Hari ini saya memenuhi tugas yang saya lakukan dengan penuh protes, perjuangan dan tawar menawar. Sebagai orang yang ditakdir kemampuan melihat (namun tidak bisa memilih apa yang dilihat, jadi sekali lagi tak perlu coba coba meminta saya meramal karena tak akan ada hasilnya), suatu saat di awal tahun ini, saya diberi visi yang sangat mengerikan tentang sebuah kejadian di masa datang, dan saat itu terdengar suara bahwa keadaan itu bisa berubah bila yang bersangkutan bertobat dan memperbaiki hidupnya sekarang, dan saya diminta untuk menyampaikannya langsung kepada yang bersangkutan. Saya tidak mengenal orangnya, tapi saya tahu siapa dia. Lalu ada satu orang lagi yang bersangkutan dan yang menjadi penghubung antara saya dan orang tadi, yang harus diberitahu juga, namun tak ada visi apa pun tentang dia, hanya suara yang saya dengar.
Dengan suara ini lah saya tawar menawar, meminta agar saya diberi kesempatan untuk dapat berperan dalam membantu si perantara memperbaiki keadaan, soal yang satunya, secara egois, saya tidak ambil peduli karena tak kenal. Namun suara itu berkata, tugas saya hanya menyampaikan pesan, soal percaya atau tidak, dilaksanakan atau tidak, itu terserah yang menerima. Dan saya diingatkan untuk tidak ikut campur, karena bukan urusan saya. Suara itu mengulangi dengan tegas ketika saya merengek, TIDAK! Katanya, Lagi pula toh kecil kemungkinan suara kamu akan dipeduli dan didengar. Itu bukan porsi kamu (saya) untuk memaksanya. Itu sudah karma mereka. Yang ingin dilakukan sang suara adalah memberikan peringatan, agar pada akhirnya nanti bila tidak terlaksana, sudah tercatat bahwa sudah diberi kesempatan dan diingatkan. Saya lalu protes lagi karena saya diberi tugas berat dan aneh, namun tidak diberitahu caranya, bagaimana kalau saya salah menyampaikan karena emosi? Suara itu menjawab ringan, sampaikan saja apa adanya. Uhhh! Saya kesalnya setengah mati, sambil bergidik mengingat visi yang begitu jelas dan detil itu.
Dan saat yang dimaksud sang suara itu tibalah semalam dan pagi hari ini. Kesempatan menyampaikan mengalir, dan ketika semua berakhir dengan ketidakpercayaan, amarah dan sia sia, saya tahu waktu saya untuk berada dalam lingkaran setan itu pun berakhir pula. Dalam debat kusir yang panjang, saya akhirnya mengkorupsi sebagian pesan, saya tidak menyampaikan visi yang penuh, karena pesan saja sudah tidak dipercaya, apa lagi diberi gambaran visi yang mengerikan itu, tambah dikira saya gila dan mengarang bebas! Apa pun hasilnya, saya tahu bahwa oleh yang di atas, tugas saya dianggap sudah selesai, dan saya dipaksa menepi, keluar dari derasnya laju bola panas. Soal saya babak belur, Dia tidak peduli, Ia tahu saya akan selamat dan baik baik saja setelah proses penyembuhan yang entah kapan berakhir.
Yang harus saya lakukan sekarang adalah merelakan dan mengikhlaskannya walaupun seberdarah apa keadaan saya. Karena tugas saya memang seharusnya hanya sampai di situ. Dan salah saya sudah tahu dan diberi tahu, tapi tetap membandel, menawar lebih. Dan itu yang membuat saya babak belur.
Maka saya hanya ingin titip pesan, seperti yang disampaikan oleh Santo Paulus dalam Filemon 1 : 8 -17
Karena itu, sekalipun di dalam Kristus aku mempunyai kebebasan penuh untuk memerintahkan kepadamu apa yang harus engkau lakukan,
tetapi mengingat kasihmu itu, lebih baik aku memintanya dari padamu. Aku, Paulus, yang sudah menjadi tua, lagipula sekarang dipenjarakan karena Kristus Yesus,
mengajukan permintaan kepadamu mengenai anakku yang kudapat selagi aku dalam penjara, yakni Onesimus
-- dahulu memang dia tidak berguna bagimu, tetapi sekarang sangat berguna baik bagimu maupun bagiku.
Dia kusuruh kembali kepadamu -- dia, yaitu buah hatiku --
Sebenarnya aku mau menahan dia di sini sebagai gantimu untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil,
tetapi tanpa persetujuanmu, aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela.
Sebab mungkin karena itulah dia dipisahkan sejenak dari padam, supaya engkau dapat menerimanya untuk selama-lamanya,
bukan lagi sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba, yaitu sebagai saudara yang kekasih, bagiku sudah demikian, apalagi bagimu, baik secara manusia maupun di dalam Tuhan.
Kalau engkau menganggap aku temanmu seiman, terimalah dia seperti aku sendiri.
Misteri kehidupan dan misteri iman sangat jauh dari jangkauan saya, di luar batas pengertian otak saya yang terbatas, apalagi semua ini di luar akal sehat manusia, namun saat ini saya belajar untuk menerima dengan penuh syukur apa yang diamanahkan bagi saya, dan saya bersyukur telah melaksanakannya semampu saya. Saya sekali lagi dberi pengertian mengenai peran kita masing masing dalam kehidupan. Dan bahwa tuntas menurut Tuhan belum tentu sama artinya dengan tuntas menurut pemahaman manusia, dan itu tetap tuntas. Pada akhirnya, saya bersyukur dapat menerima, memberi dan merelakan dengan tulus ikhlas. Semoga tugas yang saya laksanakan dengan penuh perjuangan dan berdarah darah ini, akan membawa hasil yang baik dikemudian hari untuk semua pihak. Karena untuk itulah saya hadir di sini. Untuk merasakan dan memahami makna kasih yang tak berbatas dan bersyarat...
Saya meminta maaf, kalau Anda tidak mengerti apa yang saya alami dan renungkan hari ini. Kali ini saya menulisnya untuk catatan saya sendiri. Tapi, syukurlah kalau Anda mengerti, karena dalam maknanya... Tuhan berkati.
No comments:
Post a Comment