Kisruh asmara Krisdayanti dan Raul yang melibatkan isteri Raul, Tata dan kakak Krisdayanti, Yuni Shara bertambah ruwet saja. Kemarin Raul muncul di hadapan wartawan dan mengatakan secara intern dia adalah duda. Hari ini isterinya memberi komentar yang sangat masuk akal, "Mana ada istilah duda intern?" Ya, saya juga bingung dengan istilah baru itu. Saya belum pernah mendengar istilah duda intern.
Kalau dilihat dari bahasa komunikasi, secara implisit Raul berkata bahwa ia belum cerai secara hukum, alias masih terikat tali pernikahan dengan isterinya Tata. Terlepas apakah mereka sudah tidak ada kecocokan dan tidak lagi serumah, tapi ia masih suami Tata. Bagi pemirsa seperti saya, saya mendapat kesan bahwa Raul mencoba membenarkan apa yang dilakukannya dan bermain aman dengan kata-kata yang dipilih dan diulangnya berkali-kali. Sekilas terdengar nyata bahwa ia adalah duda, namun bila kita cermat kita tahu ia belum berstatus duda. Saya tidak yakin ia berhasil membohongi pemirsa dengan baik karena ketika kami membicarakannya di kantor, semua rekan saya setuju mengartikan istilah duda intern itu sebagai belum bercerai. Yang saya "heran" adalah mereka yang "percaya" bahwa dia ini sudah duda. Menurut saya, ini lagi-lagi pembenaran naif terhadap sebuah kenyataan yang sebaliknya. Membenarkan sebuah perilaku yang di mata masyarakat tidak dapat diterima dan bisa membuat reputasi seseorang menjadi jatuh berkeping.
Saya berpikir, manusia tentu tak lepas dari khilaf dan salah. Namun kalau saya diposis Raul, apa yang akan saya lakukan? Situasinya adalah teman selingkuh saya sudah mengatakan penyesalan dan rasa bersalahnya, dan kakak teman selingkuh saya dituntut karena mengutip pernyataan "bohong" saya di depan keluarganya. Saya kemudian menjadi kunci penentu. Yang dilakukan Raul adalah membela teman dan keluarga selingkuhannya, namun membela dengan cara yang salah dan tak mau disalahkan.
Mungkin niatnya adalah mengutarakan kejujuran dengan bermain di rana abu-abu sebuah kejujuran. Namun ia lupa, bahwa penghakiman orang itu tidak pernah di rana abu-abu. Orang akan menilai apakah ia bersalah, atau benar. Istilah intern justru menjebaknya ke arah bersalah. Meskipun dari aksi dan reaksi semua yang terlibat dalam perseteruan itu orang mengambil kesimpulan bahwa memang sudah tidak ada kecocokan antara mereka berdua, orang tetap mengambil kesimpulan bahwa Raul adalah seorang pengecut. Dia bukan seorang yang gentleman. Dan kesimpulan itu tergambar dari ungkapan yang dilontarkannya sendiri : duda intern. Dalam tatanan masyarakat, tidak ada istilah duda intern. Seseorang bisa dikatakan duda bila secara hukum ia sudah dinyatakan sah bercerai dari isterinya, atau ditinggal mati oleh isterinya. Dengan kata lain, ia terjerumus oleh permainan kata nya sendiri.
Balik lagi kepada pertanyaan tadi, kalau saya jadi Raul, saya mungkin akan mengakui bahwa kehidupan keluarga saya sudah berakhir, meskipun belum berstatus resmi bercerai. Bahwa di tengah ketidakcocokan itu takdir membawa saya bertemu dengan seseorang yang dapat mengisi hati dan menjadi pasangan yang sejati bagi saya. Dan bahwa orang yang baru ini sama sekali bukan penghancur rumah tangga saya karena ia datangnya setelah semuanya hancur. Dan saya akan melaksanakan proses perceraian sama seperti rencana sebelum bertemu belahan hati yang baru. Menurut saya, orang akan memperoleh kesan yang berbeda. Di sini saya belajar, bahwa yang namanya kejujuran itu tidak ada area abu-abu. Selama nuansanya masih abu-abu, aroma ketidakjujuran tercium kuat di sana.
Hari ini saya belajar untuk tidak bermain-main dengan kejujuran. Saya belajar untuk mengatakan kejujuran secara hitam putih, alias apa adanya. Karena dari kejujuran itu terpancar ketulusan hati kita, dan ketulusan melahirkan pengertian dan simpati... Bagaimana dengan Anda? Kalau Anda menjadi Raul, apa yang akan Anda lakukan dan katakan?
No comments:
Post a Comment