Friday, January 01, 2010

1 Januari 2010 : Tahun Baru. Sabar.

Selamat Tahun baru. Hari ini saya memulai resolusi 2010 untuk menulis 1 hal yang saya pelajari setiap harinya dalam tahun ini.Dan hari ini saya belajar mengenai arti sabar.

Selama ini saya bukan orang yang sabar. Mungkin karena perputaran pikiran di otak saya sangat cepat, saya menjadi bukan orang penyabar. Saya sering tidak sabar dengan meeting yang berkepanjangan. Saya tidak sabar dengan kotbah pastor yang bertele tele dan membuat saya gregetan untuk memberi pelatihan gratis public speaking atau tips mengenal audience pada si pastor. Saya tidak sabar bila ada orang yang tidak cepat mengerti mengenai sebuah masalah. Saya sering berteriak AAARRRRRRGHHHH! di tengah kemacetan. Saya tidak sabar dengan antrian. Dan saya paling tidak sabar menunggu sesuatu yang saya harap harapkan.

Maka, ketika dalam situasi sekarang saya harus menunggu dan bersabar tanpa dapat melakukan apa pun karena situasinya di luar jangkauan dan kuasa saya, rasanya seperti mau mati. Menunggu kabar menjadi sebuah kegiatan yang membuat jantung mau copot setiap detiknya. Dada menjadi nyeri dan hati menjadi gelisah. Pikiran sama sekali tidak fokus. Well, sebenarnya sih fokus, tapi fokus pada masalah dan penantian tadi. Fokus berjuang untuk sabar. Padahal seharusnya hari ini adalah hari santai, hari Tahun Baru. Saya ingin melompat waktu, tapi tak bisa. Saya ingin melompat tempat, tapi tak berdaya...

Saya jadi ingat buku yang sedang saya baca, namun belakangan ini terbengkalai karena pikiran tak fokus tadi : Eat, Pray, Love, dari Elizabeth Gilbert. Dalam chapter India, dia mempermasalahkan pikirannya yang tidak tenang kemana mana, tidak bisa meditasi karena berbagai hal lewat bersliweran di otaknya bagai lalat dan nyamuk di musim panas. Saya jadi tertarik, karena saya mengalami masalah yang sama dengan Liz. Putaran pikiran yang begitu cepat sehingga tak dapat berhenti.

Secara kebetulan beberapa hari yang lalu, saya berbicara dengan seorang hipnoterapis yang ahli past regression. Past Regression adalah melakukan terapi hipnotis yang membawa si pasien ke alam ke hidupan masa lampaunya. Dia mengatakan ada dua sesi. Sesi yang pertama adalah sesi regresi ke kehidupan lampau, dan sesi ke dua adalah membawa ke kehidupan di antara kehidupan. Dari terapi tersebut diharapkan dapat ditemukan hubungan antara sebuah hutang masalah masa lampau dengan keadaan sekarang, dan bagaimana mengatasinya. Menurut dia, setiap sesi memakan waktu 2 jam, jadi total 4 jam. Saya lalu menceritakan, beberapa tahun lalu, saya sempat mencoba sampai 2 kali melakukan hipnoterapi karena ingin tahu mengenai asal usul saya di masa lampau, mengapa saya dilahirkan dengan kondisi begini begitu, dan apa hubungannya beberapa orang dengan kehidupan saya sekarang. Dua duanya gagal. Kedua hipnoterapis yang katanya pakar itu, menyerah, dan akhirnya menyarankan agar saya belajar meditasi dulu, agar bisa membawa pikiran dari gelombang alfa (sadar) ke gelombang delta (alam roh). By the way, kalau kita tidur, kita masuk ke gelombang beta. Oleh karena itu, sering kali, niatnya kita berdoa dan berkomunikasi dengan Tuhan (delta) malah mampir ke gelombang beta, alias ketiduran... Sang terapis mengatakan, memang ada orang yang susah masuk ke gelombang delta karena pikiran yang tidak pernah berhenti (orang orang seperti saya ini), tapi tidak mustahil untuk mempelajarinya dan ia berjanji memberi tips saat kami berjanji bertemu tanggal 5 pagi hari nanti.

Dan kembali lah saya pada hari ini. Harus sabar. Benar benar menyakitkan dan menegangkan, membuat cemas luar biasa, dan merasa berdaya karena tak punya kontrol terhadap masalah. Bicara soal kontrol, rasanya saya juga punya issue mengenai hal ini, mengingat saya terbiasa menjadi seseorang yang in control, baik dalam hal pekerjaan maupun kehidupan pribadi. Makanya, masalahnya menjadi lebih rumit, karena dalam kesabaran dan penantian, seharusnya ada kepasrahan dan keikhlasan, bukan pemaksaan kehendak. Jadi balik lagi ke refleksi tahun lalu, dimana saya harus belajar selalu bersyukur, jujur, tawakal, tulus dan ikhlas.

Saya jadi tercenung. Aduh, saya ini masih "jauh" ilmunya. Masih ecek ecek. Maka, hari ini saya diingatkan Allah untuk belajar sabar dan ikhlas. Karena banyak hal yang tidak bisa saya kontrol, dan karenanya saya harus kembali pada sang pencipta, berserah dan pasrah. Dan berserah dan pasrah itu artinya membiarkan Allah mengambil alih 100% kendalinya dan menerima apa adanya dan dengan penuh syukur apa pun hasil yang diberikanNya (biasanya saya bilang pasrah kepada Tuhan, namun masih membubuhkan kalimat "tapi...."). Saya tidak tahu mengapa di hari pertama tahun ini saya diajak untuk belajar bersabar, dan sekali lagi ikhlas. Namun saya percaya kedua hal ini akan menjadi bekal yang luar biasa penting buat saya dalam menghadapi 364 hari ke depan.

Sekali lagi, selamat tahun baru!

(keponakan saya Ika, membaca blog ini dan protes karena isinya kurang ilustrasi yang nyata: apa yang terjadi pada saya sehingga saya menulis artikel ini, namun saya berkilah, ada yang bisa diberi ilustrasi nyata, ada yang tidak. Hari ini pengalaman saya tidak ingin saya ceritakan pada siapa pun, kecuali pada satu orang. Dan saya ingin menyimpannya seperti apa adanya. Karenanya, biarlah hari ini, artikelnya seperti ini, besok, semoga bisa memberi ilustrasi yang lebih jelas seperti yang diharapkan Ika. Thanks so much for your input, my dearest Ika. Love you always.)

No comments: