Malam ini saya menemani teman ke undangan pernikahan di daerah Serpong. Sudah jauh-jauh hari saya diberitahu menikahnya di Golf Serpong, jadi persepsi saya adalah di daerah BSD. Tadi teman saya masih menanyakan apakah perlu membawa undangannya,saya bilang tidak usah karena saya tahu tempatnya. Saya disuruh melihat undangannya, dan saya lihat sekilas lalu pergi. Ketika sampai di Golf BSD, kami heran kok tidak ada tanda-tanda keriaan. Saya bertanya kepada satpam dan katanya tidak ada pernikahan. Maka teman saya membuka kembali undangan yang sempat dikirimkan melalui email dan betul, salah tempat! Seharusnya di Golf Raya Gading Serpong! Untung masih tidak terlalu jauh, jadi masih terjangkau dalam waktu 30 menit. Seketika itu juga saya mengecilkan volume radio dan berkonsentrasi menyetir ala metro mini untuk secepatnya sampai di tempat resepsi.
Dalam perjalanan saya berkali-kali minta maaf sudah menggampangkan dan tidak membaca dengan teliti. Pokoknya ada kata Serpongnya,saya sudah menyimpulkan kalau itu di Golf Bumi Serpong Damai. Teman saya yang sabar sudah sedikit manyun, mengingatkan kembali bahwa ia sudah minta saya membaca undangan dengan seksama dan pasrah pada pengetahuan saya tentang daerah ini karena sudah dua belas tahun tinggal di sini. Nyatanya, karena menggampangkan dan tidak teliti, kami salah alamat.
Sesampai di tempat acara, suasana sudah ramai sekali, sang pengantin sudah tidak di pelaminan karena berkeliling menyapa tamu. Secara konsep,acaranya bagus, namun pelaksanaannya sangat semrawut. Para tamu tumpah ruah di satu sudut tempat makanan disebar. Rupanya sang wedding organizer tidak memperhatikan pembuatan lay out dengan baik sehingga arus tamu menumpuk di satu sisi. Mestinya, dibuat beberapa sentra sehingga tamu menyebar. Namun selain itu, saya memperhatikan bahwa "jenis" tamu dan "jenis" acara nya juga tidak klop. Tamu yang sebagian besar Cina totok itu, terbiasa dengan gaya makan pesta "Cina Kota" yang serba "obok-obok dengan sumpit" dan gaya "aji mumpung"nya. Tadinya, saya berminat dengan sushi, tapi langsung mengurungkan niat karena begitu sampai di meja sushi, saya melihat seorang ibu memindahkan separuh sushi yang ada di piring saji ke piringnya sendiri sehingga membuat saya kehilangan selera seketika itu juga, mau muntah. Saya lalu balik ke teman saya sambil bilang "tidak jadi ah!" Kami lalu buru-buru menyudahi kunjungan di pernikahan itu, dan makan nikmat di sebuah restoran peranakan di daerah Alam Sutera.
Hari ini saya belajar untuk tidak menggampangkan dan melakukan segala sesuatunya dengan teliti. Saya sering mengambil asumsi dari sebuah titik kata yang sudah familiar di telinga, lalu menarik kesimpulan... yang salah! Kali ini saya benar-benar mati kutu dan kena batunya! Acara tebak-menebak bukan ide yang baik untuk banyak hal serius di hidup ini. Coba kalau tempatnya jauh, bisa-bisa teman saya kehilangan kesempatan menghadiri pernikahan teman baiknya, dan saya merasa bersalah seumur hidup!
Soal ketelitian, saya juga belajar bahwa ketika melakukan pekerjaan, kita juga harus teliti mempertimbangkan semua unsur penting yang ada di dalamnya. Untuk kasus tadi, mestinya lebih cocok kalau undangan diberi "makan meja" alias served dinner : silakan obok-obok di mejanya sendiri, antar orang yang sudah dikenalnya.
No comments:
Post a Comment