Saya baru pulang mengobrol dengan salah satu ahli jantung terbaik di negeri ini. Kami bercerita ngalor ngidul dengan santainya. Sang dokter bercerita malam tadi ada seorang dokter jantung yang masih berusia 44 tahun meninggal dunia karena serangan jantung dan terlambat penanganannya. Awalnya ia merasa tidak enak dan mengobati sendiri penyakitnya. Saat semakin nyeri dan tak tertangani, ia masih mencoba mengatasi sendiri. Ia lalu memutuskan untuk pergi ke rumah sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading padahal rumahnya ada di Kota Wisata, padahal ada sebuah rumah sakit jantung yang sangat handal yang lebih dekat.
Konon ia perokok berat, sebuah pantangan yang selalu dianjurkan seorang dokter, apa lagi dokter jantung. Ia juga bermasalah dengan rekan-rekan sejawatnya sampai pernah di bawa ke dewan kedokteran untuk mendamaikan konfliknya. Mungkin juga karena itu, ia kemudian enggan memilih rumah sakit yang lebih dekat, padahal salah satu kunci keberhasilan penanganan penyakit jantung adalah kecepatan penanganan di rumah sakit yang memiliki fasilitas memadai. Sesampainya di Kelapa Gading kondisinya sudah sedemikan buruknya sehingga tak tertolong. Ia memilih gengsi dari nyawanya.
Meskipun takdir, buat saya ini sebuah kematian yang konyol dan tak bertanggung jawab. Pertama, soal tanggung jawab : sebagai seorang dokter ia seharusnya tidak merokok. Bagaimana ia bisa mempertahankan harkat profesinya kalau ia tidak memberi contoh dari dirinya sendiri? Ke dua soal menyepelekan : Ia bermain-main dengan hidupnya saat ia mencoba mengecilkan penyakitnya dengan menjadi dokter bagi dirinya sendiri. Kita ini sering merasa begitu hebat dan pintarnya sehingga menyepelekan hal penting dan kritis. Ke tiga soal gengsi : ini adalah sebuah bukti, gengsi tidak membawa hasil apa-apa bahkan mengantarkannya pada kematian. Seandainya ia melepas gengsi, mungkin saat ini ia masih bernapas. Ke empat soal make friends not foe : Seorang petinggi negara ini pernah memberi wejangan kepada pejabat yang ditunjuknya untuk membuat zero enemy. Saat menonton drama Sie Jien Kui, ia merangkul musuh-musuhnya dan membangun kekuatan bersama yang tak terkalahkan. Kalau saja ia tidak membuat musuh kanan kiri, mungkin ia sudah terselamatkan. Sebetulnya ia bisa terselamatkan, namun karena kelakuannya sendiri ia mungkin segan dan takut untuk meminta bantuan orang yang sudah pernah diinjaknya.
Maka hari ini saya belajar tentang:
1. Tanggung Jawab. Saya harus bertanggung jawab atas apa pun yang saya lakukan dalam hidup ini. Apa yang terucap harus sama dengan apa yang terungkap dalam tindakan.
2. Jangan pernah menyepelekan hal apa pun. Menyepelekan adalah awal kesombongan dan kesombongan tidak menghasilkan apa-apa kecuali kegagalan dan kehancuran.
3. Buang gengsi jauh-jauh. Gengsi juga tidak membawa hasil apa pun, malah berakhir pada kehancuran.
4. arti persahabatan. Bertemanlah sebanyak mungkin, bahkan dengan lawan dan musuh.
Semoga kejadian ini menjadi pembelajaran bagi kita semua.
No comments:
Post a Comment