Teman saya nasibnya seperti telur di ujung tanduk. Beberapa waktu ia mengeluh isterinya selingkuh, dia bilang sepertinya sang isteri dipelet orang. Ujung keributan itu adalah kata cerai. Karena suntuknya bukan main dan tidak bisa berpikir, ganti posisi karirnya di ujung tanduk. Ia diperingatkan perusahaan untuk membenahi diri dan karena sudah berkali-kali diperingatkan terus, maka kali ini ia diberi kesempatan terakhir. Kalau tidak perform juga, ia diancam harus angkat kaki.
Teman saya itu lalu ditugaskan untuk sebuah proyek di luar kota. Sialnya, di bandara ketika akan menuju ke kota tugasnya ia memergoki sang isteri sedang bermesraan dengan lelaki lain dan katanya mau ke Singapura. Tekad yang dibangun untuk memperbaiki kinerja seketika runtuh bersamaan dengan hancurnya hatinya. Maka bisa diramalkan, hari ini ia dipanggil atasan yang mulai memreteli pekerjaannya, dialihkan pada orang lain. Sebuah tanda-tanda sesuatu yang tidak baik akan segera terjadi dalam waktu yang tak terlalu lama.
Saya pribadi, pernah mengalami dunia runtuh seperti ini juga. Ketika bercerai, ketika putus cinta, dan ketika difitnah orang. Tentu saja rasanya tidak karuan, dan yang paling jelas terlihat, bobot tubuh saya tiba-tiba menjadi ideal sekali, alias kehilangan berkilo-kilo lemak karena stress. Namun saya mencoba tidak membiarkan semua masalah pribadi berdampak pada pekerjaan saya, paling tidak meminimalisir dampaknya karena menurut saya, biar kehilangan cinta, jangan sampai kehilangan pekerjaan juga! Bisa runyam jadinya!
Apa yang saya jalani dalam memisahkan urusan kantor dan pribadi berasal dari teori dan asumsi pribadi. Tentu sulit menasihati teman dengan apa yang saya alami karena pasti dibilang setiap orang kan berbeda-beda dalam menghadapi masalah. Apa pun itu, hari ini saya ditunjukkan prakteknya - kenyataannya, bahwa bila kita tidak bisa memisahkannya akan merunyamkan seluruh hidup kita. Alhasil bukan cuma separuh jiwa melayang, tapi seluruh hidup ikutan melayang... Saya lalu menganalisa lebih lanjut. Sebenarnya, hal ini sebetulnya bertentangan kalau kasusnya "positif". Selama ini kita diminta melibatkan perasaan dalam melakukan pekerjaan untuk mendapatkan kinerja terbaik. Banyak pepatah yang mengatakan bahwa melakukan sesuatu yang kita cintai menjadikannya bukan sebuah pekerjaan, tapi mengapa kalau kita putus cinta jangan bawa-bawa soal kerjaan?
Lalu saya menguraikan, jadi : sesuatu yang positif (pekerjaan) kalau digandakan dengan hal yang positif (cinta) akan mendapatkan hasil yang dobel positif. Sedang kalau sudah negatif (masalah pribadi) kemudian menyeret hal yang tadinya positif menjadi negatif (hilangnya konsentrasi kerja) hasilnya adalah double-trouble! alias sudah kehilangan cinta, kehilangan pekerjaan pula! Maka yang harus dilakukan adalah meminimalisir unsur negatif pada sebuah hal yang negatif agar hasilnya paling tidak netral. Kalau dibuat rumus matematika nya :
(+) x (+) = ++
(-) x (-) = --
(-) x (0) = 0
Wow. Kalau selama ini masalah di atas terasa rumit, sekarang kok semudah kali-kalian ya? Kini, saya mendapat rumus jitu tentang keseimbangan hidup dari sebuah kali-kalian sederhana... Saya akan segera menutup blog ini, dan menelpon teman saya yang sedang kesulitan tadi. Siapa tahu rumus sederhana ini bisa membuka matanya sehingga masih punya waktu menyelamatkan pekerjaannya, dan hidupnya ...
1 comment:
thx
Post a Comment