, alias ya cuma bisa narik 10 juta saja. Saya murka besar karena kartu atm bca saya yang biasa saja bisa menarik 25 juta sehari. Saya lalu mencoba menggesek kartu kredit Citibank. Sialnya kali ini jaringan mesin edc nya bermasalah. Maka saya menghubungi lagi Ria. Ia mencoba mencari solusi bersama manajer Electronic City. Akhirnya, si manajer menyetujui janji Ria membawakan uang tunai jam 10 pagi Sabtu (hari ini) dan pihak Electronic City memberikan dispensasi akan mengatur pengiriman dan pemasangan bracket dinding hari Minggu seperti jika pembayaran dilakukan pada hari Jumat (seharusnya kalau pembayaran Sabtu, pengiriman dan pemasangan baru dilakukan hari Senin).

Tak tahunya pagi ini saya ditelepon Ria jam 7.30 hanya untuk mengabarkan bahwa kebijakan perusahaan tidak memperbolehkan karyawan membawa uang nasabah dalam jumlah besar dan satu-satunya jalan bagi saya untuk memperoleh dana tersebut adalah mengambilnya sendiri di cabang Tebet. Saya benar-benar marah atas jawaban tanpa usaha ini dan mengancam akan segera menarik semua dana pribadi saya yang sudah menjadi nasabah Bank Niaga sejak tahun 1989 itu serta akan segera merekomendasikan agar proses payroll kantor saya dipindahkan seluruhnya dari Bank Niaga.

Saya mengatakan pada Ria, ini cuma urusan beli televisi, bagaimana kalau urusannya dengan rumah sakit atau keadaan emergency lain? Bisa-bisa nyawa melayang karena arogansi si Bank. Lagi pula, saya tidak dalam posisi meminjam atau meminta kredit pada Bank. Saya ini mau menarik uang tunai milik saya sendiri! Saya kok merasa sebagai tahanan yang tidak punya kata apa pun dalam mengelola keluar masuknya dana pribadi saya. Saya lebih jengkel lagi karena status preferred diberikan oleh Bank Niaga sendiri, bukan saya yang meminta dan selama ini saya tidak merasakan manfaat apa pun dari status itu selain diberi kue setiap ulang tahun dan Natal.
Saya lalu membandingkan dengan tawaran Bank lain dengan status sama, namun memberi sejuta kemudahan seperti limit penarikan sesuai kebutuhan, cash delivery, kartu platinum bebas iuran tahunan, bahkan sampai akses saphire yang memudahkan proses imigrasi di bandara!

Mendengar kemurkaan saya di Sabtu pagi, Ria lalu mencoba sekali lagi, dan kali ini ia menjanjikan akan ke rumah untuk memroses penarikan dana dan membawakan dana yang dibutuhkan ke Electronic City jam 10 pagi. Ketika ia datang ke rumah meminta tanda tangan, saya menjelaskan kekecewaan pada kebijakan CIMB Niaga. Saya melihat risiko besar bila saya masih menjadi nasabah Niaga karena peraturan tolol tersebut sehingga saya tidak dapat menggunakan dana sewaktu-waktu dalam keadaan emergency dan tetap bermaksud mengalihkan dana saya ke bank yang lebih mengerti kebutuhan saya. Saya juga menunjukkan draft surat pembaca yang siap saya layangkan ke semua media nasional agar menjadi pembelajaran atas pengalaman buruk saya. Ria memohon agar saya mempertimbangkan ulang karena akan mempengaruhi reputasi perusahaan dan kondite dirinya. Saya menjelaskan bahwa saya tidak ada masalah dengan Ria yang sudah setengah mati membantu mencarikan solusi, saya hanya ingin memrotes kebijakan perusahaannya yang tidak mendengarkan keluhan nasabahnya melalui account managernya.

Tengah waktu makan siang, semua transaksi akhirnya bisa diselesaikan. Ria datang 2 jam terlambat dari waktu yang ditentukan karena macetnya perjalanan. Saya meminta maaf kepada pihak Electronic City atas ketidaknyamanan yang disebabkan oleh CIMB Niaga Preferred, lalu meneruskan makan siang saya.

Saya lalu berpikir, mengapa kita suka diancam, dimarahi dan dimaki terlebih dahulu untuk memberikan pelayanan yang seharusnya diterima oleh pelanggan kita? Kita ini selalu berpikirnya dari kebutuhan kita sendiri, tanpa mau peduli kebutuhan orang lain yang justru telah menaruh percaya dan bahkan meminjamkan uangnya pada kita. Dalam kasus preferred circle tadi, saya heran mengapa orang yang mengutang melalui kredit jauh diberi fasilitas hadiah dan kemudahan daripada kita yang justru memberi funding pada si bank.

Hari ini saya diberi pelajaran melalui ketololan layanan sebuah bank kepada pelanggan yang justru dilabeli sendiri olehnya sebagai nasabah prioritas. Saya harus memiliki empati kepada pelanggan saya. Mengerti kebutuhannya, dan menyediakan kenyamanan layanan kapan pun dibutuhkan. Pelanggan tak butuh kue hari raya, atau ulang tahun. Ia hanya butuh dipenuhi kebutuhannya saat memerlukannya, yang lain hanya jadi embel-embel bonus yang menyenangkan tapi bukan kebutuhan utama sama sekali.

Hari ini saya juga diajar sebuah sikap untuk melakukan dan berusaha yang terbaik terlebih dahulu bahkan sebelum diminta oleh klien saya. Adalah suatu ketololan lagi bila apa-apa yang saya bilang tidak bisa, akhirnya saya katakan bisa setelah diancam-ancam dan dimaki. Saya seharusnya sudah berusaha dari awal untuk bisa menjadikan sesuatu yang tidak bisa menjadi bisa sebelum melaporkan pada klien saya – apa lagi kalau semua itu menyangkut hak si klien! dan tidak menyalahi aturan hukum apa pun serta merugikan perusahaan – sehingga saat saya menelpon kembali si klien, saya bisa melapor, “Pak, silakan, saya sudah mengatur semuanya untuk Anda.” Kalau kurang jelas, saya beri contoh lagi soal kasus saya di atas. Uangnya toh uang saya sendiri, maka kalau saya sebagai pemilik mau mengambil uang saya kembali, bank tidak punya hak sedikit pun menahannya kapan pun saya butuhkan. That’s the stupidest thing that I’ve ever encountered : seorang nasabah preferred circle telah dikecewakan dua kali oleh CIMB Niaga. Beberapa tahun lalu kasusnya saya bawa ke media, lalu VP CIMB Niaga secara khusus datang minta maaf. Hari ini saya akan membawa kembali kasusnya ke media. Namun sekarang, Niaga akan kehilangan salah satu pelanggan setianya. Sebuah pelajaran, karena kita toh tidak mau diinjak dan diperlakukan semena-mena. Kalau pintu maaf pernah dibukakan sekali, jangan berharap Anda akan mendapatkannya untuk kedua kalinya. Ini adalah pelajaran hidup paling hakiki. Kalau dosa Anda sudah diampuni sekali, jangan anggap remeh Anda akan mendapat pengampunan yang sama bila Anda mengulanginya lagi...

Friday, July 16, 2010

16 Juli 2010 : kekuatan doa

Sampai sore ini paling tidak saya menerima dua kabar dari dua teman SMA saya bahwa ada dua orang kawan kami yang sedang kesusahan. Seorang lagi anaknya terkena leukimia dan sedang berobat ke Singapura, dan seorang lagi sedang dalam perjalanan dari Kalimantan ke Jakarta untuk membawa anaknya yang terserang perdarahan otak. Kedua-duanya minta dukungan.

Jujur saja, karena di SMA saya tidak gaul-gaul amat, saya tak punya bayangan jelas siapa yang dibicarakan kedua teman saya itu. Maklum, SMA adalah salah satu masa sengsara dimana saya inginnya masuk IPS tapi dipaksa tinggal di IPA, jadi saya juga kurang bergairah bersosialisasi. Kini setelah puluhan tahun meninggalkan bangku sekolah dan mulai menggalang kembali kebersamaan dengan teman-teman sekolah, saya merasa ikut prihatin atas musibah yang menimpa kedua rekan sekolah. Saya lalu menanyakan kepada seorang teman, bantuan apa yang diperlukan, apakah perlu mengadakan charity dinner? Kalau iya, saya akan menyediakan diri untuk menyelenggarakannya. Lalu untuk teman yang satu lagi, karena rumah sakit yang dituju dekat dengan rumah, saya menawarkan untuk menengok dan mencari tahu dukungan apa yang dibutuhkan, siapa tahu saya bisa membantu. Seperti yang terjadi kemarin, ketika adik ipar manajer sdm saya dalam keadaan sekarat karena serangan jantung, saya segera membantu turun tangan dengan memotong semua jalur sehingga penderita dapat ditolong tepat waktu oleh dokter ahli jantung kepresidenan. Hari ini, si pasien sudah segar kembali dan diperbolehkan pulang.

Sambil menunggu kabar, saya menerima kabar dari teman yang mengabarkan soal leukimia. Dukungan yang dibutuhkan adalah doa. Wah, saya seperti dikemplang. Selama ini kalau sudah dengan minta dukungan, yang ada di otak saya adalah dukungan finansial atau koneksi. Jarang terpikir mintanya hanya dukungan doa. Tapi sekarang saya diingatkan untuk kesekian kalinya untuk tidak meremehkan kekuatan doa, apa lagi bila didoakan oleh banyak orang, termasuk orang yang tidak mengenalnya secara pribadi. Selama ini saya mengagumi orang-orang yang terkenal yang tidak kita kenal secara pribadi namun turut kita doakan karena sedikit banyak telah menyentuh hidup kita. Saya menyaksikan sendiri melalui berita betapa banyaknya orang yang mendoakan Putri Diana, Paus Yohanes Paulus, Michael Jackson, hingga yang masih hidup seperti Ibu Sri Muljani yang ketika itu sedang dirundung masalah. Betapa dukungan doa dan moral dari mereka memberi kekuatan batin yang luar biasa bagi mereka untuk tetap tegak dan terus maju mempertahankan prinsip hidupnya.

Kini, dunia telekomunikasi telah memberikan kesempatan yang sama bagi kita, di lingkup yang lebih dekat. Teman-teman sekolah yang dulunya tak pernah dekat dengan kita, teman-teman sekota, teman-teman se klub, bisa meminta dan mendapat dukungan moral dari kita. Knowing that somebody out there cares for us give us miraculous strength. Dan saya dapat melakukannya kepada siapa pun yang membutuhkannya. Tak perlu waktu banyak, tak perlu dana, yang dibutuhkan hanya kemauan dan niat tulus yang datangnya dari hati terdalam. Saya percaya getaran ketulusan ini tidak hanya mengetuk hati Tuhan, namun juga menyentuh dan menguatkan hati yang membutuhkannya. Malam ini, saya akan menuturkan doa khusus bagi kedua teman seangkatan saya. Anda juga bisa membantu dengan bersama menuturkan doa agar yang bersangkutan diberi kekuatan dan kesembuhan...

Thursday, July 15, 2010

15 Juli 2010 : Lebih

Sebenarnya saya sudah gelisah dari beberapa hari lalu kalau mengingat harus menjadi moderator untuk sebuah topik yang selama ini kurang akrab di telinga : energi terbarukan atau renewable energy. Karena referensi yang sedikit, apalagi referensi tentang apa yang sudah dilakukan Indonesia untuk mengembangkan energi ini, saya jadi senewen sendiri. Saya menjadi semakin tak punya gambaran ketika setiap detik susunan acaranya berubah terus. Konfirmasi terakhir, duta besar Thailand akan ikut memberikan kata sambutan mengingat pembahasannya menyangkut sebuah pameran energi terbarukan di Bangkok. Petang hari saya diberitahu bahwa ada 3 buah video yang akan diputar namun tak satupun dari pihak klien pernah melihatnya karena videonya baru diterima dari Thailand.

Dengan otak setengah kosong, saya datang lebih pagi hari ini di tempat acara. Sesampai di sana saya jadi cukup kaget karena tempatnya sangat sempit, karena ada LCD projector yang sangat tua dan besar di tengah ruangan. Pihak Thailand sudah marah-marah, membuat klien saya jadi senewen. Saya jadi kasihan dan menelpon kantor apakah kami punya LCD projector yang sedang nganggur. Sayangnya, semua LCD sedang "keluar". Saya jadi ikut mengatur ini dan itu, termasuk memberikan masukan mengenai alur acara dan membrief semua narasumber dan menenangkan pihak Thailand yang baru pertama kali berjumpa dengan media di Indonesia dengan menjanjikan akan membantu menerjemahkan secara langsung presentasi mereka, termasuk pidato duta besar dalam bahasa Indonesia.

Dalam pembahasan, saya jadi menangkap dan mengerti sudut mana yang harus saya ambil dan tekankan kepada khalayak media sehingga pesan utama mereka bisa ditangkap dan diterima baik oleh mereka tanpa membuat kesan terlalu komersial berjualan pameran dan Bangkok sebagai kota penyelenggara pameran. Di luar itu, saya juga membantu mengarahkan penempatan mikrofon, meminta pihak hotel mengganti lampu yang sudah redup, menambahkan bunga di podium dan berbagai hal di luar deskripsi pekerjaan saya sebagai moderator.

Acara diskusi dan pemaparan hari ini berjalan dengan baik, bahkan saya membantu rekan-rekan reporter untuk melontarkan pertanyaan kepada Klien dalam bahasa Inggris. Melihat itu, pihak Thailand dan Managing Director klien yang juga berbasis di Bangkok meminta saya untuk mendampingi roadshow mereka di tahun depan dan memandu acara di pembukaan pameran September ini. Sebuah pekerjaan yang belum pernah saya lakukan secara komersial dan profesional. Saya tak bisa mengelak karena mereka menolak menggunakan MC lain, bahkan yang sudah sangat senior di bidang ini. Mereka benar-benar mempercayakan kepada saya!

Ketika saya merenungkan kembali alasan mereka begitu mantap memilih saya, tiba-tiba saya menerima pesan dari walkthetalk dari pendiri JC Penney yang bunyinya :

It is the service we are not oblidged to give that people value most - James C. Penney

Kalau selama ini saya belajar dari orang lain soal ketulusan, hari ini saya belajar dari saya sendiri, bahwa sesuatu yang dikerjakan dari hati dan tanpa pamrih adalah hal yang mendapat tempat di hati orang, apa pun itu yang kita kerjakan...

Wednesday, July 14, 2010

14 Juli 2010 : Mengerti

Seorang kerabat yang datang menginap dari Solo kemarin memberi nasihat pada kerabat muda yang mengeluh mengenai banyaknya persaingan tak sehat dalam kantornya. Ia adalah manajer termuda di divisinya, yang berisi staf hampir dua kali lipat usianya. Tentu saja ia menjadi bahan kesirikan yang ingin dijegal dalam setiap kesempatan. Maka kerabat yang bijak itu mengatakan, "dalam setiap kesempatan berusahalah berprinsip : saya mengerti orang, bukan orang mengerti saya, dengan demikian kamu tahu bagaimana harus bersikap menghadapi orang tertentu di situasi tertentu. Kalau kamu akan memancing, tentunya kamu akan menentukan ikan apa yang akan dipancing, dan umpan apa yang cocok untuk ikan buruan kita."

Kerabat saya bilang,"kamu itu sekarang kerja buat orang, jadi siapa kamu mau ngotot minta orang mengerti soal kamu. Yang seharusnya terjadi adalah kamu yang harus mengerti orang."

Kata-kata itu menancap di benak saya. Tanpa sengaja, kemarin saya menemani Ibu Futikah Munawar, seorang isteri dokter yang membangun Rumah Sakit Jantung Swasta pertama di Indonesia untuk wawancara profil dengan sebuah majalah gaya hidup. Beliau bercerita pentingnya memahami kebutuhan pasien. Pasien terkadang memang menjengkelkan dan cerewetnya setengah mati, namun kecerewetan mereka berasal dari ketidakpahaman kita terhadap kebutuhan mereka. Ibu Futikah mengatakan, "Keberadaan dan kesuksesan rumah sakit ini terjadi berkat kehadiran dan kepercayaan pasien, jadi bukan pasien yang harus mengerti regulasi kami, tetapi lebih penting lagi bagaimana kami mengerti kebutuhan pasien dan bagaimana menjembatani kebutuhan mereka dengan fasilitas layanan yang bisa kami sediakan. Hal yang sangat penting adalah kepuasan pelanggan karena satu orang puas akan merekomendasikan kami ke banyak orang, namun satu orang tak puas dapat menghancurkan reputasi yang telah kami bangun." Pada kenyataannya Rumah Sakit Binawaluya ikut membantu pasien memikirkan biaya dan sistem pembayaran agar pasien teringankan bebannya dan dapat lebih berkonsentrasi pada kesembuhan dirinya.

Kedua hal di atas membuat pikiran saya melayang. Betapa seringnya saya menjadi orang yang egois, yang hanya ingin didengar, dimengerti tanpa mau mendengar dan mengerti orang lain. Yang penting orang harus mengikuti kemauan saya. Kenyataannya, kondisi seperti ini justru membuat saya dalam posisi tersudut dan tidak diuntungkan karena kehilangan fleksibilitas komunikasi dan posisi. Saya jadi malu karena sering menguasai forum pembicaraan, menjadi orang yang malas mendengar orang lain dan selalu mengalihkan pembicaraan dari sudut pandang yang saya mau, dan itu menjadi masalah. Orang menjadi malas bicara dengan saya, dan menghindar. Saya kehilangan kesempatan berkomunikasi. Saya tahu ini karena saya sering mendapat feed back dari teman-teman yang peduli. Ngotot dan sikap tak acuh seolah tak berminat menjadi indikator yang sering dikeluhkan teman teman saya. Mereka bilang, mungkin memang benar pendapat saya valid dan memiliki poin penting, tapi dengarkan juga pendapat orang lain, karena apa yang diutarakan juga valid dan sama-sama pentingnya. Meski sudah sering menerima keluhan seperti ini, wejangan kerabat saya menjadi petir yang membuka mata mengenai pentingnya mengerti dan memahami orang lain terlebih dahulu sebelum orang lain memahami kita.

Hari ini saya memahami arti kalimat : lebih baik mengerti daripada dimengerti, karena dengan mengerti kita akan dimengerti. mendengar daripada didengar, karena dengan mendengar kita akan didengar. Saya jadi ingat petuah Yesus Kristus yang mengatakan bila kita ingin memimpin, kita harus melayani; bila ingin ter depan kita harus menjadi yang ter belakang.

Tuesday, July 13, 2010

13 Juli 2010 : Berawal dari Pikiran

Gill Weber pagi ini mengirimi saya sebuah email tentang apa yang dikatakan Dalai Lama soal agama, namun yang menarik perhatian saya bukan soal agamanya namun soal berikut ini :

Take care of your Thoughts because they become Words
Take care of your Words because they will become Actions
Take care of your actions because they will become Habits
Take care of your Habits because they will form your Character
Take care of your Character because they will form your Destiny
and your Destiny will be your Life ...

wow! Tak pernah terpikir sebelumnya bahwa pikiran saya sekecil apa pun akan menentukan arah hidup saya. Tapi setelah saya renungkan juga, semua yang dikatakan Dalai Lama benar adanya. Semua perkataan sebelum keluar dari mulut berawal dari buah pikiran yang kemudian diutarakan dalam bentuk kalimat tulis atau kata. Pikiran yang diungkapkan dalam bentuk kata itu kemudian dilakukan dalam bentuk perbuatan. Perbuatan yang dilakukan berulang-ulang menjadi kebiasaan. Kebiasaan akan membentuk karakter / sifat kita dan sifat kita akan membentuk nasib / takdir. Rangkaian nasib kita membentuk cerita hidup kita.

Saya jadi teringat bahwa untuk mengubah suatu kebiasaan kini orang ramai menggunakan teknik hipnoterapi, sebuah terapi yang mengubah pola pikir kita dari satu arah ke arah yang diinginkan. Jadi yang diubah bukan kebiasaannya, tapi pola pikirnya. Ujung-ujungnya kembali ke pola pikir. Pengalaman hidup saya juga menyimpulkan bahwa bahagia itu adanya di hati dan pikiran, bukan di harta atau kemasyuran. Lagi-lagi adanya di pola pikir. Beberapa waktu yang lalu saya menasihati teman yang tidak bisa menelan sayur untuk mengubah pola pikir nya. Saya bertaruh kalau dia bisa makan sepiring pecel tanpa nasi, saya akan menghadiahi sesuatu, dan sekarang ia sedang berjuang untuk mulai memakan sayur.

Saya jadi terpesona dengan kekuatan pola pikir kita yang bisa mengubah dunia dan persepsi apa pun dalam hidup ini. Saya jadi ingat lagi ketika saya bicara mengenai suskes maka tiga unsur sukses adalah komunikasi, networking dan positioning. Kalau kita memposisikan diri sebagai seorang pemenang, maka kita dengan sendirinya akan berbicara, bertingkah laku, bertindak dan berpakaian seperti seorang pemenang. Secara singkat bisa disimpulkan bahwa positioning itu adalah pengaturan pola pikir bagaimana kita memposisikan diri kita.

Maka kini saya mengerti, hidup kita ini tergantung dari pola pikir kita. Hidup kita bisa menyenangkan atau menyedihkan, bisa sengsara atau bahagia, semuanya tergantung dari pola pikir kita. Jadi, pola pikir itu bisa disetir atau diprogram sesuai dengan yang kita maui, dan program inilah yang menentukan bagaimana kehidupan kita. Dengan kata lain, kita bisa memprogram hidup kita : mau cerah atau kelam, mau menang atau kalah, mau bahagia atau bersedih-sedih.

Hari ini saya belajar betapa besarnya kekuatan daya pikir. Dan saya akan menggunakannya untuk menyetir dan menentukan kemana saya akan menoreh kisah hidup ini...

Monday, July 12, 2010

12 Juli 2010 : Dikuliahi Bintang

Petang ini karena sudah bosan kemacetan, saya iseng masuk ke blackberry application dan iseng mengunduh Ramalan Harian. Bintang saya hari ini berbunyi begini:

If you're feeling stressed about something that hasn't yet happened and may never happen, you are only wasting good energy for a negative purpose. Worrying never solved a problem or accomplished anything. Instead of getting all worked up about something you are almost certainly exaggerating in you mind, use that power (and yes, worry is a kind of power) to fuel more creative and positive thoughts. Stop worrying and stressing over what kind of problem might occur, and start fantasizing about all the wonderful things taht could happen to change your life for the better.

Begitu selesai membaca, saya langsung bilang, "yah, kalau begitu sih nggak usah diramal semua juga tahu..." Tapi saya pikir-pikir lagi, memang benar ya apa yang dibilang si bintang, saya ini sering khawatir dan kepikiran mengenai hal-hal yang saya takutkan yang belum tentu terjadi, tapi karena saking kepikirannya seolah-olah hal itu akan dan pasti terjadi. Tak ada seorang pun yang bisa meramalkan dan memastikan sesuatu pasti terjadi. Oleh karena itu saudara-saudara kita yang beragama muslim selalu mengatakan "Insya Allah" alias "Jika Allah mengizinkan."

Kalau dipikir-pikir, berapa kali saya melalui suatu kejadian yang kalau dipikir dengan akal sehat pasti terjadi. Ketika bom Mariott meledak, dan kalau saya bisa memilih, saya akan memilih santap siang di Restoran Syailendra. Kenyataannya sekretaris klien memesan private room di Pearl Restaurant, setingkat di atas Syailendra yang luluh lantak karena bom. Saya punya teman yang sangat takut mati, ada sesuatu yang tidak baik dari hasil laboratorium membuat dia seolah-olah akan mati besok pagi. Ada juga yang takut naik pesawat karena takut tabrakan udara atau jatuh. Beberapa kali saya membuktikan bahwa kalau memang waktunya meninggal, mau di rumah pun bisa meninggal. Saya juga beberapa kali dibuat kaget oleh berita meninggalnya seseorang yang sehat-sehat saja, padahal isterinya yang selama ini sakit parah. Usia, rezeki, malang, untung, celaka adalah hal yang tidak bisa diramalkan.

Kalimat ramalan tadi mengingatkan saya bahwa khawatir mengenai sesuatu yang belum tentu terjadi itu tidak ada gunanya. Kekhawatiran itu malah membuat kita menjadi terfokus pada hal yang belum tentu terjadi dan menguras semua energi kita : tidak bisa tidur, berpikir atau makan karena sesuatu hal yang belum tentu terjadi sedang berada di depan mata kita.

Saya jadi teringat ketika saya sedang dizolimi orang. Orang itu meneror ibu, keluarga, teman, rekan kerja, bahkan sampai kalangan pejabat negara yang mengenal saya. Si oknum memfitnah. Saya kemudian menjadi cemas dan khawatir. Bukan takut karir saya akan berakhir, bukan. Selama lebih dari 20 tahun bekerja saya sudah membangun reputasi yang sulit dipatahkan dengan hanya sebuah fitnah, karena itu semua orang yang dihubungi si oknum serta merta menolak percaya dan balik mendukung saya, membuat hubungan kami menjadi semakin erat dan solid. Yang saya khawatirkan justru karena saya tidak tahu perbuatan gila apa lagi yang akan diperbuatnya. Waktu itu saya sempat dua kali dikirimi ambulans. Saya sampai mendatangi pihak rumah sakit dan memarahi mereka karena tidak melakukan check terlebih dahulu sebelum mengirim ambulans, apa lagi ini kejadiannya tidak hanya sekali. Waktu itu, saya seperti seorang pemadam kebakaran yang selalu menyiram air di tempat yang terbakar, dan setiap kali api padam, ada lagi api membara di daerah yang tak terduga sebelumnya. Akhirnya para kenalan justru kehabisan kesabaran dan mendukung saya untuk mengambil tindakan hukum dan melapor pada polisi. Pada titik terendah dimana saya kehilangan belasan kilogram bobot tubuh (this is by the way the best part of a torture: you loose your weight and I gain my best body proportion!), saya kemudian sudah tidak lagi mempan diteror teror dan menyerang kembali, kalau bisa membabat habis si peneror. Saat itu saya kehilangan rasa khawatir dan mulai menguasai lahan perang mental.

Ramalan malam ini menjadi semacam "ringkasan" dari pengalaman saya. Memang tidak mudah untuk menghilangkan rasa khawatir, namun saya belajar untuk mengontrolnya. Kini, setiap kali ada sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, saya melawan rasa khawatir dengan mengingatkan diri sendiri bahwa khawatir dan kecemasan itu tidak ada gunanya, karena belum tentu terjadi. Maka, saya segera BERHENTI CEMAS DAN KHAWATIR dan mulai merencanakan dan melakukan hal yang bisa memberikan kepercayaan diri. Berdoa adalah salah satu jalannya.

Maka, dari mengomel karena merasa tidak diramal dengan baik hari ini, saya akhirnya bersyukur karena diingatkan mengubah sesuatu yang negatif menjadi energi positif yang membawa saya pada hidup yang lebih baik. Terima kasih, Libra...

Sunday, July 11, 2010

11 Juli 2010 : Ssst !

Awalnya saya heran karena teman yang mengajak nonton tidak fokus hari ini. Tadinya ia sangat ingin menonton "The Predators", tapi begitu di depan kasir ia membatalkan. Lalu ia bingung mau makan apa. Karena tak tahan (ingin tahu) saya lalu bertanya ada apa. Lama-lama ia mengaku juga tadi ia ribut dengan ibunya. Tanpa sengaja, siang ini ia melihat hasil check laboratorium sang ibu dan mendapatkan hasil tes gula darah mencapai 600 sedang SGPT SGOT cukup tinggi. Tanpa sepengetahuannya, sang ibu sudah periksa bolak balik karena diabetes yang semakin tinggi serta menderita Hepatitis B. Yang membuat ia murka adalah semua anggota keluarga tahu, kecuali dirinya yang selama ini menjadi penopang ekonomi keluarga. Ketika ditanya mulai kapan, akhirnya mengaku sejak setahun lalu. Mengapa tak memberi tahu, karena tak mau membuat teman saya khawatir dan kehilangan konsentrasi kerja.

Saya sendiri terpana tak tahu mau bilang apa. Saya sering menjumpai hal seperti ini, maunya tidak merepotkan dan tidak mau bikin khawatir sehingga sesuatu disembunyikan, tapi pada akhirnya malah jadi runyam. Saya jadi bertanya, kalau ada sebuah kejadian : apakah itu kecelakaan, atau sakit, atau sebuah kejadian, haruskah hal itu disembunyikan dari orang-orang terdekat? Saya pribadi paling tidak suka tahu paling akhir, atau tahu dari orang lain, jadi jawaban saya atas pertanyaan itu adalah : jangan disembunyikan, beritahu begitu sesuatu terjadi agar kita bisa mengantisipasi dan memecahkan masalah itu bersama-sama. Paling tidak dalam kasus teman saya, sebagai anaknya ia patut diberitahu kondisi sang ibu.

Saat ditanya kalau itu terjadi pada saya, saya bercerita bahwa keluarga saya selalu share berita tentang keadaan salah satu anggota keluarga. Ketika ayah saya pertama kali jatuh tak sadarkan diri tanggal 15 Maret 2007 malam, kakak saya langsung menghubungi semua saudaranya. Karena kesigapan kami berberbagi informasi, saya dan kakak saya Rachmat masih sempat pulang Malang dan bertemu bahkan mendampingi ayah di detik terakhir Beliau menghembuskan napas terakhir. Tapi kalau saya didudukkan di posisi teman saya, saya ya jadi pusing juga. Banyak orang salah persepsi mengenai menyimpan informasi. Lebih banyak lagi orang yang gamang bagaimana caranya memberitahu mengenai sesuatu hal yang menyangkut dirinya atau orang terdekat padahal berita itu harus disampaikan segera, tak peduli beritanya baik atau buruk karena orang yang bersangkutan berhak dan patut tahu lebih awal dari orang lain. Maka saya bilang pada teman saya, ia berhak dan patut tahu; meskipun demikian bukan berarti ibu nya salah. Banyak pertimbangan sang ibu, agar sang anak tidak cemas, meskipun pertimbangan seperti itu keliru karena bisa membawa sesal yang tak perlu terjadi. Jadi, saya katakan pada teman saya, stop memarahi ibu, ayah atau saudara-saudaranya. Yang harus dilakukannya adalah memberitahu dan memberi pengertian kepada mereka bahwa sebagai anggota keluarga ini, ia berhak dan patut mengetahui dahulu agar bisa urun rembuk bersama. Siapa tahu, dengan tahu lebih awal kita bisa memberikan sumbangsih pemikiran dan tindakan yang bisa membantu menyembuhkan si ibu dengan lebih cepat dan efektif.

Orang itu sering salah pemikiran. Sebuah masalah akan lebih ringan bila ditanggung bersama. Dikira kalau masalah itu ikut dipikul oleh orang lain maka ia menjadi beban. Padahal justru sering kali karena ditangani sendiri malah keliru dan salah langkah. Sumbangsih pemikiran dan jejaring (network) orang lain menjadi penting. Contohnya, ketika abang teman saya terkena serangan jantung, ia menghubungi saya dan karena saya kenal dokter jantung kepresidenan yang terkenal piawai, maka abangnya dapat terselamatkan. Coba kalau ditangani sendiri, belum tentu sampai pada tangan penolong yang benar, dan kemungkinan hari ini saya tidak bisa berbicara dengan abangnya. Maka, pemikiran "takut merepotkan atau membebani (pikiran dan tenaga)" adalah pemikiran yang sama sekali salah dan justru acap kali berakhir dengan penyesalan. Kita ini umat Tuhan yang sudah seharusnya bahu membahu membantu bila ada yang kesulitan, apa lagi yang tertimpa itu adalah keluarga sendiri. Maka sebaiknya, bila terjadi apa-apa, kita segera berbagi dengan kerabat terdekat agar hasil pemecahannya lebih baik. Yang harus dilakukan adalah memberi pengertian agar mereka tidak lagi merasa sungkan dan mau berbagi karena konsepnya bukan lagi soal merepotkan atau membebani, tapi mendapat solusi terbaik. Mendengar paparan ini, teman saya jadi meminta saya untuk berbicara dengan keluarganya agar tahu arti prinsip berbagi (informasi) dalam keluarga, tentu dengan cara yang benar.

Diam-diam, sambil berbicara kepada teman, saya jadi belajar pentingnya tidak menyembunyikan informasi kepada kerabat terdekat. Jadi, kalau ada apa-apa, segera beri tahu - apa pun berita itu dan sebaik atau seburuk apa pun kabar itu. Saya sendiri lebih baik tahu lebih dulu, dari pada tahu sendiri dari orang lain di kemudian hari. Karena dengan segera tahu, saya bisa memanfaatkan waktu yang ada dengan lebih baik untuk sebuah solusi yang paling baik pula. Bila terlambat tahu, bisa saja kesempatan emas itu hilang. Ilustrasinya begini : seperti kata seorang pakar jantung : seseorang yang terkena serangan jantung biasanya masih bisa diselamatkan apabila sebelum 4 jam setelah serangan pertama dibawa ke tempat yang memiliki fasilitas memadai. Bayangkan kalau seorang anggota keluarga yang punya informasi ini diberitahu setelah seorang kerabatnya terkena serangan 3,5 jam. Yang seharusnya kita punya waktu 4 jam, kita cuma punya waktu setengah jam untuk menyelamatkan nyawa si korban - padahal rumahnya jauh dari Rumah Sakit terdekat yang memiliki fasilitas memadai. Jadi, kalau ada apa-apa beritahukanlah sesegera mungkin karena sesuai pepatah : sesal di kemudian hari tiada berguna...

10 Juli 2010 : Teliti

Malam ini saya menemani teman ke undangan pernikahan di daerah Serpong. Sudah jauh-jauh hari saya diberitahu menikahnya di Golf Serpong, jadi persepsi saya adalah di daerah BSD. Tadi teman saya masih menanyakan apakah perlu membawa undangannya,saya bilang tidak usah karena saya tahu tempatnya. Saya disuruh melihat undangannya, dan saya lihat sekilas lalu pergi. Ketika sampai di Golf BSD, kami heran kok tidak ada tanda-tanda keriaan. Saya bertanya kepada satpam dan katanya tidak ada pernikahan. Maka teman saya membuka kembali undangan yang sempat dikirimkan melalui email dan betul, salah tempat! Seharusnya di Golf Raya Gading Serpong! Untung masih tidak terlalu jauh, jadi masih terjangkau dalam waktu 30 menit. Seketika itu juga saya mengecilkan volume radio dan berkonsentrasi menyetir ala metro mini untuk secepatnya sampai di tempat resepsi.

Dalam perjalanan saya berkali-kali minta maaf sudah menggampangkan dan tidak membaca dengan teliti. Pokoknya ada kata Serpongnya,saya sudah menyimpulkan kalau itu di Golf Bumi Serpong Damai. Teman saya yang sabar sudah sedikit manyun, mengingatkan kembali bahwa ia sudah minta saya membaca undangan dengan seksama dan pasrah pada pengetahuan saya tentang daerah ini karena sudah dua belas tahun tinggal di sini. Nyatanya, karena menggampangkan dan tidak teliti, kami salah alamat.

Sesampai di tempat acara, suasana sudah ramai sekali, sang pengantin sudah tidak di pelaminan karena berkeliling menyapa tamu. Secara konsep,acaranya bagus, namun pelaksanaannya sangat semrawut. Para tamu tumpah ruah di satu sudut tempat makanan disebar. Rupanya sang wedding organizer tidak memperhatikan pembuatan lay out dengan baik sehingga arus tamu menumpuk di satu sisi. Mestinya, dibuat beberapa sentra sehingga tamu menyebar. Namun selain itu, saya memperhatikan bahwa "jenis" tamu dan "jenis" acara nya juga tidak klop. Tamu yang sebagian besar Cina totok itu, terbiasa dengan gaya makan pesta "Cina Kota" yang serba "obok-obok dengan sumpit" dan gaya "aji mumpung"nya. Tadinya, saya berminat dengan sushi, tapi langsung mengurungkan niat karena begitu sampai di meja sushi, saya melihat seorang ibu memindahkan separuh sushi yang ada di piring saji ke piringnya sendiri sehingga membuat saya kehilangan selera seketika itu juga, mau muntah. Saya lalu balik ke teman saya sambil bilang "tidak jadi ah!" Kami lalu buru-buru menyudahi kunjungan di pernikahan itu, dan makan nikmat di sebuah restoran peranakan di daerah Alam Sutera.

Hari ini saya belajar untuk tidak menggampangkan dan melakukan segala sesuatunya dengan teliti. Saya sering mengambil asumsi dari sebuah titik kata yang sudah familiar di telinga, lalu menarik kesimpulan... yang salah! Kali ini saya benar-benar mati kutu dan kena batunya! Acara tebak-menebak bukan ide yang baik untuk banyak hal serius di hidup ini. Coba kalau tempatnya jauh, bisa-bisa teman saya kehilangan kesempatan menghadiri pernikahan teman baiknya, dan saya merasa bersalah seumur hidup!

Soal ketelitian, saya juga belajar bahwa ketika melakukan pekerjaan, kita juga harus teliti mempertimbangkan semua unsur penting yang ada di dalamnya. Untuk kasus tadi, mestinya lebih cocok kalau undangan diberi "makan meja" alias served dinner : silakan obok-obok di mejanya sendiri, antar orang yang sudah dikenalnya.

Friday, July 09, 2010

9 Juli 2010 : Maaf Setengah Hati

Pagi ini mata saya terpaku di televisi sehingga tak jadi berolahraga melihat Cut Tari berderai air mata didampingi suami dan pengacaranya. Tari minta maaf atas pemberitaan mengenai dirinya, tapi tidak minta maaf soal keterlibatannya di video porno bersama Ariel. Kejadian yang direkam awak media tadi malam itu buat saya adalah sebuah disaster luar biasa karena setiap mau buka mulut, suara jepretan kamera seolah mau menerkam Tari, menambah ketakutan dan depresi si bintang. Tangisan yang berurai itu terkesan bahwa Tari sudah di titik paling bawah dalam hidupnya dan tidak tahu lagi harus berbuat apa. Sebuah uraian air mata ketakutan luar biasa atas apa yang (bisa) terjadi di masa mendatang. Sang suami berdiri di sebelahnya dengan gaya dingin sedang pengacara berusaha melindungi kliennya. Langsung setelah itu, televisi beralih ke permintaan Luna Maya yang sekedarnya bahkan sambil mengakhirinya dengan tertawa. Sebuah permintaan maaf yang terlihat setengah hati.

Permintaan maaf bersayap yang menyiratkan bahwa mereka mengakui perbuatannya itu tidak langsung dapat diklarifikasi oleh media karena komunikasi satu arah. Ketika dipotong oleh media, "kenapa baru sekarang?" sang pengacara langsung memagarinya sehingga tak bisa meneruskan tanya jawab. Pengacara lalu berkilah bahwa kliennya adalah korban dan "tidak pernah tahu ada video tersebut." Sebuah pernyataan yang sangat keliru karena pagi hari ini, di Metro TV sang pengacara secara blak-blak an membenarkan bahwa si perempuan adalah Cut Tari dan si lelaki adalah Ariel. Penjelasan sang pengacara tidak berbanding lurus dengan kenyataan bahwa rekaman video yang beredar jelas-jelas menunjukkan muka Cut Tari itu sang bintang beberapa kali mengelak ketika kamera diajukan padanya. Dengan kata lain, Cut Tari jelas tahu mengenai keberadaan video itu. Yang benar dari pernyataan si pengacara adalah ia tidak ikut mengedarkan.

Dalam acara pengakuan kemarin sang pengacara juga menepis berita bahwa Yohanes Yusuf sang suami adalah gay dengan mengatakan bahwa ia benar-benar lelaki tulen dan lebih ganteng dari Ariel. Pernyataan itu diulang lagi secara live pagi ini di Metro TV. Sebuah kenyataan yang bertolak belakang dengan kenyataan isterinya berselingkuh dengan Ariel, kalau memang lebih ganteng mengapa mau berselingkuh dengan Ariel? Tentu wajar timbul pertanyaan melihatpembelaan Yusuf selama ini terlihat sangat pemaaf setelah berkali-kali diselingkuhi di depan mata oleh isterinya : ada apa dengan Yusuf? Reaksi Yusuf - yang tiba-tiba penuh rambut putih terhadap pertanyaan dan pernyataan yang mengejutkan itu adalah : hanya tertawa kecut, tidak berkomentar apa-apa.

Wawancara tadi pagi di acara berita Metro TV berkembang menjadi jauh karena sang pengacara menuduh 90 bahkan 99% lelaki Indonesia tukang selingkuh dan minta sang pembawa acara mencheck kamar-kamar hotel. Ia juga mengatakan bahwa kalau wartawan ditaruh di satu ruangan dengan Cut Tari dalam waktu dua jam pasti juga mengejar-ngejar sang bintang. Dalam hati, waduh, ini bisa menjadi bola panas yang bisa ditanggapi oleh berbagai pihak nih dan menjadikan kasusnya semakin liar tak terkontrol.

Sebagai seorang praktisi komunikasi dan pembicara di berbagai sesi bagaimana berhadapan dengan media, saya melihat kedua pengakuan tadi malam sangatlah mengerikan. Yang dikontrol oleh sang narasumber hanyalah teks bacaannya saja, sedangkan batasan pembahasan serta semua gerak gerik dan mimik pada narasumber dan pendampingnya sama sekali terabaikan. Ekspresi dingin sang suami, bahkan saat sang isteri menangis tersedu-sedu, tak ada usaha dari sang suami untuk menenangkannya menjadi suatu gesture yang ganjil. Baru setelah sekian lama Yusuf menawarkan tissue, namun itu pun juga dengan gerakan datar. Sang pengacara dengan gaya nya yang biasa, menguasai arena. Ia juga muncul sebagai seorang pahlawan ketika tadi pagi ditanya mengapa baru sekarang, jawabnya karena ia baru ditunjuk 3 hari yang lalu oleh kliennya. Suara dan jepretan kamera yang sangat menakutkan dan menghantui juga tidak dikontrol sehingga acara permintaan maaf itu semakin mencekam dan menakutkan. Mestinya moderator memberikan kesempatan kamera untuk mengambil gambar beberapa saat dan setelah itu melarang adanya pengambilan foto.

Akan halnya Luna Maya, kalau memang tampangnya lurus-lurus saja karena bawaan lahir, seharusnya ia menjauhkan tertawa dari acara jumpa pers itu. Tawanya meski sebentar menyiratkan ketidaktulusan dia dalam meminta maaf, meskipun mungkin tawanya itu sebenarnya sebagai tanda sapaan pada seseorang yang ia kenal. Tapi pemirsa tidak tahu dan tidak mau tahu soal itu. Sebuah permintaan maaf harus dinyatakan secara tulus dan sungguh-sungguh.Secara keseluruhan, permintaan maaf Tari terlihat jauh lebih mengharukan dan menimbulkan rasa kasihan daripada Luna Maya.

Hari ini saya benar-benar belajar, bahwa kalau meminta maaf atas kekhilafan dan kesalahan yang saya lakukan, saya harus melakukan dengan penuh ketulusan dan kesungguhan. Karena kalau tidak, gerak-gerik, segurat senyum atau guratan garis wajah yang lurus-lurus saja akan mengatakan yang jujur, bahwa saya sebenarnya tidak benar-benar mau minta maaf dan melakukannya karena terpaksa saja ...