Saturday, January 30, 2010

30 Januari 2009 : Ora et Labora

Saya punya kelompok pendalaman iman yang unik. Anggotanya terdiri dari orang orang yang biasa tampil di majalah-majalah sosialite dan kalau kumpul kacaunya setengah mati. Maksudnya, tertawa melulu. Kelompok ini tadinya dibentuk untuk melakukan sharing dan mengasah hati kita agar lebih peka atas karunia Allah, namun dalam perjalanannya, kelompok ini mungkin sudah agak mati akal, sehingga perlu bantuan orang yang lebih ahli dalam membimbing iman kami. Kami secara rutin mengadakan pertemuan dua minggu sekali, dan untuk kali ini diundanglah seorang pendeta.

Saya sendiri termasuk satu dari empat pendiri kelompok pendalaman iman ini, namun karena naik turunnya kehidupan pribadi, sudah hampir tiga tahun saya absen. Hari ini, adalah yang kedua kali saya datang setelah "cuti" panjang, sehingga teman saya yang cantik berteriak,"Lawrence Tjandra is Back, and I hope it's for good!" Teriakan ini disambut dengan suka cita oleh teman yang lain. Dalam hati, saya terharu atas perhatian dan kasih mereka.

Membawakan firman pada kelompok unik ini bukan hal yang mudah. Beberapa kali sang pendeta mati gaya karena celetukan dan komentar-komentar nakal teman-teman. Kali ini, yang dibahas adalah bagaimana naik ke tingkat yang lebih tinggi alias next level. Terus terang, kalau soal yang satu ini, sampai saat ini, apa yang dikotbahkan sang pendeta belum masuk di otak saya. Mungkin karena ilmu saya masih cetek, dan bolos lama pula, sehingga "ndak mudeng". Namun ada dua hal yang langsung menancap. Yang pertama adalah, tak peduli siapa kita, yang penting kita jaga hati kita. Kalau hati kita baik dan bersih, tak usah peduli omongan orang, karena orang toh akan bicara seenaknya menurut pandangan mereka. Kata Pak Pendeta, orang akan bicara, karena mereka punya mulut.

Yang ke dua, lebih menancap di otak. Pak Pendeta berpesan agar kita tak henti-hentinya berdoa. Mau telepon, tumpangkan tangan kita di atas telepon, agar pembicaraan kita diberkati. Mau nulis di notebook, tumpangkan tangan kita di atas notebook. Teman saya bahkan bilang, kalau perlu, tumpangkan tangan kita di atas contact list, agar apa yang kita bicarakan dengan mereka jadi terberkati.

Saya jadi ingat ocehan Samuel Mulia yang kali ini berhalangan hadir. Dia pernah mengingatkan saya, bahwa kata "Ora et Labora" itu tidak sembarangan ditulis. Artinya, berdoa dan bekerja, bukan sebaliknya. Yang terjadi selama ini dengan kita adalah fakta sebaliknya. Kita kerja mati-matian, dan kalau menemukan jalan buntu, baru berdoa mati-matian. Bagaimana bisa diberkati, kalau sebelumnya tak minta. Di atas meja kerja kakak saya tertera, "Be part of the solution, not the problem." Maka kalau doa kita di belakang setelah semuanya runyam, kita ini part of the problem, bukan the solution. Setelah semuanya hancur berantakan, kita berdoa agar Tuhan sudi membereskannya.

Maka yang benar adalah berdoa dulu, mohon berkat dan petunjuk, baru berkarya sebaik mungkin, sambil memasrahkan diri diarahkan oleh Allah. Artinya, kalau dalam bekerja kita disuruh belok kiri, ya ikuti belok kiri.

Saya sendiri sudah memraktekan apa yang dipesankan Pak Pendeta, namun hanya untuk hal-hal yang besar. Ada dua hal yang ajaib yang terjadi, yang bisa saya bagikan. Yang pertama adalah ketika perusahaan kami diminta untuk menangani acara peresmian pengiriman gas pertama dari Indonesia ke Malaysia. Waktu itu Presidennya adalah Ibu Megawati Soekarnoputri dan Perdana Menterinya adalah Mahatir Mohammad. Acara yang tadinya direncanakan di Jakarta, tiba-tiba dipindahkan ke Istana Tampaksiring, Bali seminggu sebelum hari-H. Istana Tampaksiring adalah istana peristirahatan sehingga tidak memiliki fasilitas untuk sebuah kegiatan formal yang berkapasitas 300 orang. Maka, oleh pihak istana kami diizinkan untuk membuat tenda acara di halaman istana yang asri. Karena Presiden meminta diadakan telewicara antara Bali, Sumatra dan Malaysia, kami harus memasang tv-wall, rangkaian pesawat televisi yang dijadikan satu sebagai backdrop. Waktu itu, teknologi tv-wall belum secanggih sekarang, sehingga pantulan cahaya matahari menghilangkan gambar yang tertera di televisi. Untuk keamanan Presiden dan Tamu Negara, kami dilarang untuk menutup seluruh tenda, sehingga tenda acara harus dibiarkan tetap terbuka. Tak ada jalan selain mengikuti prosedur yang berlaku. Dan semua kru cemas, kalau cuaca benderang, acara telewicara bisa gagal total karena tak terlihat gambarnya.

Selama lima hari, yang saya lakukan adalah komat kamit berdoa dalam hati kepada Tuhan. Yang saya minta bukan soal terangnya gambar, tapi mohon agar negara dan bangsa kita tidak dipermalukan. Pada hari upacara, langit terang benderang dan kru kami sudah pasrah dan berputus asa. Herannya, saya malah tenang saja. Saya yakin Tuhan akan memberikan yang terbaik buat kita. Kalau pun terang benderang dan gambar tak tampak, ya itu adalah kemauan Tuhan, dan kita harus bisa memetik hikmahnya. Karena acara yang sebelumnya terlambat dimulai, maka mundur pulalah pelaksanaan upacara pengiriman gas ini, yang tadinya jam 10:00 menjadi jam 10:30. Lalu perubahan yang menakjubkan terjadi. Sekitar jam 10:00 lebih, cuaca mulai berawan, dan ketika acara berlangsung, awan gelap menutupi area istana, sehingga acara telewicara berjalan dengan sangat lancar, dan gambar di televisi terlihat sangat jelas. Karena acaranya mundur, maka akhirnya juga mundur, dan baru selesai jam 12:00, tepat ketika Perdana Menteri Thailand Thaksin hadir untuk santap siang bersama dan dilanjutkan dengan pembicaraan tertutup ketiga kepala negara. Yang menakjubkan lagi, awan gelap itu berangsur angsur sirna sehingga di saat hidangan santap siang disajikan, langit kembali terang benderang. Saya langsung berdoa mengucap syukur atas anugerah dan mukjijat Tuhan.

Satu lagi. Tanggal 1 Juni diperingati Hari Susu Sedunia. Sebuah acara besar dipersiapkan di Bundaran HI dengan melibatkan anak SD untuk membagikan paket informasi dan susu gratis kepada pengendara yang melintasi HI. Bahkan sebuah SD sudah mempersiapkan drumband anak-anak untuk memeriahkan acara ini, tepat di lingkaran Bundaran. Karena acara ini melibatkan begitu banyak unsur, termasuk belasan artis yang mendukung gerakan minum susu, saya berdoa lagi, mohon kelancaran acara.

Acara dimulai jam 15:00 dengan sebuah konferensi pers. Jumlah wartawan yang datang mencapai 80 orang, dan artis serta narasumber sudah hadir semua di sana. Kira-kira jam 15:20, langit berubah menjadi gelap, dan di tengah musim kemarau, terjadi hujan yang sangat lebat. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh yang mengganggu, di lantai bawah. Saya yang bertindak sebagai moderator, lambat laun menyadari, bahwa suara gemuruh itu berasal dari anak anak SD yang berteduh. Hujan tak kunjung reda, kami memutuskan agar memulangkan anak-anak SD. Sedang para tamu, tidak dapat ke mana-mana, terjebak di dalam ruang konferensi pers. Karena punya waktu luang banyak, dan narasumber tidak ke mana mana, maka wartawan jadi bertanya lebih jauh mengenai seputar manfaat susu bagi kesehatan. Hasil liputannya luar biasa banyak dan mendalam hingga berbulan-bulan kemudian, dan diulas dari berbagai angle.

Hujan baru reda jam 17:30. Karena harus mengambil gambar, kru televisi dan wartawan foto membujuk selebriti kita untuk membagikan paket informasi ke sejumlah pengendara di depan hotel Nikko. Saat membagikan, dan saking bersemangatnya, seorang selebriti remaja sudah lupa kalau ia berada di jalan utama yang pengemudinya sering ngebut. Untung dia didampingi polisi sehingga pengemudi jadi lebih takut dan berhati-hati. Seketika itu juga saya disadarkan dan mengucap syukur kepada Tuhan atas hujan yang diguyurkanNya. Itu baru satu orang selebriti muda, coba kalau ratusan anak SD mengerubuti bundaran ikon ibu kota negara ini. Saya membayangkan bisa saja ada korban tertabrak. Kalau itu terjadi, maka headline esok pagi bukan soal manfaat susu, tapi tertabraknya anak SD yang membagikan susu gratis. Allah Mahabesar.

Kedua peristiwa di atas memang peristiwa besar. Yang belum saya lakukan adalah berdoa mengawali setiap tindakan kecil. Saya lalu memperhatikan bahwa supir saya mengucapkan Bismillah sebelum menginjak pedal memulai perjalanan. Bismillah dan Alhamdulillah saat akan menyantap makanan. Bismillah saat akan melakukan sebuah kegiatan. Saya? Makan saja, doa lewaaaat... kalau ditegur, saya selalu bilang bahwa "Ah, Tuhan sudah tahu kok kalau saya bersyukur..."

Maka hari ini saya diingatkan untuk mulai memulai setiap tindakan dengan doa mohon berkat dan berkahNya....

No comments: