Awalnya saya heran karena teman yang mengajak nonton tidak fokus hari ini. Tadinya ia sangat ingin menonton "The Predators", tapi begitu di depan kasir ia membatalkan. Lalu ia bingung mau makan apa. Karena tak tahan (ingin tahu) saya lalu bertanya ada apa. Lama-lama ia mengaku juga tadi ia ribut dengan ibunya. Tanpa sengaja, siang ini ia melihat hasil check laboratorium sang ibu dan mendapatkan hasil tes gula darah mencapai 600 sedang SGPT SGOT cukup tinggi. Tanpa sepengetahuannya, sang ibu sudah periksa bolak balik karena diabetes yang semakin tinggi serta menderita Hepatitis B. Yang membuat ia murka adalah semua anggota keluarga tahu, kecuali dirinya yang selama ini menjadi penopang ekonomi keluarga. Ketika ditanya mulai kapan, akhirnya mengaku sejak setahun lalu. Mengapa tak memberi tahu, karena tak mau membuat teman saya khawatir dan kehilangan konsentrasi kerja.
Saya sendiri terpana tak tahu mau bilang apa. Saya sering menjumpai hal seperti ini, maunya tidak merepotkan dan tidak mau bikin khawatir sehingga sesuatu disembunyikan, tapi pada akhirnya malah jadi runyam. Saya jadi bertanya, kalau ada sebuah kejadian : apakah itu kecelakaan, atau sakit, atau sebuah kejadian, haruskah hal itu disembunyikan dari orang-orang terdekat? Saya pribadi paling tidak suka tahu paling akhir, atau tahu dari orang lain, jadi jawaban saya atas pertanyaan itu adalah : jangan disembunyikan, beritahu begitu sesuatu terjadi agar kita bisa mengantisipasi dan memecahkan masalah itu bersama-sama. Paling tidak dalam kasus teman saya, sebagai anaknya ia patut diberitahu kondisi sang ibu.
Saat ditanya kalau itu terjadi pada saya, saya bercerita bahwa keluarga saya selalu share berita tentang keadaan salah satu anggota keluarga. Ketika ayah saya pertama kali jatuh tak sadarkan diri tanggal 15 Maret 2007 malam, kakak saya langsung menghubungi semua saudaranya. Karena kesigapan kami berberbagi informasi, saya dan kakak saya Rachmat masih sempat pulang Malang dan bertemu bahkan mendampingi ayah di detik terakhir Beliau menghembuskan napas terakhir. Tapi kalau saya didudukkan di posisi teman saya, saya ya jadi pusing juga. Banyak orang salah persepsi mengenai menyimpan informasi. Lebih banyak lagi orang yang gamang bagaimana caranya memberitahu mengenai sesuatu hal yang menyangkut dirinya atau orang terdekat padahal berita itu harus disampaikan segera, tak peduli beritanya baik atau buruk karena orang yang bersangkutan berhak dan patut tahu lebih awal dari orang lain. Maka saya bilang pada teman saya, ia berhak dan patut tahu; meskipun demikian bukan berarti ibu nya salah. Banyak pertimbangan sang ibu, agar sang anak tidak cemas, meskipun pertimbangan seperti itu keliru karena bisa membawa sesal yang tak perlu terjadi. Jadi, saya katakan pada teman saya, stop memarahi ibu, ayah atau saudara-saudaranya. Yang harus dilakukannya adalah memberitahu dan memberi pengertian kepada mereka bahwa sebagai anggota keluarga ini, ia berhak dan patut mengetahui dahulu agar bisa urun rembuk bersama. Siapa tahu, dengan tahu lebih awal kita bisa memberikan sumbangsih pemikiran dan tindakan yang bisa membantu menyembuhkan si ibu dengan lebih cepat dan efektif.
Orang itu sering salah pemikiran. Sebuah masalah akan lebih ringan bila ditanggung bersama. Dikira kalau masalah itu ikut dipikul oleh orang lain maka ia menjadi beban. Padahal justru sering kali karena ditangani sendiri malah keliru dan salah langkah. Sumbangsih pemikiran dan jejaring (network) orang lain menjadi penting. Contohnya, ketika abang teman saya terkena serangan jantung, ia menghubungi saya dan karena saya kenal dokter jantung kepresidenan yang terkenal piawai, maka abangnya dapat terselamatkan. Coba kalau ditangani sendiri, belum tentu sampai pada tangan penolong yang benar, dan kemungkinan hari ini saya tidak bisa berbicara dengan abangnya. Maka, pemikiran "takut merepotkan atau membebani (pikiran dan tenaga)" adalah pemikiran yang sama sekali salah dan justru acap kali berakhir dengan penyesalan. Kita ini umat Tuhan yang sudah seharusnya bahu membahu membantu bila ada yang kesulitan, apa lagi yang tertimpa itu adalah keluarga sendiri. Maka sebaiknya, bila terjadi apa-apa, kita segera berbagi dengan kerabat terdekat agar hasil pemecahannya lebih baik. Yang harus dilakukan adalah memberi pengertian agar mereka tidak lagi merasa sungkan dan mau berbagi karena konsepnya bukan lagi soal merepotkan atau membebani, tapi mendapat solusi terbaik. Mendengar paparan ini, teman saya jadi meminta saya untuk berbicara dengan keluarganya agar tahu arti prinsip berbagi (informasi) dalam keluarga, tentu dengan cara yang benar.
Diam-diam, sambil berbicara kepada teman, saya jadi belajar pentingnya tidak menyembunyikan informasi kepada kerabat terdekat. Jadi, kalau ada apa-apa, segera beri tahu - apa pun berita itu dan sebaik atau seburuk apa pun kabar itu. Saya sendiri lebih baik tahu lebih dulu, dari pada tahu sendiri dari orang lain di kemudian hari. Karena dengan segera tahu, saya bisa memanfaatkan waktu yang ada dengan lebih baik untuk sebuah solusi yang paling baik pula. Bila terlambat tahu, bisa saja kesempatan emas itu hilang. Ilustrasinya begini : seperti kata seorang pakar jantung : seseorang yang terkena serangan jantung biasanya masih bisa diselamatkan apabila sebelum 4 jam setelah serangan pertama dibawa ke tempat yang memiliki fasilitas memadai. Bayangkan kalau seorang anggota keluarga yang punya informasi ini diberitahu setelah seorang kerabatnya terkena serangan 3,5 jam. Yang seharusnya kita punya waktu 4 jam, kita cuma punya waktu setengah jam untuk menyelamatkan nyawa si korban - padahal rumahnya jauh dari Rumah Sakit terdekat yang memiliki fasilitas memadai. Jadi, kalau ada apa-apa beritahukanlah sesegera mungkin karena sesuai pepatah : sesal di kemudian hari tiada berguna...
No comments:
Post a Comment