Hampir setiap pagi saya mengobrol secara virtual dengan seorang teman sekolah saya. Topiknya macam-macam, terkadang membahas juga isi blog saya. Seperti pagi ini. Dari membahas topik kemarin, tiba-tiba ia menceritakan soal temannya yang selalu berkata bahwa hubungan dengan isterinya baik-baik saja, tidak ada masalah, tapi selingkuhannya banyak - bahkan isteri orang juga disatroninya. Lalu teman saya bertanya, kalau seperti itu bagaimana ya? Saya menjawabnya sambil bercanda : ya tentu saja baik, selama isterinya tidak tahu. Dia menimpali sambil tertawa : iya... atau pura pura tidak tahu hahaha... dan saya menukas : soalnya isterinya ternyata juga banyak selingkuhannya ya! Hahahaha
Lalu pembicaraan jadi lebih serius. Dia bilang kalau begitu berarti relationshipnya sudah nggak ada ya? Saya menjawab mungkin yang ada cuma selongsongannya saja. Teman saya lalu mengambil kesimpulan, jadi kalau seperti itu apa saatnya berpisah saja? Sudah tidak ada isinya tinggal selongsongan saja, buat apa?
Saya menjawab, justru di situ poin nya. Orang kan nyaman dengan kemapanan, kebiasaan, kenyamanan, status atas apa yang dimilikinya : rumah, anak, bisnis, segala selongsongan yang enggan dilepas. Karena nyaman, ya dia tak akan melepaskannya. Tapi dasar manusia serakah, masih ingin lebih. Jadilah ia nekad dan berpetualang. Ingin dapat nyaman dan nikmat. Mungkin tadinya yang nyaman itu nikmat, tapi seperti kata seorang rekan, "Biar doyan, kalau makan sup setiap hari ya bosan juga... sekali-sekali boleh lah makan sayur asem." Masalahnya kalau akhirnya lebih sering jajan di luar daripada makan di rumah. Rumah akhirnya ya jadi selongsongan dan status saja. Status untuk menjawab pertanyaan, tinggalnya di mana? ooo di... (alamat yang ada di ktp). Kalau mau mengenalkan pasangan? Bawa isteri resmi. Padahal secara kenyataannya ia gelandangan ber-rumah. Punya rumah tapi tidurnya menginap kanan kiri di hotel, motel atau tempat selingkuhannya. Dan ia malas membawa selingkuhannya karena tampangnya tidak secanggih isterinya, tapi goyangannya maut sekali. Jadi, selongsongan diperlukan, karena pada dasarnya manusia itu ogah rugi, mau memiliki semuanya...
Lalu saya mulai bertanya pada diri sendiri : Pertama : saya punya rumah dengan fasilitas lengkap mulai dari pembantu yang setia dan canggih memasak, ruang relaksasi lengkap dengan berbagai sarana pijat, home theater di setiap ruangan, kamar mandi dengan berbagai fasilitas mulai rain shower hingga bath tub yang membuat saya terlelap di sana, sampai kamar tidur yang membuat istirahat sempurna dan kebun belakang dengan kolam koi serta meja kursi untuk makan malam romantis ada semua. Juga lingkungan sekitar yang indah dan asri. Pertanyaannya adalah apakah rumah saya ini selongsongan atau rumah tempat tinggal saya ya? alias a House or a Home?
Saya berkesimpulan rumah saya is a home. Home yang sebenarnya kurang banyak dimanfaatkan, karena kenyataannya dalam 24 jam, saya lebih banyak di luar rumah. Selepas kerja dan di jalan, saya lebih sering makan di restaurant atau di mall, saya lebih sering memanfaatkan jasa spa ketimbang pijat di kursi yang nyaman di rumah. Kecuali soal tidur, nothing beats my bedroom! Membayangkan hal ini, saya jadi ingin terbang pulang sekarang, menikmati kenyamanan rumah!
Lalu soal pasangan : Biar tidak lagi melirik kanan kiri, lapar mata minta sup dan sayur lodeh, harus cari pasangan yang seperti apa ya? Yang pertama, buat saya pasangan itu yang harus bisa diperkenalkan dengan bangga dengan semua orang : "Perkenalkan, ini pasangan saya." Kalau saya malah ingin menyembunyikan dia, berarti saya bukan cinta, tapi cuma suka satu bagian saja dari dia. Lalu, pasangan saya harus seseorang yang bisa diajak serius, tapi juga bisa diajak fun. Yang selalu punya fresh idea about something, sesekali senang juga kalau dia bisa memberikan pleasant surprises. Pleasant, bukan kejutan gila!
Yang jelas hari ini saya jadi punya ide menyebut suatu hubungan yang cuma tinggal "kulit"nya sebagai "selongsongan". Membayangkan selongsongan saja sudah malas dan tidak menarik. Tidak punya jiwa. Karena itu, saya tidak mau punya "selongsongan". Saya mau punya "Rumah". "Home". Karena di dalam sebuah "home" bukan hanya ada kenyamanan dan kenikmatan, namun yang terpenting ada jiwa (soul), ada kehangatan, ada cinta, dan ada kedamaian ...
No comments:
Post a Comment