Monday, April 12, 2010

12 April 2010 : Asal Kesal

Hari ini di luar jadwal, saya menunggu teman selama dua jam dengan minim berita. Dari yang sabar, saya kemudian menjadi resah dan kesal karena tidak dapat update. Apa yang terjadi? Kalau dia tidak dapat bertemu sebaiknya dia mengabari saya. Tapi saya memegang teguh janji untuk menantinya. Dari janji makan bersama, akhirnya saya mengemil sendirian, dan saya sudah menjelajah seluruh mall lebih dari dua kali. Akhirnya ia berkabar sambil minta maaf dan mengatakan ia segera tiba. Tapi lebih dari satu jam, ia tak kunjung datang. Karena sudah kenyang, otak saya jadi lebih beres, dan berpikir lebih tenang. Saya jadi kasihan padanya yang belum makan, dan mengatakan don't rush, take your time.

Ketika bertemu, saya tertegun. Di matanya menembang air mata. Ia bercerita telah mengalami pelecehan seksual di luar batas dari atasannya. Ia sengaja ditahan tak boleh pulang dan dibebani kerja ekstra. Awalnya atasannya menyentuh pahanya, dan ia tepis. Ia mengingatkan bossnya bahwa ia sudah punya pacar, tapi bosnya malah bilang, alaaa... tidak ada yang tahu apa yang kita perbuat. Ketika sang atasan mencoba bertindak lebih lanjut melewati batas, ia secara refleks menggebuk sang pecundang dengan buku file di tangannya. Ia pun segera menyambar tas dan menuruni anak tangga kantor dari lantai atas. Sambil menangis, ia sempat keseleo dan terus berlari, menemui saya.

Saya kemudian meyakinkannya bahwa ia aman bersama saya, dan ia harus melakukan sesuatu atas tindakan yang keterlaluan itu. Saya berjanji membantunya. Sambil menenangkan dia, saya menarik napas. Untuk kejadian yang keterlaluan itu, dan untuk sikap saya yang juga keterlaluan. Memang benar, seyogyanya dalam etiket melakukan janji, bila kita terlambat kita selayaknya memberitahu orang yang berjanjian dengan kita. Namun kalau kejadiannya seperti di atas, dan kalau hal itu terjadi pada saya, pasti saya juga tidak akan sempat atau menyempatkan diri untuk mengabari orang lain.

Saya mengutuki diri sendiri yang terlalu mementingkan diri sendiri padahal teman saya sedang dalam bahaya. Maka, detik itu juga saya menyadari untuk segera berhenti berprasangka. Bila sebuah janji tak tertepati, saya tidak boleh buru-buru berkhayal terlalu jauh. Saya justru harus berempati padanya. Kalau pun tak terjadi apa-apa, dan ia hanya "terjebak" dalam pekerjaannya, paling tidak ia belum sempat makan. Saya yakin tak seorang pun suka terjebak dalam pekerjaan.

Malam ini, saya berjanji untuk tidak asal kesal dan berprasangka. Ketika janji meleset, saya justru akan memberikan simpati yang lebih kepada yang terlambat.

Semoga persoalan yang dialaminya cepat dapat diatasi. Saya akan mendukung, menjaga dan mendampinginya setiap saat. Dalam situasi seperti ini, tentu akan menenangkan dan nyaman bila tahu ada seseorang yang peduli dan ikut berjuang bersama...

No comments: