Sunday, May 16, 2010

15 Mei 2010 : Adil

Sabtu-Sabtu saya menyaksikan sebuah keluarga ribut. Karena masalahnya menyangkut uang, saya jadi tak berani bercerita detil mengenai kejadiannya. Namun begini, kalau Anda punya anak lima, dan idealnya masing masing anak punya harta 1, namun kejadiannya adalah satu anak -1, tiga anak +1 dan seorang lagi +2, apa yang akan Anda lakukan? Apakah Anda akan memberikan +1 dengan cuma-cuma pada si minus? Bagaimana kalau Anda sendiri hidupnya pas-pasan? Apakah Anda akan meminta si +2 membagikaan +1 kepada si minus agar semuanya rata masing-masing punya 1? Bagaimana kalau yang minus empat dan Anda sendiri juga minus? Akankah +1 yang dimiliki seorang anak akan dituntut untuk dibagikan ke semuanya agar jadinya +1 dibagi 6, termasuk untuk Anda dengan dalih kasihan saudara-saudara kamu dan kamu juga harus berbakti pada orang tua? Bagaimana kalau yang minus memang malas bekerja sedangkan yang plus dua kerjanya mati-matian?

Ternyata hari ini saya baru menemukan jawaban yang selama ini saya cari-cari tidak ketemu. Konsep adil orang tua kebanyakan ternyata tidak sama dengan konsep adil saya dan si anak +2. Kalau si orang tua kaya raya, tidak jadi masalah dan problema ini tidak akan mencuat karena sang orang tua dapat dengan mudahnya secara diam-diam menutup kekurangan anak yang lain, tanpa peduli alasannya apa. Masalahnya baru muncul kalau orang tuanya juga tidak punya sehingga semua kepala berpaling pada si +.
Ketika si + berontak karena merasa juga berhak menikmati keringat darah yang sudah dikeluarkan, maka ia justru dianggap angkuh, pengkhianat, pelit dan sombong. Lama-lama saya berpikir prinsip adil orang tua yang seperti ini kok seperti ideologi komunis ya?

Saya melihatnya dari sisi yang lain. Kalau seseorang bekerja sudah setengah mati dan penuh keniatan, ia berhak menikmatinya. Sebagai seorang keluarga memang ia harus membantu bila ada yang emergency dalam keluarganya sehingga keluarganya tidak jadi mati karena ketiban masalah, namun bukan kewajiban dia untuk membuat semua anggota keluarga menikmati kemakmuran yang sama. Sering kali kekurangan yang dialami si minus berpangkal dari dirinya sendiri. Yang malas, yang kurang atau tidak berusaha, yang tidak bersungguh-sungguh, yang mau enak tanpa keluar darah dan peluh, yang memilih jalan pintas yang keliru, yang merasa bahwa kalau aku jatuh toh banyak bantal yang bakal menadah. Masalahnya yang begini ini justru yang teriaknya paling kencang dan tengil. Mereka sering kali memanfaatkan kekurangannya untuk menarik perhatian agar disumbang. Yang paling menjengkelkan kalau aksi kucingnya sengaja dipertontonkan di depan orang tua sehingga sang orang tua menjadi tak tega dan kemudian mengaum pada anak yang lebih mapan. Buat saya ini justru tidak adil dan tidak mendidik.

Saya sering teriak soal tidak mendidik ini. Saya banyak mengalami hal tidak mendidik yang ditunjukkan orang tua, baik pada anaknya sendiri, keluarga sampai cucunya. Melihat salah seorang anaknya punya kedekatan dengan seorang menteri, ada orang tua yang minta agar si anak ini mendapatkan rekomendasi bagi anggota keluarga yang lain agar bisa dapat jalan pintas di pekerjaannya. Sang anak marah besar dan merasa bahwa kedekatan dengan menteri bukan untuk digunakan untuk hal-hal KKN. Ia dengan tulus membantu sang menteri untuk kesejahteraan rakyat. Ia juga menasihati orang tuanya agar si anggota keluarga yang mau ditolong itu berusaha dengan halal, karena itu merupakan pelajaran hidup yang paling berharga baginya, sehingga ia bisa memahami dan menghargai arti perjuangan hidup.

Saya jadi ingat. Hidup saya sendiri penuh perjuangan. Ketika suatu saat ayah dan ibu memutuskan membelikan mobil kepada salah seorang anaknya, saya bertanya, "Kok saya tidak dibelikan?" Jawab mereka, kamu bisa beli sendiri. Kemarin ketika kakak saya datang dan kebetulan ada kerabat yang ulang tahun, malah ia minta saya menraktir. Saya bilang lha yang ulang tahun siapa? Soal saya yang menraktir is one thing, soal ulang tahun is another thing. Lagian makan-makannya juga bukan di tempat yang mewah, dan sekali ini menraktir kami-kami yang saudara dekat juga tidak akan melarat. Ini adalah konsep yang keliru dari kakak dan orang tua saya. Konsep kasihan dan adil yang keliru dan sama sekali tidak mendidik.

Saya cuma mau bicara keadilan dari segi siapa yang berusaha ya pantas menikmatinya terlebih dahulu. Saya jadi ingat prinsip perusahaan. Ketika sebuah usaha menjadi sukses dan berbuah lebat, mereka kemudian membuat program Corporate Social Responsibility. Pada prinsipnya program ini adalah program Gives Back oleh sebuah perusahaan. Bukan untuk cari uang, tapi memberikan kembali kemakmurannya kepada masyarakat yang telah memberikan kemakmuran baginya. Prinsip inilah yang seharusnya diajarkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Bahwa semuanya harus berusaha dengan segenap jiwa raganya dengan halal dan ketika mencapai kemakmuran, ia tidak lupa untuk berbagi kemakmurannya dengan orang-orang dan masyarakat yang telah memberi kemakmuran baginya. Bukan konsep komunis, yang belum apa-apa sudah minta dibagi rata. Kita lihat saja bahwa konsep ini tidak berjalan. Bertahun-tahun Cina menjadi melarat karena konsep ini, karena konsep bagi rata ini akhirnya membuat yang berusaha ya jadi ikutan melarat, sedangkan yang malas bisa dengan ongkang ongkang kaki makan ubi rebus dan pakai baju seragam yang sama dengan yang berusaha. Kita tidak ingin mengajarkan prinsip dan model kehidupan yang seperti ini kan kepada keluarga dan anak cucu kita?

Maka saya tiba-tiba mungkin jadi mengerti mengapa seorang teman saya yang menjadi tenaga kerah biru sedang si Bapak yang ningrat dan Ibu ketua perkumpulan paling bergengsi di dunia serta kakaknya menjadi vice president di perusahaan terbesar di negeri ini tidak mendapat bantuan seperti layaknya apa yang dilakukan orang tua atau keluarga lain di negara ini. Tadinya saya tidak mengerti, kok tega ya Bapak Ibu dan Kakaknya yang punya status hebat itu tidak membantu adiknya. Namun saya sekarang mengerti dan menghormati apa yang mereka lakukan. Mendidik anaknya untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Sebagai orang yang sudah berani mengambil keputusan menikah, adalah tanggung jawabnya untuk memenuhi nafkah keluarganya sendiri. Adalah justru aib bila kita yang sudah berani sesumbar mau menikah tidak bisa menopang kehidupan isteri dan anak kita, justru karena kita kurang berusaha. Kelakuan seperti ini sungguh tidak bertanggung jawab.

Maka, pelajaran mengenai tanggung jawab adalah salah satu warisan keadilan yang terbesar yang bisa diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Warisan lainnya adalah soal kasih, bersyukur dan takut akan Tuhan.

Anda punya prinsip keadilan keluarga yang seperti komunis? Cepat berubah, karena Cina juga sudah lama meninggal prinsip ini dan lihatlah hasilnya, pertumbuhan ekonomi Cina sekarang adalah yang paling pesat dan terbesar di dunia, meninggalkan Anerika, Jepang dan Eropa....

No comments: