American Idol Gives Back malam ini menampilkan seorang gadis berusia 7 tahun yang tinggal kulit dan tulang karena penumonia dan AIDS. Bobotnya hanya seberat bayi usia satu tahun. Dengan napas yang sulit dan penuh sakit, ia ditemani seorang selebriti yang meliput kehidupannya untuk mendapat simpati masyarakat dunia agar menyumbang. Sang selebriti yang melihat penderitaan si anak menangis meleleh-leleh, namun sang anak masih saja bisa tertawa dan tersenyum.
Senyum sang anak melekat di benak saya hingga saat ini. Gadis cilik yang seharusnya cantik itu terlihat tua keriput. Ada kesakitan di wajahnya, namun ia tetap tersenyum.
Saya jadi terpukul. Hidup saya ini kurang apa dibandingkan si gadis. Namun, sedikit saja dihempas angin, saya sudah ternangis-tangis. Mengeluh-keluh. Bahkan marah-marah pada Tuhan, serasa saya orang yang paling menderita di dunia ini. Teman saya tadi mengaku menangis karena tiba-tiba ia diputuskan pindah ke luar kota, padahal ia baru seumur jagung menjalin kasih setelah sekian lama sendiri.
Teman saya merasa disudutkan dan tidak diberi pilihan. Saya bilang salah. Ia berhak memilih jalan. Sering kali kita ini merasa bahwa kita tidak bisa memilih, padahal pilihan itu justru adanya di tangan kita. Saya menyarankan agar ia mengambil keputusan menurut prioritasnya. Karena mau tertekan atau tidak tertekan, begitu ia mengiyakan atas keputusan sepihak boss nya, itu akan tetap menjadi keputusannya. Kalau ia sudah mengambil keputusan yang sebenarnya bukan pilihannya, lalu hubungan dengan sang kekasih yang sudah susah payah didapatkannya bubar, ia tidak bisa menyalahkan siapa pun, betapa pun dendamnya ia. Maka saya menganjurkan agar sekali lagi dipikirkan masak-masak. Kalau ia tidak merasa nyaman atas keputusan yang diambil orang lain atas hidupnya, suarakan dan pertahankan keputusannya. Lama setelah ia mengobrol dan curhat, ia baru bisa tenang dan tersenyum kembali. Begitu ia tersenyum, dunia seolah berubah menjadi cerah dan optimis kembali. Ia menemukan harapan dan kepercayaan dirinya.
Malam ini, saya kembali lagi di antara teman saya dan si bocah kecil di Afrika. Sebuah masalah. Yang satu menghadapinya dengan tangis. Yang satu menghadapinya dengan tersenyum. Dan yang menjadi pemenang adalaah ia yang tersenyum, apa pun hasilnya.
Saya sering menghadapi masalah dengan menangis dan marah-marah. Sekarang saya berpikir, bagaimana ya kalau saya menghadapinya dengan senyuman? Apakah bisa menjadi lebih baik? Senyuman memancarkan harapan dan optimisme sekaligus kesabaran dan rasa tetap bersyukur. Ketika kita tersenyum, dunia sekitar seolah memberi respons atas senyuman kita dan tiba-tiba melunakkan segala kemarahan dan hati yang keras. Dan semuanya berubah menjadi lebih baik.
Saya juga pernah membaca bahwa senyuman merupakan olah raga muka yang sangat efektif dan membuat kita lebih awet muda. Juga senyuman adalah obat yang mujarab menyirnakan stress yang mengakibatkan pemicu penyakit jantung dan memendeknya usia kita.
Saat saya mengatakan saya mau tersenyum sebanyak dan sesering mungkin, saya mendengar lagi lagu smile karangan Charlie Chaplin :
smile, though your heart is aching
smile, eventhough it's breaking
when there are clouds in the sky you'll get by
if you smile through your fear and sorrow
smile and maybe tomorrow
you'll see the sun will coming through
if you just smile....
dan saya teringat lagi kalimat indah :
"smile and the whole world smiles with you"...
Mulai sekarang, saya mau tersenyum untuk menggantikan cemberut dan marah-marah saya. Mungkin tidak selalu ingat, tapi paling tidak saya akan mulai berusaha. Smile!
No comments:
Post a Comment