Tuesday, January 26, 2010

26 Januari 2010: Guilty!

Bagi segelintir teman, saya ini dijadikan tumpuan curhatnya. Saya tidak mengerti kenapa, tapi begitulah kenyataannya. Mereka tidak menyadari, kalau yang diajak curhat ini bisanya cuma ngomong, teori, dan pada prakteknya tidak ada bedanya dengan mereka.

Maka siang ini saya mendapat telepon curhat dari salah seorang teman, yang cuma menghubungi saat hidupnya dalam keadaan kacau. Sebetulnya saya malas menerima teleponnya karena isinya bad news melulu, tapi karena kebetulan sedang jam makan siang sendirian di kantor, ya saya angkat saja.

Betul kan, dia curhat soal pacarnya, yang sudah pernah membuat keonaran setengah tahun lalu, namun akhirnya come back tiga bulan kemarin, dan sekarang bubar lagi. Bubarnya dipicu oleh hal sepele. Pacarnya ini cemburuan. Handphone diperiksa, laptop diperiksa. Macam KPK. Tidak berhenti di situ, teman saya juga kena wajib lapor. Mau begini lapor, mau ke situ lapor. Sebenarnya teman saya agak kurang nyaman soal ini, sampai sampai ribut sama pacarnya, karena tidak mau pinjami laptop. Bukan karena di dalamnya ada gambar porno atau email selingkuhan, tapi dia merasa tidak nyaman privasinya hilang sama sekali. Kalau sedang bertandang dan tidur tidur siang di ruang tamu pacarnya, handphone ia selipkan di bawah bantal sofa yang ditidurinya.

Lalu kejadian itu meledaklah. Dia pulang nge gym, dan karena buru burunya, ia lupa lapor kalau dia sudah selesai nge gym dan sedang on the way ke rumah pacarnya. Tahu tahu dia sudah di depan pintu rumah. Dan marahlah pacarnya, karena teman saya tidak mengikuti Standard Operating Procedure yang diberlakukan. Perang mulut tak terhindarkan, sampai puncaknya sang pacar mengusir teman saya untuk segera hengkang dari rumahnya. Karena tersinggung dan harga dirinya diungkit, pulang lah ia, dan sejak itu, ia dan sang kekasih menyatakan PUTUS!

Namun, kejadiannya tak berhenti di situ. Sang pacar marah besar, menuduh teman saya mencampakkannya begitu saja. Dan sederetan tuduhan lagi. Teman saya yang masih rada sayang, jadi termakan tuduhan sang kekasih dan merasa sangat bersalah.

Hey... tunggu dulu! Saya menyela. Kamu yang bersalah? Kamu yang mencampakkan? Lha yang ngusir siapa? Dia kan? Lha kok berani beraninya dia melimpahkan kesalahannya ke teman saya? Dan teman saya mau saja dijadikan keset! Saya merasa seperti dejavu, ketika di awal Desember kemarin mantan saya mengatakan bahwa terkadang dia merasa bahwa saya menghukumnya terlalu sadis dibandingkan kesalahannya. Ketika itu nada saya langsung meningkat lima oktaf: Hukuman? Hukuman apa? Lha yang meninggalkan saya siapa? Kok saya yang disalahkan dan harus merasa bersalah? Wait a minute! Saya jadi emosional! Saya bilang sama teman saya, look, stop blaming yourself, berhenti merasa bersalah atas kesalahan yang dilimpahkan ke kamu, padahal yang salah dia! Orang itu memang suka seenaknya melempar kesalahan dan tanggung jawab. Biar dibilang dia bersih, dan dia tampil seperti malaikat, sedangkan kamu jadi seperti setan dan penjahat kelas kakap! Dan hebatnya, banyak dari kita yang mau saja dikesetin seperti itu. Dibuat merasa bersalah atas tindakan orang lain, padahal dianya sendiri sebetulnya tak bersalah! Dan kita semua tidak sadar, saking lihainya si penipu ini!

Satu lagi, saya menasihati teman saya: Memang kamu suka dikuntit handphone dan laptop kamu? Gak suka? Ya sudah, berhenti menyiksa diri kamu sendiri! Get rid of this sick person and set yourself free! Lagian kok mau maunya hidup dijadikan budak seperti itu? Memang bukan budak karena disuruh suruh, tapi kalau gerak gerik diawasi dan diikat seperti itu, apa bukan sama dengan diperlakukan jadi budak yang diikat kakinya dengan rantai besi? We are all free people. No one should take control of our life except God and ourselves! Jadi kalau kita orang bebas, kenapa kita mau diikat seperti ini? Takut? Masih lebih takut dengan manusia dari pada dengan Allah? Merasa bersalah? Bersalah apa? Kasihaaaan deh kamu.... Hebat bener orang yang bisa menyaingi Tuhan... (Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Flp 4:6)

Setelah bilang iya iya selama setengah jam (dan masih dalam kondisi sama bebalnya dengan saya kemarin), teman saya kemudian (masih) bertanya : ada saran? Karena sekarang saya sudah lebih pintar setelah ditampar oleh teman kemarin, saya bilang, gak ada. Semua ini gara gara kamu sendiri dan hanya kamu yang bisa menghentikannya. Mulai sekarang jadilah orang yang lebih punya harga diri dan percaya diri.

Dia diam. Dia bilang, apa ini gara gara dia tanya sama Tuhan tentang kelanjutan hubungannya dan sekarang Tuhan yang menjawab? Saya lalu bilang, lha sudah tahu kamu minta, sekarang sudah diberi jawaban, kamunya masih protes. Manusia itu memang seenaknya sendiri. Kita itu sering doa minta ini minta itu, lalu pura pura berserah kepada Tuhan. "Tuhan, aku berserah, tapi....." masih pakai "tapi" dan "syarat syarat"! Dan kalau tidak dituruti marah marah sama Tuhan dan membenci Dia. Padahal kita merayuNya dengan kata, "aku berserah." Well, berserah itu artinya pasrah, dan pasrah itu suka suka yang memberi. Apa pun hasilnya. Jadi yang namanya berserah itu tidak bersyarat, tidak pakai "tapi" ... Lha Tuhan kok disyarati. Siapa kamu ngatur ngatur Dia? Sekarang "kepasrahan" kamu sudah dijawab. Syukuri dan nikmatilah. Yakin kalau apa yang diberikan adalah yang terbaik. Bukannya Tuhan juga bilang, akan menjadikan segalanya indah pada waktunya? Mungkin sekarang adalah saatnya. This is the time! This is it!

Saya jadi teringat renungan pagi ini dari Saat Teduh yang sudah pasti Anda belum pernah membacanya. Kesaksian kecil ini dikirim oleh Sarah R. Joy dari Indiana, Amerika Serikat :

Aku punya lubang pengolah kompos dan gemar memasukkan berbagai hal yang akan terfermentasi jadi tanah subur dan sehat. Aku memasukkan sisa sayuran, daun tua, potongan rumput, bahkan kertas. Tiap beberapa minggu, aku mengaduknya, memastikan semua isi tercampur. jika kompos kering, aku basahi. Selain itu, aku tak berbuat apa pun, hanya membiarkan bakteri alami bekerja. Setelah beberapa bulan, aku melihat "sampah" itu menjadi tanah segar bagi kebunku.

Sering hal serupa terjadi di hidupku. Aku merasa yang kulakukan atau tak kulakukan, sia sia dan tak berbuah. Kadang aku terlalu keras pada diriku. Namun, aku sadar Allah tak seperti itu. Kegagalan terbesarku diubah menjadi positif. Allah bekerja diam-diam, lalu, saat tidak menyadarinya, aku menemukan tanah baru yang indah tersedia bagi fase baru dalam hidupku. Jeruk busuk dan daun bulukan - kegagalan dan kekuranganku - diubah, untuk memberiku sudut pandang baru dan kepercayaan diri yang lebih kuat.

Kita dapat mulai lagi saat memalingkan kehendak dan hidup kita serta mengizinkan kuasa Allah diam-diam berkarya.

Maka hari ini, melalui kejadian teman, saya dibukakan mata agar berhati-hati atas tindakan orang lain yang mencoba merongrong kepercayaan diri saya, dan lebih tekun lagi menjalani proses hidup ini, karena tahu, segala sesuatunya akan menjadi indah pada waktu Nya (waktunya Tuhan) ...

"Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberi kekekalan dalam hati mereka" Pkh 3:11

No comments: