Sambil makan santapan kesukaan saya di Sabtu pagi, mie instant, saya sempat browsing channel tv, dan terhenti sejenak di iklan film channel Celestial. Meskipun tak mengerti bahasanya, saya diajak nostalgia pada Crouching Tiger, Hidden Dragon, dan kemudian Red Cliff.
Ada segelintir film yang masuk ke hati saya. Red Cliff adalah salah satunya. Film itu merupakan kisah tiga negara Sam Kok yang sangat termasyur. Namun yang menarik perhatian saya bukan alur filmnya yang memang sudah bagus. Adalah sebuah peran yang dimainkan dengan sangat memikat oleh si ganteng Takeshi Kaneshiro yang melekat dalam benak saya, dan menjadi pelajaran yang terbesar dari film itu. Takeshi berperan menjadi seorang ahli strategi. Dia tidak ikut terjun dalam peperangan, namun memiliki peran yang sangat penting dan kunci dalam memenangkan peperangan. Sebagai seorang ahli strategi, yang dikerjakan sehari hari adalah mengamati dengan cermat. Tidak hanya alur perang, namun juga kebiasaan kebiasaan kawan dan lawan, sampai pada berbagai detil yang tidak pernah menjadi perhatian orang lain.
Ia memperhatikan gerak gerik seekor kura kura, dan menjadikan strategi perang. Ia memperhatikan emosi lawan, sehingga ia bisa yakin mengumpulkan beribu ribu anak panah tanpa pertumpahan darah. ia memperhatikan pergerakan cuaca dan arah angin, dan memenangkan peperangan karena api yang sedianya diarahkan lawan untuk membakar markasnya berbalik melahap pihak lawan, tepat pada jam 1 dini hari. Strateginya benar benar brilliant, dan sering kali diwujudkan tanpa perlu berpeluh dan berdarah bahkan dengan kekuatan kemampuan pasukan perang yang jauh lebih kecil dibanding pihak lawan.
Maka, ketika seorang management trainee saya yang bergelar S2 merasa bosan karena sudah berbulan bulan sebagian besar waktunya dihabiskan untuk melakukan analisa berita yang terbit di media setiap harinya, dan ingin terjun saja langsung di tengah kancah action, saya mencoba menjelaskankan padanya bahwa kalau Anda ingin menjadi seorang ahli strategi, yang pertama tama Anda lakukan adalah sebagai belajar menjadi seorang pengamat yang tajam agar tahu persis peta perang untuk memutuskan strategi apa yang harus diambil. Kalau ingin langsung terjun in the middle of action, Anda tidak butuh jadi S2. Tanpa ijazah sekolah pun bisa jadi seorang do-er yang handal. Seorang tukang batu tak perlu sekolah sipil untuk bisa membuat bangunan megah. Tapi butuh seorang yang bervisi untuk bisa menggambarkan dan memberi arah bagaimana bentuk dan wujud bangunan itu akan dibuat. Seekor elang, tak akan serta merta menyambar mangsanya. Ia akan terlebih dahulu mengamati, baru melesat menyambar sasaran. Butuh waktu yang tidak sedikit untuk mengasah kemampuan berpikir tajam melalui pengamatan. Saya yang sudah berkecimpung di bidang konsultasi komunikasi selama 22 tahun masih mengasahnya setiap hari. Sayangnya, mungkin karena terlalu muda dan tidak sabaran, si management trainee akhirnya melayang ke tempat kerja yang menjanjikan action yang lebih banyak. Dikiranya di sana ia akan mendapatkan ilmu. Dalam hati saya yakin, ilmu yang didapatkan adalah bagaimana menyemen dengan baik, bukan bagaimana menciptakan visi bangunan yang megah. Padahal sebelumnya, saya sudah membekalinya dengan dua buah disc Red Cliff 1 dan 2 untuk ditontonnya. Mungkin ia tidak menangkap makna yang ingin saya sampaikan melalui film itu. Susah juga kalau ilmunya belum sampai ...
Tapi ketika hari ini saya diingatkan kembali mengenai film hebat itu, dan ketika saya juga diingatkan untuk menerapkan strategi kerja dalam kehidupan pribadi, saya jadi merenung. What's in it for my personal life?
Saya jadi malu, karena sebagai seorang yang dianggap pakar senior dalam strategi komunikasi, dalam kehidupan sehari hari, saya ini bak seorang do-er - pelaksana, pekerja, yang tidak handal pula. Saya sering melakukan berbagai hal kehidupan dengan terburu buru dan terbawa nafsu. Saya sering bahkan tidak mau tahu atau tidak memperhatikan keadaan sekeliling saat menjalani hidup ini. Sering asal asalan. Hidup saya lebih sering disetir nafsu dari pada hati. Melihat lebih dengan mata membara dari pada mata hati, berpikir dengan otak ketimbang dengan pikiran batin, dan merasa dengan kulit tipis daripada dengan kepekaan jiwa. Pantas saja, selama ini hidup saya serasa berjalan mengalir saja tak terarah. Saya tiba tiba menjelma identik dengan mantan management trainee S2 saya. Ilmunya belum sampai. Pantas saja saat dilakukan past life regression jiwa pendeta buddha saya berkeluh kesah bahwa time is running short, so hurry up! Mungkin dia juga yang jadi kurang sabar dan mendorong saya untuk melakukan sesi itu untuk mempercepat proses pemahaman ...
Hari ini saya disadarkan untuk menjadi seorang ahli strategi dalam kehidupan pribadi saya. Dengan teknik teknik pengamatan yang sama yang saya lakukan di dunia kerja. Agar saya bisa melihat peta liku kehidupan saya,dan melalui pengamatan yang menyeluruh, peka dan tajam, saya bisa mengatur strategi perang kehidupan sehingga semua tujuan hidup yang digariskan dapat tercapai dengan cemerlang.
Hari ini saya baru menyadari, saya harus menjadi seorang ahli strategi kehidupan di atas segalanya. Semoga saya bisa menjadi sang pengamat yang peka dan tajam, sekaligus dapat berperan sebagai pelaksana yang baik untuk kehidupan ini...
No comments:
Post a Comment