Thursday, January 21, 2010

21 Januari 2010 : Merak

Salah satu kegiatan yang rutin saya kerjakan di pagi hari sebelum berolah raga dan sarapan adalah membaca koran. Pagi ini, saya dikejutkan dan dibuat jengkel dengan berlembar lembar ucapan IKUT duka cita yang dikeluarkan berbagai perusahaan di bawah payung ASTRA dan perusahaan mitra lainnya atas berpulangnya presdir Astra, Bpk. Michael Ruslim.

Dalam hati saya bertanya, ini mau duka cita, atau pamer? Atau mau memanfaatkan kepergian sang presdir jadi iklan korporat? Lalu apa manfaatnya buat yang meninggal, atau keluarga yang ditinggalkan? Jadi bangga karena bapaknya diingat oleh perusahaannya dalam bentuk berlembar lembar iklan di segala macam media? Tak percaya, buka saja semua koran nasional hari ini, baik yang bahasa Indonesia maupun Inggris. At least saya juga menemukan iklan yang sama jenisnya di Jakarta Post pagi ini. Dengan desain dan foto yang itu itu saja, tapi di bolak balik, menghadap ke kiri atau ke kanan. Buat medianya sih tentu hayuuuuk aja, banyak pemasukan. Tapi apa gunanya? Buat keluarga yang ditinggalkan, iklan koran itu tidak menambah manfaat finansial atau moral apa pun.Seorang yang saya temui dalam meeting pagi ini, juga menyatakan kejengkelannya, dan bilang, "iya tuh, gak penting, malah sekarang korannya aku buat keset mobil, mas..."

Lebih ironis lagi ketika membaca artikel di bagian belakang Kompas, setelah melewati berbagai halaman yang merupakan aksi penghambur hamburan uang itu, adalah cerita mengenai yang berpulang. Dikatakan bahwa Pak Michael adalah orang yang nasionalis, yang mengajak seluruh karyawannya bahkan berupacara setiap tanggal 17, dan bahkan membuat program SATU INDONESIA. Saya yang master komplen dari www.tukangkomplen.com, langsung menilai, wah, Pak, sepertinya Anda gagal mendidik jiwa nasionalisme karyawan Anda.

Saya tidak against iklan turut berduka cita, tapi hey.... we can do much better! Coba kalau corporate communications nya mengumpulkan semua perusahaan untuk urunan membuat satu iklan duka cita bersama yang sederhana, dan mengumpulkan sisa dana yang tadinya akan dikeluarkan untuk penghamburan uang iklan tersebut. Pasti terkumpul miliaran rupiah. Dan dengan miliaran rupiah itu, Astra bisa membuat Yayasan Michael Ruslim yang misalnya memberikan beasiswa bagi siswa STM di Indonesia. Bayangkan berapa banyak anak yang tidak mampu dapat tersantuni untuk masa depan yang lebih baik, di bidang otomotif, bidang yang diayomi Pak Michael selama ini? Selain dapat pahala, kegiatan ini punya PR value yang luar biasa, buat Astra dan Mendiang Pak Michael, sehingga akan mendapat publikasi luas (gratis pula!). Dengan demikian nama Pak Michael (dan Astra) akan dikenang sepanjang masa sebagai seorang nasionalis yang benar benar peduli akan masa depan bangsanya. Tapi, nasi sudah jadi bubur. Maksudnya uang yang saya pikir dapat bermanfaat itu sudah masuk kantong media...

Lalu saya terdiam. Ngapain kamu protes? Kamu kan sama saja dengan perusahaan-perusahaan itu? Kalau soal belanja, gak ada matinya, gak menghitung bahwa uang yang dikeluarkan itu sering kali mubazir, mending kalau disimpan untuk masa depan, atau buat kegiatan amal. Ke gereja aja, kamu cuma nyumbang berapa, tapi kalau belanja baju bisa berapa? Beli TV LCD dan plasma yang memenuhi tembok, bisa berapa? Atau kalau nyumbang, maunya bisa dilihat. Tengok saja, tembok gereja di samping gua Maria di gereja St. Helena Karawaci. Ada nama kamu tercetak di sana! Diabadikan sebagai penyumbang gereja...

Uh, rasanya saya ingin menarik kembali angan angan mulia saya tadi. Maluuuu. Karena selama ini saya tak lebih dari nama perusahaan yang dicetak hanya agar masyarakat tahu bahwa ini lho, saya care... soal bermanfaat atau tidak, bukan urusan, yang penting saya ikutan beken dan saya dicap peduli. Saya tiba tiba tidak jadi protes, tapi malah disadarkan, bahwa selama ini saya kurang menghargai apa yang saya miliki, dan kurang memanfaatkan untuk hal hal yang dapat memberi dampak bagi kehidupan saya dan orang lain. Saya diingatkan bahwa ada hal hal yang Must & Need to Have and Nice to Have, dan ternyata kejadiannya adalah saya lebih banyak hijau mata untuk hal hal yang Nice to Have but Not Must and Need to Have. Mulai saat ini saya berjanji, kalau mau beli sesuatu saya akan tanya Must have/ Need to Have atau Nice to Have. Kalau Nice to Have, akan saya pending untuk waktu yang tidak ditentukan...

Hari ini saya mendapat pelajaran yang luar biasa berharga dari Mendiang Pak Michael tentang bagaimana memrioritaskan kebutuhan hidup dan lebih arif dalam pengeluaran saya. Selamat jalan, Pak. Meskipun tidak kenal, saya berterima kasih atas pelajaran yang diberikan kepada saya hari ini...

No comments: