Salah satu klien saya ketambahan warga baru. Sama sekali tak ada latar belakang bisnis yang ditangani karena dulunya bidang kerjanya tak ada hubungan sama sekali dengan bidang yang sekarang ditanganinya. Sebagai konsultan, saya memperhatikan gaya lagunya. Impresi pertama, saya anggap, biasa... orang baru, masih semangat empat lima, merasa dirinya punya banyak ide, ini dan itu, dan karenanya saya sambut antusiasme nya dengan mengajak membuat program terintegrasi. Sambil berjalan waktu, ia kemudian membatalkan semua program yang sudah kami rancang dengan alasan pihak internal belum siap. Saya anggap, wajar saja. Lebih baik ditunda dari pada tidak siap.
Lama-lama, saya tunggu-tunggu kok tak ada kabar ya? Beberapa hari yang lalu, seorang tim lama klien mengabari agar saya berhati-hati karena si anak baru yang merasa punya kuasa ini sedang cari akal untuk menggeser saya dengan konsultan yang biasa ia pakai.Teman saya bilang kalau si anak ini sedang mempersiapkan surat concern terhadap wanprestasi kami. Kalau mau, saya disarankan untuk mengadakan pendekatan dari hati ke hati padanya. Saya bilang terima kasih, saya tunggu saja tantangannya.
Hari ini, surat yang ditunggu datang juga lewat fax, tanpa tanggal dan alamat tujuan yang jelas. Ada empat hal yang dikomplain. Tiga hal adalah kesalahan tim nya sendiri, dan satu hal lagi dia menuntut hal yang biasa saya berikan secara cuma-cuma dan atas inisiatif kami sendiri, namun tidak tertera sebagai kewajiban di dalam kontrak. Istilahnya : bonus. Dia menuntut saya memberikan jawaban secara tertulis dengan cc kepada Vice Presidentnya. Saya dengan mudah membeberkan dalam surat tentang semua tuduhan yang salah alamatnya itu, dengan cc tidak hanya kepada Vice President nya tapi juga ke pemiliknya!
Surat bernada fakta namun menohok itu saya edarkan kepada rekan-rekan kerja sambil minta pendapat mereka. Satu per satu saran bermunculan dan setelah dirangkum dan direnungkan kembali, saya mengasah lagi surat tersebut sampai bernada halus namun tegas dan ... tetap terasa menohok. Kalau yang membaca pintar, surat itu menamparnya keras-keras tanpa terasa. Dia juga lupa, kalau dia pikir bisa berlindung di balik atasannya, saya punya sejarah panjang bahkan dengan pemiliknya. Bagi saya tidak masalah kalau saya tidak terpakai lagi. Just tell me so, tapi jangan cari gara-gara dengan hal yang dibuat-buat karena hal ini akan membangkitkan Naga dalam diri saya! Saya pasti akan menyembur hingga yang tertinggal hanya puing-puing hangus!
Sorenya, saya melakukan wawancara terhadap calon karyawan. Rekan saya yang sudah terdahulu melakukan wawancara memujinya sebagai smart, namun ia menilai bahwa si anak ini cuma mau belajar. Karena teman saya ini seorang dosen S2 dan sangat detil dalam bertanya, saya merasa sudah tak perlu lagi mengulangi pertanyaan teknisnya. Saya memperhatikan riwayat kerjanya. Sebentar-sebentar. Alasannya bahwa ia merasa pekerjaannya yang dahulu terlalu banyak memberikan batasan dan selalu berubah-ubah dalam keputusan. Saya tanya, perusahaan yang baik menurut kamu itu yang seperti apa? Dia bilang tidak tahu, just doesn't feel right. Mestinya seperti sebuah perusahaan multinasional. Ketika ditanya bagaimana perusahaan raksasa itu beroperasi, tidak tahu juga. Dia merasa selama ini dia masih tidak sreg dengan bidang kerjanya dan mencari-cari. Dia bilang dia merasa komunikasi adalah bidangnya. Saya tanya lagi, bagaimana kamu bisa tahu komunikasi adalah bidang kamu sedangkan kamu belum pernah bekerja di bidang komunikasi. Dia bilang, tidak tahu, I just know this is my field. Bagaimana kalau setelah dua bulan kamu merasa, wah ini bukan bidang saya? Dia tak bisa jawab.
Kesimpulan saya, no matter how smart this kid is, she's not qualified! She doesn't know what she wants and yet she talks like she knows a thousand things! Ia mengkritisi sebuah institusi nasional sebagai sebuah institusi yang tidak profesional namun kenyataannya institusi ini berkibar begitu besarnya di nusantara ini selama puluhan tahun bahkan ke manca negara. Saya menukas, I am wondering whether there is something wrong in you rather than in the companies you've been through...
Hari ini saya ditunjukkan ada dua orang baru dalam dua dimensi yang berbeda namun kalau ditarik garis merahnya, saya bisa menyimpulkan, jadi orang itu jangan sok, jadi orang baru itu jangan sok tahu. Ketika kita berusaha untuk terlihat baik, kita malah kelihatan sisi tidak baiknya. Dari kedua orang itu, saya belajar untuk tidak berusaha to look good karena kesan baik dengan sendirinya akan muncul kalau I am good.
Hal lain yang saya pelajari adalah kalau selama ini saya sering mendapatkan tips untuk mengendapkan amarah, hari ini saya mendapat tambahan : share it with your friends and get their inputs. Hasilnya menjadi luar biasa karena saya kemudian mendapat perspektif dari berbagai sudut yang kadang tak pernah terpikirkan sebelumnya, sehingga ketika amarah reda, bukan saja saya menjadi semakin bijak, namun juga semakin kaya karena mendapat masukan dari orang lain.
Lalu saya bayangkan kedua hal ini saya terapkan dalam kehidupan pribadi:
1. Saya tidak boleh sok dan sok tau lagi dalam hal apa pun karena hasilnya justru membuat malu saya sendiri.
2. Kalau sedang marah, endapkan dan mintalah masukan teman-teman. Hasilnya akan mengubah sesuatu yang negatif, menjadi sesuatu yang double-positive asal mau mendengarkan dengan hati terbuka.
So, terima kasih orang tengil, hari ini saya belajar bagaimana mengatasi Anda dan yang paling utama untuk tidak menjadi Anda!
No comments:
Post a Comment