Petang ini saya menemani teman santap malam bersama dalam rangka ulang tahun temannya. Acaranya santai saja, dengan undangan terbatas dan sebagian besar sudah kenal, suasana menjadi santai dan menyenangkan. Makanannya pun cukup nikmat dengan gaya makan "tengah", jadilah kami disibukkan dengan tukar menukar makanan. Acara semakin meriah dengan pemotongan kue yang bikin heboh seluruh restoran, sehingga semua orang yang lalu lalang di depan resto menengok, seakan ingin ikut bergabung.
Pertemuan tersebut sebetulnya sudah mau berakhir bersamaan dengan usainya jam buka restoran, namun kemudian timbul ide cemerlang dari yang ulang tahun untuk memperpanjang pertemuan dengan karaoke bersama. Jam sudah hampir menunjukkan pukul sepuluh malam. Saya yang tidak tahu kenapa tiba-tiba rasanya capai sekali, masih mau beli roti gandum dan menulis blog hari ini - malas ikut serta. Tapi sang empunya acara ngotot. Bahkan mengingatkan teman saya yang sekarang memang jarang ngumpul. Saya jadi diam saja, dan ketika teman saya berjanji bergabung setelah beli roti, saya cuma bilang saya capai dengan gaya yang sengaja mempertontonkan kemalasan saya. Teman saya bilang sebentar saja, tidak enak, jadi nanti balik ke tempat karaoke langsung pamit.
Saya tidak dapat roti karena toko roti langganan saya rupanya sudah tutup. Dengan tangan hampa, kami menghampiri teman-teman yang sedang karaoke. Melihat teman saya duduk, dan bergabung dalam hati saya bilang, wah, ini, alamat lama nih. Untung teman saya melihat saya sudah tak bersemangat dan dengan berbagai alasan, pamit. Berbagai kiat menahan dan memaksa dikerahkan, hingga teman-temannya "angkat tangan" dan merelakan kami pulang duluan. Di mobil, tanpa banyak bicara, saya langsung terlelap.
Maksa-maksa dan menahan-nahan seperti ini memang bukan barang baru buat kita. Kita sendiri kalau ada acara biasanya juga melakukan hal yang sama. Tapi, baru malam ini saya yang benar-benar sudah tidak mood merasa benar-benar terganggu dengan model rengekan begini. Saya sendiri bukan orang yang mau sembarangan pulang dari satu acara. Selalu mencari celah dan momen yang tepat untuk pulang. Kadang-kadang, saya juga suka kebingungan, ingin pulang, tapi tak tahu bagaimana caranya untuk minta diri, kapan waktu yang paling tepat. Akhirnya tak jarang jadi gelisah dan sudah tidak menikmati lagi acara yang sedang berlangsung. Kalau sudah begini terus pamit dan masih ditahan-tahan oleh sang empunya acara, wah lebih tersiksa lagi rasanya dan sulit untuk (kembali) menikmati suasana.
Saya mencoba mendaftar alasan mengapa kita menahan teman agar tidak pulang duluan? Ada beberapa alasan sih, ada yang memang benar-benar ingin teman tidak pulang dulu karena ingin ketemu dan ngobrol lebih lama, atau kadang-kadang basa-basi saja? Kadang saya juga menahan orang tidak pulang karena acara belum selesai, dan takut acara jadi sepi. Kadang juga menahan siapa tahu teman saya dapat doorprize nya. Macam-macam alasannya.
Lalu saya juga mendaftar mengapa kok saya mau pulang duluan. Bisa jadi karena memang masih ada hal lain yang mau dikerjakan, mau ke tempat lain, ada janji lain, acara lain, tapi bisa juga karena sekedar bosan, merasa tidak ada teman, tidak pada tempatnya alias out of place.. Kalau sekedar bosan ditahan, yaaa... saya masih mau lah mengundurkan waktu sedikit, tapi kalau memang harus melakukan yang lain, wah benar-benar sebal kalau ditahan dengan gigih...
Maka malam ini saya belajar untuk tidak sembarang menahan orang. Menahan teman sih sah-sah saja saja, tapi kalau sekali ditahan sudah bikin alasan macam-macam, mending direlakan saja dia pulang. Daripada dianya bete atau malah bikin rusak suasana, lebih baik dia pulang dengan hati senang. Siapa tahu dia memang ada yang harus dikerjakan, atau paling tidak yang tadinya tersiksa jadi sangat berterima kasih karena terbebas dari suasana yang membuatnya tidak nyaman. Yang penting kan tujuannya tercapai: everybody's happy!
No comments:
Post a Comment