Sunday, December 12, 2010

12 Desember 2010 : Dikejar Setan

Sembari menunggu waktu bertemu dengan teman-teman SMP, saya iseng belok memasuki sebuah kawasan yang mempromosikan rumah contoh. Saat itu, rumahnya dalam keadaan tak ada orang sama sekali, jadi saya bisa dengan santainya menikmati lay out dan suasana rumah contoh yang sangat asri, tenang dan menyenangkan. Saya suka sekali dengan pembagian lay out ruangan yang cerdik dan gaya penataannya yang elegan. Saya bahkan bisa membayangkan kalau tinggal di rumah seindah itu. Sebenarnya saya mengetahui tentang keberadaan rumah contoh itu dari seorang teman desainer interior yang mendapat kontrak mengerjakan interiornya.

Saya akhirnya jadi ngiler juga, sambil berpikir punya rumah ini lucu juga ya. Ketika akan meninggalkan rumah contoh karena tanpa sadar waktu janjian sudah lewat 5 menit, saya bertemu dengan sang penjaga rumah. Ia bilang ia tidak tahu harga dan meminta saya menghubungi bagian marketing. Saat melangkah ke mobil, tiba-tiba muncul sang petugas pemasaran dengan terengah-engah. Ia minta maaf tidak di tempat karena sedang ke warung. Dalam hati saya bilang malah untung, jadi saya tidak diganggu ocehannya.

Dalam satu menit berikutnya, ia menyerang saya habis dengan pernyataan dan pertanyaan : Bapak, rumah ini harganya 3,9 M, bapak cari yang tipe berapa? budgetnya berapa? mau luas yang berapa? Nomor teleponnya berapa? Dibombardir seperti itu, saya jadi ketakutan dan segera melompat ke dalam mobil. Ia mengejar dan menggedor jendela mobil dan ketika diberondong pertanyaan lagi, akhirnya saya menyebutkan sebuah nomor faksimili di rumah, sambil bilang saya buru-buru dan akan menelpon nanti saja. Ketika saya beranjak pergi, saya melihat ia menelpon ke rumah. Silakan saja, dan nikmati, sampai brodol juga tidak akan pernah bisa menghubungi saya, soalnya langsung masuk ke alat faksimili.

Keluar dari kompleks itu, saya bernafas lega. Rasanya seperti baru saja dikejar setan. Saya heran, mengapa petugas pemasaran tadi seganas itu? Bukannya kalau ia tidak memaksa saya merasa lebih nyaman dan tidak terintimidasi? Dan menjadi lebih terbuka? Saya teringat ketika beberapa waktu lalu didekati seorang pemasar apartemen. Ia menawarkan barang dagangannya dengan elegan sehingga saya tak segan bahkan memberikan nomor telepon genggam saya. Selama beberapa lama ia secara konstan memberikan update terkini mengenai unit-unit yang tersedia sesuai dengan budget yang saya berikan kepadanya.

Saya jadi teringat gencarnya pemasar meneror di telepon genggam, mulai dari menawarkan kredit sampai ke keanggotaan klub hotel dan kebugaran. Sudah melanggar batas privasi, mereka malah marah dan ngotot kalau ditolak halus. Dulu, saya masih mau bersantun ria menghadapi mereka. Tapi rupanya orang-orang ini tidak tahu sopan santun, sehingga akhirnya saya menemukan cara yang efektif segera menghentikan gerak mereka. Saya bilang dengan tegas dan cenderung ketus : Mbak saya tidak berminat dan tidak usah menghubungi saya lagi. Kalau masih ngotot, volume dan gaya bicara akan saya naikkan : pokoknya tidak berminat dan tidak usah menghubungi saya lagi! Mengerti! Kalau Anda mendengarnya, pasti akan menoleh dan berkomentar : galak amat! Sesungguhnya saya menyelamatkan waktu kami berdua. Mereka tak perlu berbusa menjelaskan dagangannya dan pada akhirnya ditolak, saya tak perlu mendengarkan mereka berpanjang lebar bicara tidak penting. Mungkin saja mereka "masuk" dengan cara yang salah, begitu dijawab, langsung nyerocos barang dagangan, di jam kerja yang padat jadwal pula! Buat saya cara pemasaran mereka sangat mengganggu dan annoying, serta melanggar privasi orang!

Hari ini saya belajar, kalau ada maunya, jangan ngotot dan lakukan dengan penuh kesantunan sambil mempertimbangkan kondisi target. Santai saja tapi tetap awas dan bersikap strategis. Jangan terlalu mengejar, tapi juga jangan terkesan ogah-ogahan juga. Jangan terlalu agresif, jangan terlalu pasif. Pastikan bahwa sang target punya dan buatlah agar ia mau memberikan waktu bagi kita. Dan yang penting, jangan mengintimidasi dengan cara apa pun. Jadilah "setan" perayu ulung, jangan jadi setan yang penampakannya membuat orang mati berdiri.

Melalui sang pemasar, saya belajar strategi menyampaikan keinginan saya kepada target audience saya. Terima kasih, pak, semoga sukses berbicara dengan mesin faksimili saya...

1 comment:

Anonymous said...

Tjan, nice story ....
Paragraf kedua dari akhir cerita saya suka dengan point pointnya... Tapi kalimat akhir cerita membuat saya tersenyum membayangkan sang marketing yg terus mencoba dial no fax !
Hahahahaha